Para Pelajar Harus Pahami Etika saat Interaksi di Internet
Jum'at, 14 April 2023 - 14:09 WIB
LOMBOK UTARA - Interaksi antarwarga dengan latar budaya berbeda, memunculkan standar baru tentang etika. Aktivitas di ruang digital dan menggunakan media digital sama, memerlukan standar etika. Pelajar di dunia digital tak berbeda dengan pengguna digital pada umumnya, harus memahami etika .
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Cabang Dinas Dikbud Lombok Utara Syaiful Akhyar mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber pada webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk komunitas pendidikan di Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (14/4/2023).
"Etika digital memiliki ruang lingkup yang mesti dijaga dan dijunjung tinggi setiap pengguna digital. Ruang lingkup etika, di antaranya terkait kesadaran melakukan sesuatu dan memiliki tujuan. Lalu, kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Syaiful Akhyar, menghindari tindakan plagiasi dan manipulasi (integritas), dan melakukan hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan.
Dalam webinar yang juga diikuti oleh siswa di sejumlah sekolah menengah atas di Lombok Utara itu, Syaiful berpesan agar pengguna digital menghindari muatan atau konten negatif yang banyak bertebaran di ruang digital.
Dia menyampaikan, jenis konten negatif menurut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), di antaranya melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoaks), penyebaran kebencian atau permusuhan berbasis SARA.
Meski begitu, jika menemukan konten negatif, maka sejumlah tindakan etis perlu dilakukan. ”Lakukan analisis dan verifikasi atas konten negatif. Tidak perlu mendistribusikan dan sebaiknya produksi konten positif yang bermanfaat,” tandas Syaiful.
Sementara itu, Kepala Balai Teknologi Informasi dan Data Pendidikan Dikbud NTB Agus Siswoaji Utomo menyatakan, konsep teknologi dan internet pada dasarnya membentuk bagaimana berinteraksi (perilaku, cara berpikir, berkomunikasi).
”Untuk itu, perlu etika sebagai seperangkat aturan dan ketentuan yang mengatur bagaimana budaya digital. Etika juga diperlukan dalam berpartisipasi, berkolaborasi, dan berkomunitas,” jelas Agus.
Sementara Inta Oceannia selaku key opinion leader pada webinar ini menegaskan, kreativitas dan kebebasan berekspresi di ruang digital harus diimbangi dengan kemampuan keamanan digital. Hal itu tak lepas dari fakta kejahatan dunia digital yang kini telah berkembang pesat, baik macam maupun warnanya.
”Misalnya ancaman online, penguntitan (stalking), penindasan dunia maya (cyber bullying), ujaran kebencian, peretasan, hacking, penipuan online, dan pembuatan profil akun palsu (fake account),” imbuhnya.
Hal itu disampaikan Kepala Kantor Cabang Dinas Dikbud Lombok Utara Syaiful Akhyar mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber pada webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk komunitas pendidikan di Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (14/4/2023).
"Etika digital memiliki ruang lingkup yang mesti dijaga dan dijunjung tinggi setiap pengguna digital. Ruang lingkup etika, di antaranya terkait kesadaran melakukan sesuatu dan memiliki tujuan. Lalu, kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya," ungkapnya.
Selanjutnya, kata Syaiful Akhyar, menghindari tindakan plagiasi dan manipulasi (integritas), dan melakukan hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan.
Dalam webinar yang juga diikuti oleh siswa di sejumlah sekolah menengah atas di Lombok Utara itu, Syaiful berpesan agar pengguna digital menghindari muatan atau konten negatif yang banyak bertebaran di ruang digital.
Dia menyampaikan, jenis konten negatif menurut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), di antaranya melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau pengancaman, penyebaran berita bohong (hoaks), penyebaran kebencian atau permusuhan berbasis SARA.
Meski begitu, jika menemukan konten negatif, maka sejumlah tindakan etis perlu dilakukan. ”Lakukan analisis dan verifikasi atas konten negatif. Tidak perlu mendistribusikan dan sebaiknya produksi konten positif yang bermanfaat,” tandas Syaiful.
Sementara itu, Kepala Balai Teknologi Informasi dan Data Pendidikan Dikbud NTB Agus Siswoaji Utomo menyatakan, konsep teknologi dan internet pada dasarnya membentuk bagaimana berinteraksi (perilaku, cara berpikir, berkomunikasi).
”Untuk itu, perlu etika sebagai seperangkat aturan dan ketentuan yang mengatur bagaimana budaya digital. Etika juga diperlukan dalam berpartisipasi, berkolaborasi, dan berkomunitas,” jelas Agus.
Sementara Inta Oceannia selaku key opinion leader pada webinar ini menegaskan, kreativitas dan kebebasan berekspresi di ruang digital harus diimbangi dengan kemampuan keamanan digital. Hal itu tak lepas dari fakta kejahatan dunia digital yang kini telah berkembang pesat, baik macam maupun warnanya.
”Misalnya ancaman online, penguntitan (stalking), penindasan dunia maya (cyber bullying), ujaran kebencian, peretasan, hacking, penipuan online, dan pembuatan profil akun palsu (fake account),” imbuhnya.
(don)
tulis komentar anda