Tampil Nyeker Sita Perhatian Juri dan Penonton
A
A
A
SURABAYA - Dua lagu daerah samarsamar terdengar dari luar gedung mana-jemen di Kampus C Universitas Airlangga (Unair) siang kemarin.
Mereka yang mendengar penasaran ingin melihat siapa yang membawakan lagu Cingcangkeling dan Yamko Rambe Yamko tersebut. Ternyata mahasiswa Tim Paduan Suara Universitas Airlangga (PSUA) yang tengah unjuk kebolehan di lantai satu. PSUA kemarin disambut segenap sivitas akademika Unair setelah mengharumkan nama kampus, bahkan nama bangsa di kancah internasional.
Mereka menyabet juara I kategori folksong choir , juara III kategori early music , dan juara IV kategori mixed choir pada kompetisi The 14th International Choir Festival Tallin (ICFT) 2015 di Tallin, Estonia, 23-25 April 2015. PSUA di bawah besutan music director Yosafat Rannu Leppong ini berhasil menyisihkan 11 tim paduan suara lain dari Jerman, Estonia, Finlandia, Latvia, Lituania, Norwegia, Austria dan lainnya.
Prestasi ini patut dibanggakan lantaran PSUA satu-satunya wakil Indonesia, bahkan delegasi tunggal untuk Asia pada ICFT itu. ”Setelah menang, tahun 2017 kita diundang lagi. Kita harus mulai persiapan sejak sekarang,” kata Pembina PSUA Marcellino Rudianto di selasela penyambutan.
Marcellino menilai ICFT benar-benar event bergengsi. Jurinya dari lintas negara. Ada Jerman, Australia, India, Italia dan lainnya. Namun, PSUA mampu mendapatkan tiga juara dari kategori folksong choir, early music, dan mixed choir. Lebih membanggakan lagi, pada event yang sama, PSUA mampu menembus babak utama Grand Prix bersama lima tim paduan suara lain.
Di antaranya, Youth Male Choir Estonian National Opera, Segakoor HUIK Estonia, Adolf Fredik’s Church Sweden, Kampiun Laulu Finland, dan Girl’s Choir Kamerhaaled Estonia. Juara-juara yang diraih patut dibanggakan. Kategori folksong choir merupakan kategori lagu rakyat, kategori early music sebelum musik klasik. Khusus kategori mixed choir , meski juara IV, tetap membanggakan.
Pada kategori ini juri tidak menetapkan juara satu karena tidak ada satu pun peserta yang memenuhi kriteria untuk kategori yang satu ini. ”Yang membanggakan karena sulit memenangkan kategori folksong choir karena pesertanya paling banyak. PSUA satu-satunya paduan suara non-Eropa sekaligus satu-satunya dari Asia dan bisa menang,” ulas Marcelinno disusul tepuk tangan mereka yang ikut menyambut.
Ada pengalaman menarik ketika PSUA tampil, yakni tampil nyeker alias tanpa alas sepatu. Padahal, suhu di Estonia kurang dari minus 10 derajat Celsius. Keberadaan pemanas suhu dalam ruangan cukup membantu mereka.
Meski demikian, tampilan ekstrem itu sempat membuat waswas Elias Ginting, Duta Besar Indonesia untuk Finlandia, maupun Sekretaris I Pensosbud Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Helsinki, Made P Sentanajaya. Didera suhu dingin tak menghalangi PSUA membawakan 12 lagu daerah di Tanah Air.
Perpaduan gerak dan lagu membuat penonton maupun juri bak terhipnotis. PSUA menampilkan Janger, Tari Saman, Cingcangkeling, dan Yamko Rambe Yamko. ”Mungkin bagi orang Eropa kita ini aneh karena kita tampil nyeker . Bagi mereka ini aneh. Dubes di sana kuatir kesehatan anak-anak karena suhu di bawah minus 6 derajat,” aku Marcellino.
Hambatan lain yang dijumpai PSUA, yakni postur anggotanya yang kecil, berbeda dengan orang Eropa yang tinggi besar. Marcellino bangga melihat anggota PSUA yang mendapatkan pengalaman baru. Utamanya bahasa asing yang dipelajari dari peserta negara lain.
”Sukses seperti ini mendatangkan konsekuensi. Semakin sering menang semakin banyak dilihat orang. Selama ini konser besar selalu kehabisan tempat duduk karena habis dipesan,” tutur Marcellino. Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PSUA Maria Charlin Noris Reswa merinci ada 40 orang dalam rombongan. ”Dalam rombongan ini termasuk 2 pembina, 2 ofisial, 1 konduktor, dan 35 penyanyi,” beber mahasiswa FISIP Prodi Administrasi Negara ini.
Dengan mimik wajah semringah, Maria menuturkan, timnya mengikuti empat dari enam kategori yang ada. ”Peserta bebas memilik kategori. Kita ikut saja kategori yang dipilih konduktor,” ulasnya. Wakil Rektor II Prof M Nasih menjanjikan memberikan apresiasi. Bukan saja pada UKM seperti yang sudah berlangsung selama ini, melainkan juga mahasiswa secara personal.
Namun, apresiasi itu belum diputuskan lantaran masih akan dibicarakan. ”Yang harumkan Unair di kancah internasional maupun nasional perlu diberi penghargaan yang sepadan,” usul Nasih.
