Wartawan Nyaris Digebuki, IJTI NTB Kecam Tindakan Oknum Satpol PP
Selasa, 25 Agustus 2020 - 01:25 WIB
MATARAM - Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Nusa Tenggara Barat (NTB), mengecam dan sesalkan aksi premanisme oleh jajaran Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP ) terhadap seorang wartawan, Muhammad Arif.
Muhammad Arif yang bekerja di salah satu media cetak itu, nyaris digebuki oknum anggota Satpol PP saat meliput unjukrasa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTB yang berujung bentrok. Tak hanya itu, intimidasi serta ancaman terdengar pula keluar dari mulut oknum Pol PP hingga menyuruh Arif untuk menghapus dokumentasi yang didapatnya saat momen bentrokan terjadi.
Atas peristiwa tersebut, IJTI NTB mengecam tindakan premanisme, intimidasi serta pengancaman oleh anggota Satpol PP terhadap wartawan. Selain itu, IJTI juga menilai pola pengamananan jalannya unjukrasa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTB, tidak mengedepankan tindakan persuasif oleh Sat Pol PP yang berjaga. Dimana dalam kondisi yang terjadi dilapangan para pengunjukrasa menggelar aksi damai tanpa melakukan tindakan anarkis atau mengganggu kenyamanan publik.
(Baca juga: Buah Salak Berisi 1.000 Pil Double Gegerkan Lapas Jombang )
“Tindakan oknum Satpol PP itu sudah menyalahi aturan. Semestinya sebagai penegak perda, harus paham aturan. Karena, siapapun berhak menyampaikan aspirasi, asalkan tidak anarkis dan mengganggu kenyamanan publik. Tidak boleh dihalangi, apalagi disikapi dengan cara tidak Humanis, dan menunjukkan praktik kekerasan di era keterbukaan informasi sekarang ini,” kata Ketua IJTI NTB Riadis Sulhi saat dikonfirmasi di Mataram, Senin (24/8/2020).
Ditegaskannya, meskipun hal tersebut terjadi dalam kondisi caos penanganan aksi demonstrasi, namun petugas harusnya tidak arogan dan mengedepankan emosi dalam bertugas. Sejatinya selaku aparatur pengamanan harus tetap proporsional melakukan tugas pengaman dan tidak reaktif terhadap siapapun yang menyampaikan aspirasi, terlebih bagi profesi kerja jurnalistik.
Sebagai mitra yang baik, tak seharusnya sikap arogansi ditunjukan pada pekerja media. Terlebih, saat aksi premanisme terjadi, Muhammad Arif sudah beberapa kali menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang wartawan. Akibat terlampau emosi, petugas Satpol PP tetap saja mengancam dan mengintimidasi agar segala dokumentasi terkait aksi untuk dihapus dari cemeranya.
“Jurnalis dilindungi oleh undang undang Nomor 40 tahun 1999 dalam menjalankan profesinya. Dalam UU tersebut, sudah tertera bahwa jurnalist saat melaksanakan tugas peliputan tidak boleh mendapat tindakan kekerasan, di dalamnya juga mengatur sanksi pidana bagi mereka yang menghalangi tugas dan melakukan kekerasan terhadap wartawan,” jelas Riadi.
Sebagai langkah awal atas kejadian yang menimpa seorang wartawan, IJTI NTB mendesak agar oknum Satpol PP berikut instansi tempatnya bernaung, segera mengambil langkah klarifikasi dan meminta maaf. Jika tidak, dipastikan persoalan ini akan dibawa keranah hukum demi menjaga marwah jusnalis di NTB.
"IJTI NTB meminta instansi Satuan Polisi Pamong Praja melakukan klarifikasi dan meminta maaf tentang insiden kekerasan yang terjadi dan menimpa wartawan media cetak bernama Muhammad Arif. Jika tidak, kami tak segan akan membawa kasus ini keranah hukum," kecamnya
Agar kejadian serupa tidak terulang kembali, IJTI NTB mendorong dilakukannya langkah pembinaan, menyusul diterapkannya sanksi tegas kepada oknum yang melakukan tindakan kekerasan atau bertindak diluar prosedur tugas.
