Cerita Pahit Jenderal Dudung Berurai Air Mata Gegara Baki Kue Klepon Ditendang Tamtama
Selasa, 01 Oktober 2024 - 06:38 WIB
“Saya berpikir waktu itu bagaimana harus menopang ekonomi, sementara saya itu ya juga harus sekolah,” kata Dudung memberi kuliah umum di Universitas Andalas bertajuk 'Penguatan Wawasan Kebangsaan dalam Implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka”.
Maka, Dudung pun mulai menjual kue kelepon dan kerupuk bersama ibunya. Setiap pagi, mereka bangun lebih awal, mempersiapkan dagangan untuk dijual ke pasar-pasar dan kantin-kantin di sekitar wilayah mereka, termasuk kantin Kodam Siliwangi.
Tidak hanya itu, Dudung juga bekerja sebagai loper koran. Setiap pagi, dia berkeliling kota, mengambil tumpukan koran dari agen dan mengantarkannya ke pelanggan. Sering kali, koran yang ia antar berjatuhan di jalan dan menjadi kotor.
Pernah suatu hari, seorang mayor tentara merasa kesal karena menerima koran yang kotor dari Dudung. Dalam kemarahannya, sang mayor menempeleng wajah Dudung. Rasa sakit di wajahnya seolah menjadi simbol beratnya kehidupan yang ia jalani.
Namun hal itu tidak membuat Dudung menyerah. Di lain kesempatan, Dudung pernah mengalami kejadian serupa ketika menjual kue kelepon ke kantin Kodam. Saat tiba di sana, seorang tamtama tiba-tiba menendang baki kue kelepon yang ia bawa hingga berserakan di tanah.
Dudung hanya bisa menahan air matanya, merunduk, dan memunguti kue-kue yang berserakan itu satu per satu. Hatinya dipenuhi dengan kesedihan dan rasa frustrasi. Namun, daripada menyerah pada keadaan, Dudung justru memupuk tekad dalam dirinya.
Ia berjanji bahwa suatu hari nanti, dirinya akan menjadi seorang tentara yang berintegritas, yang akan menghormati setiap orang, tanpa peduli dari latar belakang apa pun mereka berasal. Tuhan mendengar doa-doanya.
Pada tahun 1985, setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 9 Bandung, Dudung memutuskan untuk mendaftar di Akademi Militer (Akmil). Ia tahu bahwa jalur ini akan menjadi batu loncatan baginya untuk mengubah nasib keluarganya.
Baca Juga
Maka, Dudung pun mulai menjual kue kelepon dan kerupuk bersama ibunya. Setiap pagi, mereka bangun lebih awal, mempersiapkan dagangan untuk dijual ke pasar-pasar dan kantin-kantin di sekitar wilayah mereka, termasuk kantin Kodam Siliwangi.
Tidak hanya itu, Dudung juga bekerja sebagai loper koran. Setiap pagi, dia berkeliling kota, mengambil tumpukan koran dari agen dan mengantarkannya ke pelanggan. Sering kali, koran yang ia antar berjatuhan di jalan dan menjadi kotor.
Pernah suatu hari, seorang mayor tentara merasa kesal karena menerima koran yang kotor dari Dudung. Dalam kemarahannya, sang mayor menempeleng wajah Dudung. Rasa sakit di wajahnya seolah menjadi simbol beratnya kehidupan yang ia jalani.
Namun hal itu tidak membuat Dudung menyerah. Di lain kesempatan, Dudung pernah mengalami kejadian serupa ketika menjual kue kelepon ke kantin Kodam. Saat tiba di sana, seorang tamtama tiba-tiba menendang baki kue kelepon yang ia bawa hingga berserakan di tanah.
Dudung hanya bisa menahan air matanya, merunduk, dan memunguti kue-kue yang berserakan itu satu per satu. Hatinya dipenuhi dengan kesedihan dan rasa frustrasi. Namun, daripada menyerah pada keadaan, Dudung justru memupuk tekad dalam dirinya.
Ia berjanji bahwa suatu hari nanti, dirinya akan menjadi seorang tentara yang berintegritas, yang akan menghormati setiap orang, tanpa peduli dari latar belakang apa pun mereka berasal. Tuhan mendengar doa-doanya.
Pada tahun 1985, setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 9 Bandung, Dudung memutuskan untuk mendaftar di Akademi Militer (Akmil). Ia tahu bahwa jalur ini akan menjadi batu loncatan baginya untuk mengubah nasib keluarganya.
tulis komentar anda