Kisah Pilu Kehidupan Warga Bedeng di Bawah Jembatan Arteri Semarang

Minggu, 09 Agustus 2020 - 17:47 WIB
Kondisi kehidupan warga bedeng RT 5/RW 16 Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara. Foto/SINDOnews/Ahmad Antoni
SEMARANG - Serba sempit dan berhimpitan. Begitulah suasana yang tepat untuk menggambarkan kondisi kehidupan ratusan warga RT 5/RW 16 Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang .

Di perkampungan yang terdampak proyek normalisasi Banjir Kanal Timur (BKT) ini, ada 97 KK yang terdiri 332 jiwa. Mereka lekat dengan sebutan warga bedeng . Karena mereka menempati bedeng-bedeng (kamar) terbuat dari triplek yang hanya berukuran 2,5 x 4 meter persegi. (Baca juga: Keributan Massa di Pasar Kliwon Solo, Sejumlah Orang Terluka)



Bayangkan bagaimana rasanya jika dalam satu bedeng itu ditempati satu keluarga terdiri suami istri, kakek-nenek dan lima anak. Bagaimana bisa bisa menikmati tidur dengan nyaman. Apalagi bedeng-bedeng mereka berada di bawah jembatan arteri yang setiap harinya dilintasi kendaraan berat.

Namun mereka yang rata-rata sudah tinggal lebih dari satu tahun seakan sudah terbiasa menyelami kehidupan di bawah kolong jembatan. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 yang hingga kini masih menyebar secara masif. (Baca juga: Kapolresta Kena Pukul Pelaku Penyerangan di Pasar Kliwon Solo)



Juwariyah (45), salah seorang warga memiliki cerita sendiri selama menetap di rumah bedeng. Ia bersama suami dan kedua anaknya sudah 1,5 tahun tinggal di rumah bedeng. Meski sudah terbiasa, Juwariyah harus berjibaku memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Pasalnya, sang suami sedang mengalami sakit sehingga tak bisa mencari nafkah. (Baca juga: Terduga Pengedar Narkoba Meninggal Usai Diperiksa di Polresta Barelang)



“Suami saya sakit kakinya patah sudah 1,5 tahun tak melaut. Sehingga saya harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan jualan di warung,” ungkap Juwariyah kepada SINDOnews, Minggu(9/8/2020). Soal tidur, mereka terbisa umpel-umpelan (berdesak-desakan). "Kalau tidur jam 10 malam. Awalnya sempat takut karena kepikiran tertimpa kendaraan dari atas jembatan," ungkapnya.

Sementara warga lainnya bernama Solikatun (40) mempunyai cerita yang kurang mengenakkan ketika harus antre untuk sekadar mandi dan buang air besar (BAB). "Saat mau mandi apalagi buang air besar harus antre hingga setengah jam lebih. Bagaimana kalau kebelet (tak bisa menahan). Waktu pas lagi di dalam kamar mandi pernah digedor-gedor karena mungkin terlalu lama," kata imbuh ibu dua anak ini.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More