Warga Gunungkidul Simpan Alquran Tulisan Tangan Berusia Dua Abad
Rabu, 21 Oktober 2020 - 22:02 WIB
GUNUNGKIDUL - Di Gunungkidul ternyata tersimpan Alquran langka. Sebuah Alquran yang ditulis dengan tulisan tangan masih tersimpan di rumah Jayani Zaini warga Dusun Wonodoyo, Sumbergiri, Kapanewon Ponjong.
Meskipun ada sedikit kerusakan di bagian depan, namun tulisan tangan yang diperkirakan ditulis tahun 1800- an tersebut masih sangat jelas.(Baca juga : Mistis Kampung Pitu, Hanya Bisa Dihuni 7 KK di Timur Gunung Nglanggeran )
Jayani menjelaskan, Alquran tersebut tersimpan rapi dan diletakkan secara khusus pada kotak kayu miliknya. Sampul yang terbuat dari kulit diakuinya sudah tidak utuh begitu pula dengan kertasnya. Sebagian sudah rusak termakan usia, akan tetapi tulisan masih terlihat bagus dan dapat dibaca. Pada lembar awal, terlihat ada tulisan Jawa yang kurang jelas. Kertasnya sudah berwarna coklat dan agak kasar.
" Alquran ini sudah turun temurun dari leluhur sejak tahun 1997 saya yang merawat," tuturnya kepada wartawan Rabu (21/10/2020).
Dijelaskannya sejarah Alquran tulisan tangan ini diterimanya secara lisan. Dari penuturannya, ada seseorang keturunan Majapahit dengan nama KRT Wiroyudo yang menyebarkan agama Islam di Gunungkidul di tahun 1800-an.
"Beliau tinggal di wilayah Umbulrejo tak jauh dari rumah saya ini. Kemudian memiliki dua anak yang disekolahkan ke Arab Saudi, saat pulang ke Gunungkidul keduanya diminta untuk menyiarkan agama Islam di wilayah Wonosari dan Tepus," ungkapnya.
Salah satu anaknya bernama Muhammad Ihsan. Kemudian dia mengabdi di Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat sebagai abdi dalem. Kemudian karena jasanya, Ihsan diberi tanah Merdikan sekitar 1 hektare di Padukuhan Wonodoyo dan mempersunting salah seorang perempuan dari Keraton. (Baca juga : Pelarian Eyang Onggoloco di Hutan Wonosadi Gunungkidul )
"Setelah menikah beliau mendirikan rumah limasan dan joglo sederhana. Dia juga mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Rodhatul Qulud. Akhirnya membangun masjid Al Jami’ yang tertulis di sekitar masjid didirikan tahun 1824," ulasnya.
Penyebarluasan Islam terus dilakukan oleh keluarga turunan Wiroyudo ini. Sebuah Alquran bersampulkan kulit juga ditulis tangan, sampai pada akhirnya Jayani mendapatkan mandat untuk menjaga dan merawat Alquran tersebut. Selain itu dia juga diminta untuk menyuburkan kegiatan masjid Al Jami'.
"Kemungkinan Alquran ini dibuat sejak masa Muhammad Ihsan untuk menyebarluaskan Islam di kalangan masyarakat. Tapi saya kurang paham kapan ditulisnya," lanjut dia.(Baca juga : Cupu Kyai Panjala Dipercaya Jadi Ramalan Situasi Negara Termasuk soal Pilkada )
Kepala Bidang Warisan Budaya, Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul Agus Mantara mengatakan, Alquran, masjid dan bedug sudah menjadi cagar budaya Gunungkidul sejak 2018 lalu. Pemerintah memberikan perhatian khusus agar tetap lestari keberadaannya.
“Untuk Alquran itu kemungkinan ditulis sekitar tahun 1824. Kita terus lestarikan karena ini bisa menjadi salah satu bagian wisata religi dan sejarah,” katanya.
Meskipun ada sedikit kerusakan di bagian depan, namun tulisan tangan yang diperkirakan ditulis tahun 1800- an tersebut masih sangat jelas.(Baca juga : Mistis Kampung Pitu, Hanya Bisa Dihuni 7 KK di Timur Gunung Nglanggeran )
Jayani menjelaskan, Alquran tersebut tersimpan rapi dan diletakkan secara khusus pada kotak kayu miliknya. Sampul yang terbuat dari kulit diakuinya sudah tidak utuh begitu pula dengan kertasnya. Sebagian sudah rusak termakan usia, akan tetapi tulisan masih terlihat bagus dan dapat dibaca. Pada lembar awal, terlihat ada tulisan Jawa yang kurang jelas. Kertasnya sudah berwarna coklat dan agak kasar.
" Alquran ini sudah turun temurun dari leluhur sejak tahun 1997 saya yang merawat," tuturnya kepada wartawan Rabu (21/10/2020).
Dijelaskannya sejarah Alquran tulisan tangan ini diterimanya secara lisan. Dari penuturannya, ada seseorang keturunan Majapahit dengan nama KRT Wiroyudo yang menyebarkan agama Islam di Gunungkidul di tahun 1800-an.
"Beliau tinggal di wilayah Umbulrejo tak jauh dari rumah saya ini. Kemudian memiliki dua anak yang disekolahkan ke Arab Saudi, saat pulang ke Gunungkidul keduanya diminta untuk menyiarkan agama Islam di wilayah Wonosari dan Tepus," ungkapnya.
Salah satu anaknya bernama Muhammad Ihsan. Kemudian dia mengabdi di Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat sebagai abdi dalem. Kemudian karena jasanya, Ihsan diberi tanah Merdikan sekitar 1 hektare di Padukuhan Wonodoyo dan mempersunting salah seorang perempuan dari Keraton. (Baca juga : Pelarian Eyang Onggoloco di Hutan Wonosadi Gunungkidul )
"Setelah menikah beliau mendirikan rumah limasan dan joglo sederhana. Dia juga mendirikan pondok pesantren yang diberi nama Rodhatul Qulud. Akhirnya membangun masjid Al Jami’ yang tertulis di sekitar masjid didirikan tahun 1824," ulasnya.
Penyebarluasan Islam terus dilakukan oleh keluarga turunan Wiroyudo ini. Sebuah Alquran bersampulkan kulit juga ditulis tangan, sampai pada akhirnya Jayani mendapatkan mandat untuk menjaga dan merawat Alquran tersebut. Selain itu dia juga diminta untuk menyuburkan kegiatan masjid Al Jami'.
"Kemungkinan Alquran ini dibuat sejak masa Muhammad Ihsan untuk menyebarluaskan Islam di kalangan masyarakat. Tapi saya kurang paham kapan ditulisnya," lanjut dia.(Baca juga : Cupu Kyai Panjala Dipercaya Jadi Ramalan Situasi Negara Termasuk soal Pilkada )
Kepala Bidang Warisan Budaya, Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul Agus Mantara mengatakan, Alquran, masjid dan bedug sudah menjadi cagar budaya Gunungkidul sejak 2018 lalu. Pemerintah memberikan perhatian khusus agar tetap lestari keberadaannya.
“Untuk Alquran itu kemungkinan ditulis sekitar tahun 1824. Kita terus lestarikan karena ini bisa menjadi salah satu bagian wisata religi dan sejarah,” katanya.
(nun)
tulis komentar anda