Kisah Pilu Kehidupan Warga Bedeng di Bawah Jembatan Arteri Semarang

Minggu, 09 Agustus 2020 - 17:47 WIB
Sisi lain, ia mengkhawatirkan kondisi kesehatan anak-anaknya selama tinggal di rumah bedeng yang minim sirkulasi udara. "Selama disini anak saya pernah ngalami sakit TBC, padahal sebelumnya enggak pernah. Tapi Alhamdulillah sudah sembuh. Dan sekarang sudah terbiasa hidup disini. Adanya kereta kelinci setidaknya bisa jadi hiburan anak, kalau nggak ada ya bisa stres," ungkapnya.



Lantas bagaimana para orang tua memenuhi kebutuhan biologisnya? Ketua RT 5/16 Tambakrejo, Rohmadi mengutarakan hal itu tergantung pandai-pandainya orang tua mengatur waktu dan kondisi.

“Kalau mau memenuhi hasrat itu ya pandai-pandainya kita kondisikan. Nyolong-nylong waktu sithik (curi-curi waktu sedikit),” ucap Rohmadi tersenyum. Bukan bermaksud tabu, namun kebutuhan biologis orang tua, apalagi yang masih cukup muda pasti tak terelakkan. Di sisi lain, mereka mengalami keterbatasan tempat.

Artinya, pendidikan seks bagi anak-anak begitu penting. Apalagi mereka tinggal di rumah bedeng, yang notabene menggunakan fasilitas umum seperti kamar mandi, toilet, tempat main, jemuran, dapur secara bersama-sama. Untuk memenuhi ratusan warga sebanyak itu, hanya ada sembilan kamar mandi di rumah bedeng di bawah jembatan arteri.

Meski masih anak-anak, namun mereka harus diberikan pengertian bahwa secara kodrat ada laki-laki dan perempuan. Masing-masing memiliki aurat yang tak boleh dilihat atau dipegang orang lain. Bahkan orang tua pun tak boleh memegang saat mereka dewasa kelak. Kecuali ada alasan tertentu, seperti sakit.

Hal itu mesti ditanamkan, jika tidak maka bisa saja ada kejadian bullying yang mengarah ke kekerasan seksual. Rohmadi pun kemudian mengajak anak-anak untuk bergabung di Tempat Pendidikan AlQuran (TPQ) di masjid yang berada di sekitar lokasi. Prosesnya memang panjang. Namun saat ini ada 120 santri yang tercatat.

Bermula dari pendidikan membaca Iqra (alif ba ta) kemudian berlanjut ke mendidik akidah dan norma-norma di kehidupan. Omongan kasar anak-anak mulai hilang, kata-kata umpatan juga tak lagi terdengar. "Kami bersyukur. Anak-anak sudah mapan. Ini harus kami jaga terus," ujarnya.
(shf)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More