Di Atas KRI Arung Samudera Kami Bertaruh Nyawa
A
A
A
Selalu ada pengalaman menarik dan dianggap paling berkesan tatkala sebuah reuni digelar. Ini yang terlihat saat joy sailing atau berlayar bersama dalam rangka 19 tahun KRI Arung Samudra (Arsa) menjelajah dunia.
Ketika itu, tahun 1996, Mayor TNI Darwanto yang kini menjabat Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) dan berpangkat Laksamana Muda TNI, menjadi komandan KRI Arsa yang mengemban misi Operasi Sang Saka Jaya 1996. Kapal lawas dengan enam layar itu pun kembali menjadi saksi bisu atas kisah heroik yang kembali diulas tatkala menyusuri Selat Madura, kemarin.
Gerimis lembut yang sempat turun di pagi hari seakan menguatkan kisah hebat Darwanto berikut 16 awak KRI Arsa lainnya. Tuntas merenda kembali kisah lama di atas samudra, Darwanto sedikit membagi kenangannya, tidak lama setelah menuruni KRI Arsa. Didampingi sejumlah awak yang kala itu ikut berlayar, Darwanto yang didampingi istrinya, Ina Darwanto, mengulas beberapa kenangan yang telah dibukukan.
Buku bertajuk Bentangkan Layar Terjang Ombak dan Badai, tadi malam diluncurkan Darwanto di Gedung Panti Armada (PTA), Koarmatim, Ujung, Surabaya. “Kita sudah 19 tahun lalu laksanakan pelayaran keliling dunia. Hari ini (kemarin) nostalgia, menarik layar lagi, beri pelajaran layar pada yunior,” tutur Darwanto.
Selama joy sailing, semua mantan pengemban amanat Operasi Sang Saka Jaya 1996 benar-benar merasakan kembali cuilan atas suasana 19 tahun lalu. Ini setelah peserta joy sailing makan siang di atas KRI Arsa. Menu makan siang, seperti sayur asem berpadu tempe goreng, rempeyek, dan lalapan yang mampu menjadi bagian pembangkit kenangan. Belum lagi salat Zuhur disusul doa bersama di atas geladak kapal.
“Saat itu kita sangat susah di tengah laut, selalu dalam bahaya. Gelombang laut, badai menghantam kita sampai delapan meter tingginya. Kita semua saat itu nyaris terkubur di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik yang memiliki kedalaman 7.000 meter,” ucap Darwanto, lagi. Perwira tinggi dengan dua bintang di pundak ini juga mengisahkan masa sulit berlayar selama satu tahun 21 hari. Di antara masa itu, Darwanto sempat kehabisan bahan pangan.
“Kita semua akhirnya dikirim ikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ada sekitar 78 ekor lebih ikan terbang naik ke geladak kapal. Akhirnya kita masak, kita makan. Bahkan, cukup sampai dua hari,” tuturnya. Kemarin, Darwanto bisa berkumpul lagi dengan mantan anak buahnya di KRI Arsa. Hadir dalam joy sailing , Kapten Laut (P) Sugeng Suryanto; Lettu laut (K) dr. Sonny P; Lettu Laut (KH) Agus Deby Hartawan; Letda Laut (P) I G P N. Sedana; Letda Laut (T) Waluyo; Sertu BAH Ricky B; Sertu Nav Rudy, dan lainnya.
“Kenangan yang tidak terlupakan ketika itu, saat makan dan hampir kekurangan bahan pangan. Kita dikirim ikan jumlah sekitar 78. Ikan terbang. Ini terjadi di Samudra Hindia,” ucapnya lagi. Dalam Operasi Sang Saka Jaya 1996 itu, KRI Arsa telah melawat ke 17 negara dan 27 kota pelabuhan.