Lihat Juga: Tingkatkan Kompetensi Jurnalis, PEPC JTB dan IJTI Gelar Uji Kompetensi Wartawan di Bojonegoro
Muhammad Arif yang bekerja di salah satu media cetak itu, nyaris digebuki oknum anggota Satpol PP saat meliput unjukrasa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTB yang berujung bentrok. Tak hanya itu, intimidasi serta ancaman terdengar pula keluar dari mulut oknum Pol PP hingga menyuruh Arif untuk menghapus dokumentasi yang didapatnya saat momen bentrokan terjadi.
Atas peristiwa tersebut, IJTI NTB mengecam tindakan premanisme, intimidasi serta pengancaman oleh anggota Satpol PP terhadap wartawan. Selain itu, IJTI juga menilai pola pengamananan jalannya unjukrasa dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) NTB, tidak mengedepankan tindakan persuasif oleh Sat Pol PP yang berjaga. Dimana dalam kondisi yang terjadi dilapangan para pengunjukrasa menggelar aksi damai tanpa melakukan tindakan anarkis atau mengganggu kenyamanan publik.
(Baca juga: Buah Salak Berisi 1.000 Pil Double Gegerkan Lapas Jombang )
“Tindakan oknum Satpol PP itu sudah menyalahi aturan. Semestinya sebagai penegak perda, harus paham aturan. Karena, siapapun berhak menyampaikan aspirasi, asalkan tidak anarkis dan mengganggu kenyamanan publik. Tidak boleh dihalangi, apalagi disikapi dengan cara tidak Humanis, dan menunjukkan praktik kekerasan di era keterbukaan informasi sekarang ini,” kata Ketua IJTI NTB Riadis Sulhi saat dikonfirmasi di Mataram, Senin (24/8/2020).
Ditegaskannya, meskipun hal tersebut terjadi dalam kondisi caos penanganan aksi demonstrasi, namun petugas harusnya tidak arogan dan mengedepankan emosi dalam bertugas. Sejatinya selaku aparatur pengamanan harus tetap proporsional melakukan tugas pengaman dan tidak reaktif terhadap siapapun yang menyampaikan aspirasi, terlebih bagi profesi kerja jurnalistik.
Sebagai mitra yang baik, tak seharusnya sikap arogansi ditunjukan pada pekerja media. Terlebih, saat aksi premanisme terjadi, Muhammad Arif sudah beberapa kali menjelaskan bahwa dirinya adalah seorang wartawan. Akibat terlampau emosi, petugas Satpol PP tetap saja mengancam dan mengintimidasi agar segala dokumentasi terkait aksi untuk dihapus dari cemeranya.
“Jurnalis dilindungi oleh undang undang Nomor 40 tahun 1999 dalam menjalankan profesinya. Dalam UU tersebut, sudah tertera bahwa jurnalist saat melaksanakan tugas peliputan tidak boleh mendapat tindakan kekerasan, di dalamnya juga mengatur sanksi pidana bagi mereka yang menghalangi tugas dan melakukan kekerasan terhadap wartawan,” jelas Riadi.
Sebagai langkah awal atas kejadian yang menimpa seorang wartawan, IJTI NTB mendesak agar oknum Satpol PP berikut instansi tempatnya bernaung, segera mengambil langkah klarifikasi dan meminta maaf. Jika tidak, dipastikan persoalan ini akan dibawa keranah hukum demi menjaga marwah jusnalis di NTB.
"IJTI NTB meminta instansi Satuan Polisi Pamong Praja melakukan klarifikasi dan meminta maaf tentang insiden kekerasan yang terjadi dan menimpa wartawan media cetak bernama Muhammad Arif. Jika tidak, kami tak segan akan membawa kasus ini keranah hukum," kecamnya
Agar kejadian serupa tidak terulang kembali, IJTI NTB mendorong dilakukannya langkah pembinaan, menyusul diterapkannya sanksi tegas kepada oknum yang melakukan tindakan kekerasan atau bertindak diluar prosedur tugas.
Lihat Juga: Tingkatkan Kompetensi Jurnalis, PEPC JTB dan IJTI Gelar Uji Kompetensi Wartawan di Bojonegoro
(msd)
tulis komentar anda