5 Eks Napiter Ikuti Upacara HUT RI di Balai Kota Solo
Senin, 17 Agustus 2020 - 10:44 WIB
SOLO - Lima eks narapidana terorisme ( napiter ) mengikuti upacara Peringatan HUT RI ke-75 di Balai Kota Solo, Senin (17/8/2020). Mereka dengan khidmat mengikuti prosesi upacara hingga selesai.
Lima eks napiter yang mengikuti upacara adalah ABS, CM, BY, ketiganya warga Solo; PM, eks napiter Sragen, dan MM eks napiter Karanganyar. Mereka terlihat gembira. Setelah menjalani hukuman, secara berlahan mereka bisa kembali hidup normal di tengah tengah masyarakat.
"Selain sebagai upaya memupuk nasionalisme, kehadiran eks napiter menjadi simbol kembalinya mereka ke NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata Deputi Komunikasi dan Informasi, Badan Intelijen Negara (BIN), Dr Wawan Hari Purwanto usai upacara HUT RI ke-75 di Balai Kota Solo , Senin (17/8/2020).
Penanganan radikalisme harus dilaksanakan dari hulu hingga hilir dan melibatkan semua pihak. Selain pemerintah, masyarakat juga harus berperan aktif dalam menerima kembali para eks napiter. Mengucilkan eks napiter dan keluarganya justru akan semakin membuat mereka masuk ke dalam lingkaran kekerasan dan dapat kembali menjadi teroris. Masyarakat dihimbau untuk berperan aktif menangkal radikalisme yang saat ini terus berkembang, utamanya di tengah pandemi COVID-19.
Selain itu, semua pihak juga diharapkan mampu mengimplementasikan semangat toleransi, nilai kebangsaan dan konsep beragama sesuai tuntunan masing masing. Ditegaskannya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk terus memerangi paham radikal dan terorisme. Pasalnya, radikalisme dan terorisme semakin hari semakin berkembang.
Bahkan, kelompok teror di Indonesia sudah banyak melibatkan anak-anak maupun perempuan. Berkaca pada kasus Bom Surabaya tahun 2018, terdapat perubahan pola serangan teror yang awalnya dilakukan secara tunggal menjadi dilakukan secara komunal. Bahkan, pelaku teror kini sudah berani menyasar pejabat negara seperti penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto pada 2019.
Dengan demikian, diperlukan strategi kontra terorisme untuk menangkal aksi tersebut, salah satunya melalui program deradikalisasi yang menyasar kalangan narapidana terorisme (napiter) maupun eks napiter. Deradikalisasi merupakan upaya menetralisir pemikiran radikal pelaku teror, dari yang awalnya radikal menjadi tidak radikal.(Baca juga : Kasus Penyerangan di Solo: 5 Tersangka, 2 Diperiksa )
Kegiatan deradikalisasi juga menjadi sangat penting dilakukan di tengah ancaman serangan narasi terorisme yang banyak menyebar lewat internet. Proses deradikalisasi bertujuan untuk merehabilitasi dan mereintegrasi eks napiter kembali ke masyarakat. Program tersebut dilaksanakan secara terpadu oleh sejumlah kementerian dan lembaga terkait serta melibatkan partisipasi publik.
Dalam praktiknya, proses deradikalisasi menemui sejumlah kendala. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah adanya penolakan masyarakat terhadap eks napiter hingga tuduhan belum optimalnya deradikalisasi.
“Padahal, banyak eks napiter yang telah hidup normal bahkan menjadi duta anti terorisme. Minimnya informasi yang beredar di masyarakat tersebut pada gilirannya telah membentuk persepsi negatif terhadap kebijakan penanganan terorisme,” urainya.(Baca juga : Polisi Bersenjata Lengkap Razia Kantong Kelompok Intoleran di Solo )
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011, Badan Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. Dalam hal ini, BIN berkepentingan untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasinonal, termasuk terlibat dalam proses rehabilitasi eks napiter agar kembali mengakui NKRI dan dapat kembali diterima masyarakat luas. Keberhasilan rehabilitasi mantan tahanan teroris memiliki arti penting bagi keamanan nasional maupun internasional.
