Kisah Jenderal Sudirman dan KH Masjkur Hanyutkan Diri ke Sungai Hindari Sergapan Belanda
Senin, 11 November 2024 - 08:11 WIB
Sang informan ini saat itu usianya memang sudah cukup tua, bahkan sampai langsung menunjukkan di mana lokasi ketika ia bertemu dengan KH. Masjkur yang mengiringi Panglima Sudirman saat pertempuran mempertahankan kemerdekaan di Trenggalek.
Sayang Prof. Mas'ud tak mengingat siapa nama orang yang juga mempunyai sebuah langgar kecil di kampungnya.
"Sekarang orangnya sudah almarhum, dia cerita membersamai beliau (Panglima Sudirman dan KH. Masjkur), beliau Pak Dirman (Panglima Sudirman) sama beliau (KH. Masjkur) dikejar Belanda, dikejar tentara sekutu, dikejar siang malam mau dibunuh," terangnya.
Suatu hari ada seseorang mata-mata dari warga masyarakat yang melaporkan ke tentara sekutu bahwa ada pergerakan gerilyawan Indonesia di daerahnya.
Laporan itu disampaikan setelah seseorang itu mengintai beberapa waktu hingga akhirnya beredar informasi adanya penyerbuan tentara sekutu ke tempat persembunyian pasukan Jenderal Sudirman dan KH. Masjkur.
"Tapi karena sudah ada pasukan beliau yang memata-matai juga akhirnya melaporkan ini mau diserang, akhirnya semua masuk di sungai," katanya.
Pasukan gerilyawan masuk ke sungai dengan mengandalkan rakit yang terbuat dari batang pohon pisang. Mereka lantas kabur menghindari kejaran tentara sekutu di tengah malam dipimpin oleh Jenderal Sudirman.
"Jadi ketika diserang pasukan (tentara sekutu) ini sudah tidak ada orangnya, hanya mungkin perbekalannya saja yang tertinggal," paparnya.
Mas'ud berujar sosok KH. Masjkur memang bukan hanya sebagai seorang ulama, cendekiawan, dan pejuang yang membentuk Laskar Hizbullah di Malang. Laskar Hizbullah inilah yang menjadi salah satu dari sekian banyak pasukan yang bertempur di Pertempuran 10 November 1945 Surabaya.
"KH. Masjkur adalah pahlawan nasional yang dulu jadi anggota dari badan usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia, itu orang Singosari. Kemudian dia pernah menjadi menteri agama," bebernya.
Sayang Prof. Mas'ud tak mengingat siapa nama orang yang juga mempunyai sebuah langgar kecil di kampungnya.
"Sekarang orangnya sudah almarhum, dia cerita membersamai beliau (Panglima Sudirman dan KH. Masjkur), beliau Pak Dirman (Panglima Sudirman) sama beliau (KH. Masjkur) dikejar Belanda, dikejar tentara sekutu, dikejar siang malam mau dibunuh," terangnya.
Suatu hari ada seseorang mata-mata dari warga masyarakat yang melaporkan ke tentara sekutu bahwa ada pergerakan gerilyawan Indonesia di daerahnya.
Laporan itu disampaikan setelah seseorang itu mengintai beberapa waktu hingga akhirnya beredar informasi adanya penyerbuan tentara sekutu ke tempat persembunyian pasukan Jenderal Sudirman dan KH. Masjkur.
"Tapi karena sudah ada pasukan beliau yang memata-matai juga akhirnya melaporkan ini mau diserang, akhirnya semua masuk di sungai," katanya.
Pasukan gerilyawan masuk ke sungai dengan mengandalkan rakit yang terbuat dari batang pohon pisang. Mereka lantas kabur menghindari kejaran tentara sekutu di tengah malam dipimpin oleh Jenderal Sudirman.
"Jadi ketika diserang pasukan (tentara sekutu) ini sudah tidak ada orangnya, hanya mungkin perbekalannya saja yang tertinggal," paparnya.
Mas'ud berujar sosok KH. Masjkur memang bukan hanya sebagai seorang ulama, cendekiawan, dan pejuang yang membentuk Laskar Hizbullah di Malang. Laskar Hizbullah inilah yang menjadi salah satu dari sekian banyak pasukan yang bertempur di Pertempuran 10 November 1945 Surabaya.
"KH. Masjkur adalah pahlawan nasional yang dulu jadi anggota dari badan usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia, itu orang Singosari. Kemudian dia pernah menjadi menteri agama," bebernya.
tulis komentar anda