Polresta Denpasar Didesak Segera Telusuri Perusakan Rumah Joko Sugianto
Jum'at, 17 Juli 2020 - 23:55 WIB
DENPASAR - Polresta Denpasar diharapkan segera menelusuri perusakan rumah wartawan senior Joko Sugianto.Hal tersebut disampaikan Koordinator LBH KAI Bali Agus Samijaya saat ditemui di Polda Bali , Kamis (16/7/2020).
"Kita apresiasi gerak cepat penyidik Polda Bali, tapi kita sayangkan laporan klien kami di Polresta tidak ada progresnya," ujar Agus. Dia mengatakan, sudah 3 bulan lalu perusakan tersebut dilaporkan. Namun, hingga kini tidak ada progresnya sama sekali. Diketahui, rumah Joko Sugianto dibobol Minggu (12/4/2020) lalu. (Baca juga: Oknum Anggota TNI di Jatim Jadi Bandar Narkoba di Bali)
Rumah Joko yang berada di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak itu diklaim sebagai milik Wayan Padma. Sejak 3 bulan lalu, Wayan Padma menguasai dan keluar masuk rumah tersebut. Padahal, Joko membeli tanah itu dari Ketut Gede Pujiama pada 2010, lalu membangun rumah dua lantai dan menempatinya. (Baca juga: Bye bye, Senyum Sumringah Pembunuh Polisi di Bali ketika Dideportasi)
Kehadiran Agus di Polda Bali sendiri untuk mendampingi Joko sebagai saksi korban dari pelaporan pemalsuan kuitansi jual beli tanah Ketut Gede Pujiama oleh terlapor Wayan Padma. Kuitansi palsu itu menjadi dasar Padma membuat sertifikat tanah milik Pujiama, termasuk yang dijual kepada Joko Sugianto.
Dari hasil pendalaman oleh penyidik Polda Bali, kata Agus, terungkap bahwa kuitansi tertulis transaksi terjadi pada 10 Maret 1990, namun blanko kuitansi yang digunakan tahun 2000."Guna menghilangkan jejak angka dua dicoret," ungkapnya.
Tak itu saja, lanjut Agus, kejanggalan yang paling mencolok adalah penggunaan materai Rp6.000 yang baru beredar tahun 2006-2009. Padahal seharusnya, materai yang berlaku pada tahun 1990 adalah senilai Rp1.000.
Selain itu, juga ditelusuri Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) yang ditandatangani Kepala Dusun Batas Dukuh Sari dan Lurah Sesetan. Saksi-saksi di lapangan pun tidak pernah mengenal atau melihat Padma tinggal di tanah yang dilaporkan oleh Pujiama tersebut.
"Jadi, keterangan Sporadik yang digunakan untuk mengurus sertifikat pantas disebut palsu. Saksi-saksi menyatakan tanah di Gang Merak itu milik Pujiama," tegas Agus. Berdasar kuitansi yang diduga palsu itulah, dia meyakini kasus tersebut melibatkan oknum lintas profesi.
Oleh karena itu, Agus bersama LBH KAI Bali meminta Polda Bali segera menuntaskan perkara ini, agar korban tidak banyak berjatuhan.Harapan serupa ditujukan pada Polresta Denpasar untuk segera merampungkan laporan perusakan rumah Joko yang direbut Wayan Padma. "Kami di Tim LBH KAI juga sepakat meminta Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Bali turut turun tangan," ungkap mantan aktivis pergerakan mahasiswa ini.
Anggota LBH KAI Bali Anisa Defbi Mariana menambahkan, kasus mafia tanah diduga ini merugikan banyak pihak. "Indikasinya, terduga pelaku cepat-cepat mengalihkan hak tanah yang dirampas ke pihak lain melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Modus operandi ini untuk mengaburkan tindak kejahatanagar tidak terdeteksi aparat penegak hukum," tuturnya. Anisa berharap, kasus tersebut bisa segera diusut tuntas.
"Kita apresiasi gerak cepat penyidik Polda Bali, tapi kita sayangkan laporan klien kami di Polresta tidak ada progresnya," ujar Agus. Dia mengatakan, sudah 3 bulan lalu perusakan tersebut dilaporkan. Namun, hingga kini tidak ada progresnya sama sekali. Diketahui, rumah Joko Sugianto dibobol Minggu (12/4/2020) lalu. (Baca juga: Oknum Anggota TNI di Jatim Jadi Bandar Narkoba di Bali)
Rumah Joko yang berada di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak itu diklaim sebagai milik Wayan Padma. Sejak 3 bulan lalu, Wayan Padma menguasai dan keluar masuk rumah tersebut. Padahal, Joko membeli tanah itu dari Ketut Gede Pujiama pada 2010, lalu membangun rumah dua lantai dan menempatinya. (Baca juga: Bye bye, Senyum Sumringah Pembunuh Polisi di Bali ketika Dideportasi)
Kehadiran Agus di Polda Bali sendiri untuk mendampingi Joko sebagai saksi korban dari pelaporan pemalsuan kuitansi jual beli tanah Ketut Gede Pujiama oleh terlapor Wayan Padma. Kuitansi palsu itu menjadi dasar Padma membuat sertifikat tanah milik Pujiama, termasuk yang dijual kepada Joko Sugianto.
Dari hasil pendalaman oleh penyidik Polda Bali, kata Agus, terungkap bahwa kuitansi tertulis transaksi terjadi pada 10 Maret 1990, namun blanko kuitansi yang digunakan tahun 2000."Guna menghilangkan jejak angka dua dicoret," ungkapnya.
Tak itu saja, lanjut Agus, kejanggalan yang paling mencolok adalah penggunaan materai Rp6.000 yang baru beredar tahun 2006-2009. Padahal seharusnya, materai yang berlaku pada tahun 1990 adalah senilai Rp1.000.
Selain itu, juga ditelusuri Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) yang ditandatangani Kepala Dusun Batas Dukuh Sari dan Lurah Sesetan. Saksi-saksi di lapangan pun tidak pernah mengenal atau melihat Padma tinggal di tanah yang dilaporkan oleh Pujiama tersebut.
"Jadi, keterangan Sporadik yang digunakan untuk mengurus sertifikat pantas disebut palsu. Saksi-saksi menyatakan tanah di Gang Merak itu milik Pujiama," tegas Agus. Berdasar kuitansi yang diduga palsu itulah, dia meyakini kasus tersebut melibatkan oknum lintas profesi.
Oleh karena itu, Agus bersama LBH KAI Bali meminta Polda Bali segera menuntaskan perkara ini, agar korban tidak banyak berjatuhan.Harapan serupa ditujukan pada Polresta Denpasar untuk segera merampungkan laporan perusakan rumah Joko yang direbut Wayan Padma. "Kami di Tim LBH KAI juga sepakat meminta Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah Bali turut turun tangan," ungkap mantan aktivis pergerakan mahasiswa ini.
Anggota LBH KAI Bali Anisa Defbi Mariana menambahkan, kasus mafia tanah diduga ini merugikan banyak pihak. "Indikasinya, terduga pelaku cepat-cepat mengalihkan hak tanah yang dirampas ke pihak lain melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Modus operandi ini untuk mengaburkan tindak kejahatanagar tidak terdeteksi aparat penegak hukum," tuturnya. Anisa berharap, kasus tersebut bisa segera diusut tuntas.
(shf)
tulis komentar anda