Selain itu, rehabilitasi eks napiter merupakan upaya internasional. memanusiakan manusia sekaligus upaya memberikan kesempatan kedua untuk menebus kesalahannya di masa lalu. Bersama dengan instansi negara lainnya, BIN bekerja keras untuk melakukan rehabilitasi terhadap eks mapiter.
Lima eks napiter yang mengikuti upacara adalah ABS, CM, BY, ketiganya warga Solo; PM, eks napiter Sragen, dan MM eks napiter Karanganyar. Mereka terlihat gembira. Setelah menjalani hukuman, secara berlahan mereka bisa kembali hidup normal di tengah tengah masyarakat.
"Selain sebagai upaya memupuk nasionalisme, kehadiran eks napiter menjadi simbol kembalinya mereka ke NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," kata Deputi Komunikasi dan Informasi, Badan Intelijen Negara (BIN), Dr Wawan Hari Purwanto usai upacara HUT RI ke-75 di Balai Kota Solo , Senin (17/8/2020).
Penanganan radikalisme harus dilaksanakan dari hulu hingga hilir dan melibatkan semua pihak. Selain pemerintah, masyarakat juga harus berperan aktif dalam menerima kembali para eks napiter. Mengucilkan eks napiter dan keluarganya justru akan semakin membuat mereka masuk ke dalam lingkaran kekerasan dan dapat kembali menjadi teroris. Masyarakat dihimbau untuk berperan aktif menangkal radikalisme yang saat ini terus berkembang, utamanya di tengah pandemi COVID-19.
Selain itu, semua pihak juga diharapkan mampu mengimplementasikan semangat toleransi, nilai kebangsaan dan konsep beragama sesuai tuntunan masing masing. Ditegaskannya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk terus memerangi paham radikal dan terorisme. Pasalnya, radikalisme dan terorisme semakin hari semakin berkembang.
Bahkan, kelompok teror di Indonesia sudah banyak melibatkan anak-anak maupun perempuan. Berkaca pada kasus Bom Surabaya tahun 2018, terdapat perubahan pola serangan teror yang awalnya dilakukan secara tunggal menjadi dilakukan secara komunal. Bahkan, pelaku teror kini sudah berani menyasar pejabat negara seperti penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto pada 2019.
Dengan demikian, diperlukan strategi kontra terorisme untuk menangkal aksi tersebut, salah satunya melalui program deradikalisasi yang menyasar kalangan narapidana terorisme (napiter) maupun eks napiter. Deradikalisasi merupakan upaya menetralisir pemikiran radikal pelaku teror, dari yang awalnya radikal menjadi tidak radikal.(Baca juga : Kasus Penyerangan di Solo: 5 Tersangka, 2 Diperiksa )
Kegiatan deradikalisasi juga menjadi sangat penting dilakukan di tengah ancaman serangan narasi terorisme yang banyak menyebar lewat internet. Proses deradikalisasi bertujuan untuk merehabilitasi dan mereintegrasi eks napiter kembali ke masyarakat. Program tersebut dilaksanakan secara terpadu oleh sejumlah kementerian dan lembaga terkait serta melibatkan partisipasi publik.
Dalam praktiknya, proses deradikalisasi menemui sejumlah kendala. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah adanya penolakan masyarakat terhadap eks napiter hingga tuduhan belum optimalnya deradikalisasi.
“Padahal, banyak eks napiter yang telah hidup normal bahkan menjadi duta anti terorisme. Minimnya informasi yang beredar di masyarakat tersebut pada gilirannya telah membentuk persepsi negatif terhadap kebijakan penanganan terorisme,” urainya.(Baca juga : Polisi Bersenjata Lengkap Razia Kantong Kelompok Intoleran di Solo )
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011, Badan Intelijen Negara merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional. Dalam hal ini, BIN berkepentingan untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasinonal, termasuk terlibat dalam proses rehabilitasi eks napiter agar kembali mengakui NKRI dan dapat kembali diterima masyarakat luas. Keberhasilan rehabilitasi mantan tahanan teroris memiliki arti penting bagi keamanan nasional maupun internasional.
Selain itu, rehabilitasi eks napiter merupakan upaya internasional. memanusiakan manusia sekaligus upaya memberikan kesempatan kedua untuk menebus kesalahannya di masa lalu. Bersama dengan instansi negara lainnya, BIN bekerja keras untuk melakukan rehabilitasi terhadap eks mapiter.
(nun)
tulis komentar anda