Kisah Oei Tiong Ham, Raja Gula Nusantara Crazy Rich Pertama Asia Tenggara

Sabtu, 28 Oktober 2023 - 07:08 WIB
Oei Tiong Ham, Raja Gula Nusantara konglomerat pertama di Asia Tenggara. Foto/Istimewa
Sosok Oei Tiong Ham mungkin terdengar asing bagi sebagian orang yang hidup di era modern ini. Padahal, namanya pernah begitu disegani dalam dunia bisnis tempo dulu. Tak tanggung-tanggung, pada masa itu dia termasuk dalam jajaran orang terkaya di dunia.

Bahkan, Oei Tiong Ham juga disebut sebagai Konglomerat pertama di Asia Tenggara. Alhasil, namanya tersohor di empat benua, Eropa, Amerika, Asia dan Australia. Namun tidak banyak yang mengingatnya kini.

Dia adalah Raja Gula dari Semarang Oei Tiong Ham, anak seorang pelarian pelaku pemberontakan Taiping (1851-1854) Oei Tjie Sien dan imigran China peranakan di Indonesia masa Hindia Belanda, tetapi juga kebangkrutannya akibat badai Revolusi Indonesia.



Oei Tiong Ham adalah putra sulung pasangan Oei Tjie Sien dan Tjun Bien Nio. Dia lahir di Semarang pada 1866. Kendati lahir dari keluarga China kaya, Oei Tiong Ham tidak pernah mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda dan Inggris.



Satu-satunya pendidikan yang ditempuhnya adalah sekolah China (Hokkian) di Semarang yang banyak mengajarkan kesusastraan dan berhitung. Di kelasnya, dia dikenal sebagai murid yang pandai dan mempunyai pengetahuan cukup luas.



Meski tidak pernah masuk sekolah Belanda dan Inggris, faktanya Oei Tiong Ham bisa menulis kedua bahasa asing itu dengan lancar dan benar. Pengetahuan bahasa Belanda dan Inggris-nya itu didapatkan dari pelajaran private di rumahnya.

Sebagai keluarga pedagang China keturunan yang sangat kaya, keluarga Oei Tiong Ham memiliki persinggungan yang erat dengan sejumlah pejabat penting Belanda. Persinggungan ini mengakibatkan terasimilasinya kebudayaan Belanda pada keluarganya.



Tetapi karena sekolah-sekolah Belanda tidak mau atau menolak murid orang China, keluarga Oei Tiong Ham terpaksa memanggil dan membayar para guru Belanda dan Inggris untuk mengajari anak-anak mereka di rumah mereka secara private.

Pendidikan Belanda baru bisa dinikmati oleh orang-orang China keturunan pada akhir tahun 1870 saat masuknya sekolah misi gereja. Periode ini disebut juga sebagai era lahirnya kelompok China peranakan yang tahu bahasa dan kebudayaan Belanda.

Pada 1884, saat Oei Tiong Ham berusia 18 tahun, dia dinikahkan ayahnya kepada seorang China peranakan yang hidupnya cukup mapan bernama Goei Bing Nio. Dari istri pertamanya itu, dia dikaruniai dua orang anak, Oei Tjong Lan dan Oei Hui Lan.

Sampai akhir abad ke-19, orang-orang China peranakan tidak diizinkan berpakaian layaknya orang Eropa seperti memakai jas dan pantolan atau berpakaian lengkap. Jika ada orang China berani memakai pakaian itu, maka akan disanksi denda.



Peraturan itu jelas sangat menghina orang China dan Oei Tiong Ham. Berbeda dengan watak ayahnya yang kolot dan sangat berhati-hati, Oei Tiong Ham berpikiran modern dan berani. Dia tidak mau berpakaian dan berambut kepang/kuncir orang China.

Pada 1889, melalui pengacaranya Baron CW van Heckeren, dia mengajukan petisi untuk diizinkan memotong taocang/kepangnya dan berpakaian menurut gaya Eropa. Petisi ini dikabulkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Dengan dikabulkannya petisi itu, Oei Tiong Ham menjadi orang China-Jawa pertama yang memakai pakaian ala Eropa di Semarang. Baru pada 1905, orang China akhirnya dibebaskan berpakaian tanpa harus meminta izin terlebih dahulu.

Namun, setahun sebelumnya pada 1904, para pegawainya di Kian Gwan telah mengikuti gaya berpakaiannya. Kebangkitan Oei Tiong Ham dalam dunia bisnis sangat cepat, bahkan sanggup melampaui prestasi yang pernah ditorehkan oleh ayahnya.



Oei Tiong Ham mulai nyempung secara total dalam dunia bisnis pada 1890, ketika usianya baru menginjak 24 tahun. Bakatnya dalam menjalankan bisnis dituruni dari ayahnya Oei Tjie Sien. Dengan tekun, Oei Tiong Ham belajar kepada ayahnya.

Keberhasilannya yang pertama dalam berdagang adalah dengan berjualan candu. Bisnis ini dijalankannya pada 1886. Saat itu, Oei Tiong Ham diangkat sebagai letnan di bawah sistem Perwira China Bhe Kwat King di Semarang.

Baru pada 1890 pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor Tituler. Dia menduduki jabatan itu hingga 13 tahun sampai 1903. Dengan jabatan itu (Selain karena kecakapannya), Oei Tiong Ham mendapatkan banyak kemudahan dan keberhasilan menjual candu.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More