Sempat singgah ke Australia (Cocos Kelling), UK (Diego Garcia), Seychelles (Mahe Island), Yaman (Aden), Arab Saudi (Jeddah), Mesir (Suez Canal, Port Said), Italia (Reggio Calabria, Genoa, Napoli), Spanyol (Palma de Mallorca, Barcelona, Valencia, Cartagena, Malaga, Cardiz), Prancis (Toulon, Marseille), Maroko (Casablanca), Saint Lucia, Panama (Colon, Rodman), Meksiko (Acapulco), Ameriksa Serikat (Hawaii), Jepang (Fukuoka), Hong Kong, dan Singapura.
Operasi keliling dunia itu menempuh jarak sejauh 31.755 mil laut atau setara dengan 58.746 kilometer dengan waktu pelayaran selama 386 hari atau selama 13 bulan kurang satu pekan, setara dengan satu tahun 21 hari. Pelayaran dengan misi membangun diplomasi dan menanamkan jiwa kebaharian untuk angkatan muda itu tidak hanya dirasakan Darwanto dan anak buahnya di KRI Arsa. Ina Darwanto, istri Darwanto, juga merasakan berat dan lamanya ditinggal suami bertugas.
Terlebih ketika itu anak pertamanya yang duduk di bangku kelas V SD, sakit. Ina Darwanto harus merawatnya sendiri di rumah. Belum lagi Ina harus memperhatikan keluarga anak buah suaminya. Ina aktif membangun komunikasi dengan istri dan keluarga anak buah suami.
“Ada anaknya personil yang lahir dan meninggal saat ditinggal tugas. Ada juga orang tua personil yang meninggal,” ungkap Ina pada KORAN SINDO JATIM . Kesulitan komunikasi dengan suami di kejauhan dirasakan Ina. “Komunikasi tidak semudah seperti sekarang. Setiap sandar di kota pelabuhan bapak (Darwanto) selalu berkirim surat. Surat itu masih ada sampai sekarang,” kata Ina.
Kini kondisi KRI Arsa berbeda dengan yang dulu. “Jauh beda karena perawatan kurang. Saya sempat periksa ke geladak bawah, banyak yang keropos,” timpal Darwanto yang berada tidak jauh dari istrinya. Di geladak bawah ada tempat propeler yang keropos dan jika dicabut bisa bolong, menyebabkan kapal tenggelam. “Kondisi tidak bisa dipakai (keliling dunia). Perlu dirawat pada bagian-bagian kapal. Di ruang makan sempat banjir. Saluran as ke ruang mesin ada koneksi propeler ke mesin juga rawan bocor. Perlu pemeliharaan,” tandas Darwanto.
Soeprayitno
Surabaya
Ketika itu, tahun 1996, Mayor TNI Darwanto yang kini menjabat Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) dan berpangkat Laksamana Muda TNI, menjadi komandan KRI Arsa yang mengemban misi Operasi Sang Saka Jaya 1996. Kapal lawas dengan enam layar itu pun kembali menjadi saksi bisu atas kisah heroik yang kembali diulas tatkala menyusuri Selat Madura, kemarin.
Gerimis lembut yang sempat turun di pagi hari seakan menguatkan kisah hebat Darwanto berikut 16 awak KRI Arsa lainnya. Tuntas merenda kembali kisah lama di atas samudra, Darwanto sedikit membagi kenangannya, tidak lama setelah menuruni KRI Arsa. Didampingi sejumlah awak yang kala itu ikut berlayar, Darwanto yang didampingi istrinya, Ina Darwanto, mengulas beberapa kenangan yang telah dibukukan.
Buku bertajuk Bentangkan Layar Terjang Ombak dan Badai, tadi malam diluncurkan Darwanto di Gedung Panti Armada (PTA), Koarmatim, Ujung, Surabaya. “Kita sudah 19 tahun lalu laksanakan pelayaran keliling dunia. Hari ini (kemarin) nostalgia, menarik layar lagi, beri pelajaran layar pada yunior,” tutur Darwanto.
Selama joy sailing, semua mantan pengemban amanat Operasi Sang Saka Jaya 1996 benar-benar merasakan kembali cuilan atas suasana 19 tahun lalu. Ini setelah peserta joy sailing makan siang di atas KRI Arsa. Menu makan siang, seperti sayur asem berpadu tempe goreng, rempeyek, dan lalapan yang mampu menjadi bagian pembangkit kenangan. Belum lagi salat Zuhur disusul doa bersama di atas geladak kapal.
