Misteri Batu Berlubang Peninggalan Kerajaan Minangkabau
Senin, 06 Maret 2023 - 05:11 WIB
Bagi masyarakat Minangkabau, Datuk Parpatih Nan Sabatang, dan Datuk Ketumanggungan martabatnya jauh lebih tinggi dari kedudukan seorang raja. Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id disebutkan, seorang ahli sejarah, Pitano menyebut, dari bait kedua prasasti pada bagian belakang arca Amogapasa, antara tokoh adat Datuk Perpatih Nan Sabatang, dengan tokoh Dewa Tuhan Parpatih yang tertulis pada arca itu adalah satu tokoh yang sama.
Pada prasasti itu tokoh Dewa Tuhan Parpatih, sebagai salah seorang terkemuka dari Raja Adityawarman yaitu salah seorang menterinya. Jadi tokoh Dewa Tuhan yang ada pada prasasti yang terdapat di Padang. Candi itu adalah sama dengan Datuk Parpatih Sabatang.
Datuk Perpatih Nan Sebatang, merupakan salah seorang tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, karena namanya juga tertulis pada salah satu prasasti sebagai peninggalan sejarah.
Dikatakan dalam Tambo, bahwa sebagai tanda persetujuan antara Datuk Perpatih Nan Sabatang, dengan Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu, hal ini sebagai peringatan bagi anak cucunya dikemudian hari. Sebelum peristiwa itu terjadi, kedua tokoh adat itu terjadi kesalah pahaman.
Situs ini merupakan Medan Nan Bapaneh yang ditengahnya terdapat Batu Batikam. Medan nan bapaneh berupa susunan batu sandar yang terdiri dari batu sandar dan landasan untuk duduk.
Susunan batu sandar tersebut diletakkan di tanah sehingga membentuk denah persegi. Batu sandar ini terbuat dari batu andesit. Batu tersebut telah mengalami sedikit pengerjaan.
Medan Nan Bapaneh, yaitu tempat duduk bermusyawarah dalam masyarakat Minangkabau yang sudah mulai berkembang pada zaman pra sejarah, khususnya di zaman berkembangnya tradisi menhir di Minangkabau, dan keadaan ini sudah berlangsung semenjak sebelum abad masehi.
Ketika sekelompok nenek moyang telah menemukan tempat bermukim, yang pertama-tama ditetapkan atau dicari adalah suatu lokasi yang dinamakan gelanggang. Di gelanggang ini dilakukan upacara, yaitu semacam upacara selamatan untuk menghormati kepala suku atau pemimpin rombongan yang telah membawa mereka ke suatu tempat bermukim.
Pada prasasti itu tokoh Dewa Tuhan Parpatih, sebagai salah seorang terkemuka dari Raja Adityawarman yaitu salah seorang menterinya. Jadi tokoh Dewa Tuhan yang ada pada prasasti yang terdapat di Padang. Candi itu adalah sama dengan Datuk Parpatih Sabatang.
Datuk Perpatih Nan Sebatang, merupakan salah seorang tokoh historis dalam sejarah Minangkabau, karena namanya juga tertulis pada salah satu prasasti sebagai peninggalan sejarah.
Dikatakan dalam Tambo, bahwa sebagai tanda persetujuan antara Datuk Perpatih Nan Sabatang, dengan Datuk Ketumanggungan, Datuk Perpatih Nan Sabatang menikamkan kerisnya kepada sebuah batu, hal ini sebagai peringatan bagi anak cucunya dikemudian hari. Sebelum peristiwa itu terjadi, kedua tokoh adat itu terjadi kesalah pahaman.
Situs ini merupakan Medan Nan Bapaneh yang ditengahnya terdapat Batu Batikam. Medan nan bapaneh berupa susunan batu sandar yang terdiri dari batu sandar dan landasan untuk duduk.
Susunan batu sandar tersebut diletakkan di tanah sehingga membentuk denah persegi. Batu sandar ini terbuat dari batu andesit. Batu tersebut telah mengalami sedikit pengerjaan.
Medan Nan Bapaneh, yaitu tempat duduk bermusyawarah dalam masyarakat Minangkabau yang sudah mulai berkembang pada zaman pra sejarah, khususnya di zaman berkembangnya tradisi menhir di Minangkabau, dan keadaan ini sudah berlangsung semenjak sebelum abad masehi.
Ketika sekelompok nenek moyang telah menemukan tempat bermukim, yang pertama-tama ditetapkan atau dicari adalah suatu lokasi yang dinamakan gelanggang. Di gelanggang ini dilakukan upacara, yaitu semacam upacara selamatan untuk menghormati kepala suku atau pemimpin rombongan yang telah membawa mereka ke suatu tempat bermukim.
tulis komentar anda