Kepala BNPT: Edukasi Kunci Berantas Sel Jaringan Terorisme
Jum'at, 09 Februari 2024 - 17:09 WIB
“Ini merupakan bentuk edukasi kepada publik dan upaya pencegahan dini. Edukasi merupakan kata kunci untuk memberantas sel-sel jaringan terorisme," ujarnya.
Kepala BNPT optimistis, bila hal tersebut bisa dilakukan, bangsa Indonesia akan semakin aman, damai, lestari. Juga tercipta kasih sayang, cinta tanah air, jauh dari intoleransi, jauh kekerasan maupun ideologi kekerasan yang ingin memaksakan kehendak yang diaggapnya paling benar.
“Karena bahan baku utama radikal terorisme adalah intoleransi, Oleh sebab itu segala bentuk ancaman intoleransi harus diberi counternya. Karena tidak ada keagamaan yang mengajarkan kekerasan, dan orang yang terpapar itu adalah korban. Korban yang tertipu oleh yang salah menafsirkan dalam sudut pandang yang kecil. Dan ini adalah menjadi tanggung jawab kita bersama tak hanya BNPT namun masyarakat secara luas," tegas alumni Akpol tahun 1988 ini.
Dia menjelaskan, radikalisme terorisme ini menyerang keyakinan, bukan keinginan. Sehingga pelakunya memiliki kecenderungan keras kepala dan susah untuk diajak kembali kepemikiran yang moderat.
Ia menegaskan bahwa ini tantangan berupa lack of ideology education perlu diberantas dengan wawasan kebangsaan. Penerus bangsa perlu diberi ilmu pengetahuan yang massif, dan terstruktur didampingi nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan kebudayaan, kebangsaan, kenusantaraan, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Kepala BNPT mengatakan, dari hasil Hasil penelitian Setara Institute dari tahun 2016-2023 telah terjadi peningkatan proses radikalisasi yang masif menyasar tiga pihak yang dianggapnya sangat rentan, yaitu remaja, perempuan, dan anak-anak.
“Ketiga pihak ini sangat rentan karena strategi propaganda paham radikal terorisme berganti, dari awalnya menggunakan hard approach secara langsung, kini menjadi soft approach di berbagai platform media daring,” ujar mantan Kapolda Jateng dan Kapolda Sumut ini.
Ketiga pihak ini menurutnya sangat mudah dibujuk dengan menggunakan narasi yang dibalut atribut-atribut keagamaan.
Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Roedy Widodo menambahkan, silaturahmi ini adalah upaya untuk merawat komunikasi, bertukar informasi dan pengalaman, serta berdiskusi tentang kendala yang terjadi selama bertugas mencegah paham ideologi kekerasan radikal berbasis kekerasan yang mengarah kepada terorisme.
“Harapannya kegiatan ini dapat menjadi ajang memperkuat bisa sharing dengan pak Kepala BNPT, karena beliau menyampaikan strategis, taktis dan daya dorong luar biasa," ujar Roedy Widodo.
Kepala BNPT optimistis, bila hal tersebut bisa dilakukan, bangsa Indonesia akan semakin aman, damai, lestari. Juga tercipta kasih sayang, cinta tanah air, jauh dari intoleransi, jauh kekerasan maupun ideologi kekerasan yang ingin memaksakan kehendak yang diaggapnya paling benar.
“Karena bahan baku utama radikal terorisme adalah intoleransi, Oleh sebab itu segala bentuk ancaman intoleransi harus diberi counternya. Karena tidak ada keagamaan yang mengajarkan kekerasan, dan orang yang terpapar itu adalah korban. Korban yang tertipu oleh yang salah menafsirkan dalam sudut pandang yang kecil. Dan ini adalah menjadi tanggung jawab kita bersama tak hanya BNPT namun masyarakat secara luas," tegas alumni Akpol tahun 1988 ini.
Dia menjelaskan, radikalisme terorisme ini menyerang keyakinan, bukan keinginan. Sehingga pelakunya memiliki kecenderungan keras kepala dan susah untuk diajak kembali kepemikiran yang moderat.
Ia menegaskan bahwa ini tantangan berupa lack of ideology education perlu diberantas dengan wawasan kebangsaan. Penerus bangsa perlu diberi ilmu pengetahuan yang massif, dan terstruktur didampingi nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan kebudayaan, kebangsaan, kenusantaraan, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Kepala BNPT mengatakan, dari hasil Hasil penelitian Setara Institute dari tahun 2016-2023 telah terjadi peningkatan proses radikalisasi yang masif menyasar tiga pihak yang dianggapnya sangat rentan, yaitu remaja, perempuan, dan anak-anak.
“Ketiga pihak ini sangat rentan karena strategi propaganda paham radikal terorisme berganti, dari awalnya menggunakan hard approach secara langsung, kini menjadi soft approach di berbagai platform media daring,” ujar mantan Kapolda Jateng dan Kapolda Sumut ini.
Ketiga pihak ini menurutnya sangat mudah dibujuk dengan menggunakan narasi yang dibalut atribut-atribut keagamaan.
Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Roedy Widodo menambahkan, silaturahmi ini adalah upaya untuk merawat komunikasi, bertukar informasi dan pengalaman, serta berdiskusi tentang kendala yang terjadi selama bertugas mencegah paham ideologi kekerasan radikal berbasis kekerasan yang mengarah kepada terorisme.
“Harapannya kegiatan ini dapat menjadi ajang memperkuat bisa sharing dengan pak Kepala BNPT, karena beliau menyampaikan strategis, taktis dan daya dorong luar biasa," ujar Roedy Widodo.
Lihat Juga :
tulis komentar anda