Soeprayitno
Mereka yang mendengar penasaran ingin melihat siapa yang membawakan lagu Cingcangkeling dan Yamko Rambe Yamko tersebut. Ternyata mahasiswa Tim Paduan Suara Universitas Airlangga (PSUA) yang tengah unjuk kebolehan di lantai satu. PSUA kemarin disambut segenap sivitas akademika Unair setelah mengharumkan nama kampus, bahkan nama bangsa di kancah internasional.
Mereka menyabet juara I kategori folksong choir , juara III kategori early music , dan juara IV kategori mixed choir pada kompetisi The 14th International Choir Festival Tallin (ICFT) 2015 di Tallin, Estonia, 23-25 April 2015. PSUA di bawah besutan music director Yosafat Rannu Leppong ini berhasil menyisihkan 11 tim paduan suara lain dari Jerman, Estonia, Finlandia, Latvia, Lituania, Norwegia, Austria dan lainnya.
Prestasi ini patut dibanggakan lantaran PSUA satu-satunya wakil Indonesia, bahkan delegasi tunggal untuk Asia pada ICFT itu. ”Setelah menang, tahun 2017 kita diundang lagi. Kita harus mulai persiapan sejak sekarang,” kata Pembina PSUA Marcellino Rudianto di selasela penyambutan.
Marcellino menilai ICFT benar-benar event bergengsi. Jurinya dari lintas negara. Ada Jerman, Australia, India, Italia dan lainnya. Namun, PSUA mampu mendapatkan tiga juara dari kategori folksong choir, early music, dan mixed choir. Lebih membanggakan lagi, pada event yang sama, PSUA mampu menembus babak utama Grand Prix bersama lima tim paduan suara lain.
Di antaranya, Youth Male Choir Estonian National Opera, Segakoor HUIK Estonia, Adolf Fredik’s Church Sweden, Kampiun Laulu Finland, dan Girl’s Choir Kamerhaaled Estonia. Juara-juara yang diraih patut dibanggakan. Kategori folksong choir merupakan kategori lagu rakyat, kategori early music sebelum musik klasik. Khusus kategori mixed choir , meski juara IV, tetap membanggakan.
Pada kategori ini juri tidak menetapkan juara satu karena tidak ada satu pun peserta yang memenuhi kriteria untuk kategori yang satu ini. ”Yang membanggakan karena sulit memenangkan kategori folksong choir karena pesertanya paling banyak. PSUA satu-satunya paduan suara non-Eropa sekaligus satu-satunya dari Asia dan bisa menang,” ulas Marcelinno disusul tepuk tangan mereka yang ikut menyambut.
Ada pengalaman menarik ketika PSUA tampil, yakni tampil nyeker alias tanpa alas sepatu. Padahal, suhu di Estonia kurang dari minus 10 derajat Celsius. Keberadaan pemanas suhu dalam ruangan cukup membantu mereka.
Meski demikian, tampilan ekstrem itu sempat membuat waswas Elias Ginting, Duta Besar Indonesia untuk Finlandia, maupun Sekretaris I Pensosbud Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Helsinki, Made P Sentanajaya. Didera suhu dingin tak menghalangi PSUA membawakan 12 lagu daerah di Tanah Air.
Perpaduan gerak dan lagu membuat penonton maupun juri bak terhipnotis. PSUA menampilkan Janger, Tari Saman, Cingcangkeling, dan Yamko Rambe Yamko. ”Mungkin bagi orang Eropa kita ini aneh karena kita tampil nyeker . Bagi mereka ini aneh. Dubes di sana kuatir kesehatan anak-anak karena suhu di bawah minus 6 derajat,” aku Marcellino.
Hambatan lain yang dijumpai PSUA, yakni postur anggotanya yang kecil, berbeda dengan orang Eropa yang tinggi besar. Marcellino bangga melihat anggota PSUA yang mendapatkan pengalaman baru. Utamanya bahasa asing yang dipelajari dari peserta negara lain.
”Sukses seperti ini mendatangkan konsekuensi. Semakin sering menang semakin banyak dilihat orang. Selama ini konser besar selalu kehabisan tempat duduk karena habis dipesan,” tutur Marcellino. Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) PSUA Maria Charlin Noris Reswa merinci ada 40 orang dalam rombongan. ”Dalam rombongan ini termasuk 2 pembina, 2 ofisial, 1 konduktor, dan 35 penyanyi,” beber mahasiswa FISIP Prodi Administrasi Negara ini.
Dengan mimik wajah semringah, Maria menuturkan, timnya mengikuti empat dari enam kategori yang ada. ”Peserta bebas memilik kategori. Kita ikut saja kategori yang dipilih konduktor,” ulasnya. Wakil Rektor II Prof M Nasih menjanjikan memberikan apresiasi. Bukan saja pada UKM seperti yang sudah berlangsung selama ini, melainkan juga mahasiswa secara personal.
Namun, apresiasi itu belum diputuskan lantaran masih akan dibicarakan. ”Yang harumkan Unair di kancah internasional maupun nasional perlu diberi penghargaan yang sepadan,” usul Nasih.
Soeprayitno
(ftr)