“Saat itu kita sangat susah di tengah laut, selalu dalam bahaya. Gelombang laut, badai menghantam kita sampai delapan meter tingginya. Kita semua saat itu nyaris terkubur di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik yang memiliki kedalaman 7.000 meter,” ucap Darwanto, lagi. Perwira tinggi dengan dua bintang di pundak ini juga mengisahkan masa sulit berlayar selama satu tahun 21 hari. Di antara masa itu, Darwanto sempat kehabisan bahan pangan.
“Kita semua akhirnya dikirim ikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ada sekitar 78 ekor lebih ikan terbang naik ke geladak kapal. Akhirnya kita masak, kita makan. Bahkan, cukup sampai dua hari,” tuturnya. Kemarin, Darwanto bisa berkumpul lagi dengan mantan anak buahnya di KRI Arsa. Hadir dalam joy sailing , Kapten Laut (P) Sugeng Suryanto; Lettu laut (K) dr. Sonny P; Lettu Laut (KH) Agus Deby Hartawan; Letda Laut (P) I G P N. Sedana; Letda Laut (T) Waluyo; Sertu BAH Ricky B; Sertu Nav Rudy, dan lainnya.
“Kenangan yang tidak terlupakan ketika itu, saat makan dan hampir kekurangan bahan pangan. Kita dikirim ikan jumlah sekitar 78. Ikan terbang. Ini terjadi di Samudra Hindia,” ucapnya lagi. Dalam Operasi Sang Saka Jaya 1996 itu, KRI Arsa telah melawat ke 17 negara dan 27 kota pelabuhan.
Sempat singgah ke Australia (Cocos Kelling), UK (Diego Garcia), Seychelles (Mahe Island), Yaman (Aden), Arab Saudi (Jeddah), Mesir (Suez Canal, Port Said), Italia (Reggio Calabria, Genoa, Napoli), Spanyol (Palma de Mallorca, Barcelona, Valencia, Cartagena, Malaga, Cardiz), Prancis (Toulon, Marseille), Maroko (Casablanca), Saint Lucia, Panama (Colon, Rodman), Meksiko (Acapulco), Ameriksa Serikat (Hawaii), Jepang (Fukuoka), Hong Kong, dan Singapura.
Operasi keliling dunia itu menempuh jarak sejauh 31.755 mil laut atau setara dengan 58.746 kilometer dengan waktu pelayaran selama 386 hari atau selama 13 bulan kurang satu pekan, setara dengan satu tahun 21 hari. Pelayaran dengan misi membangun diplomasi dan menanamkan jiwa kebaharian untuk angkatan muda itu tidak hanya dirasakan Darwanto dan anak buahnya di KRI Arsa. Ina Darwanto, istri Darwanto, juga merasakan berat dan lamanya ditinggal suami bertugas.
Terlebih ketika itu anak pertamanya yang duduk di bangku kelas V SD, sakit. Ina Darwanto harus merawatnya sendiri di rumah. Belum lagi Ina harus memperhatikan keluarga anak buah suaminya. Ina aktif membangun komunikasi dengan istri dan keluarga anak buah suami.
“Ada anaknya personil yang lahir dan meninggal saat ditinggal tugas. Ada juga orang tua personil yang meninggal,” ungkap Ina pada KORAN SINDO JATIM . Kesulitan komunikasi dengan suami di kejauhan dirasakan Ina. “Komunikasi tidak semudah seperti sekarang. Setiap sandar di kota pelabuhan bapak (Darwanto) selalu berkirim surat. Surat itu masih ada sampai sekarang,” kata Ina.
Kini kondisi KRI Arsa berbeda dengan yang dulu. “Jauh beda karena perawatan kurang. Saya sempat periksa ke geladak bawah, banyak yang keropos,” timpal Darwanto yang berada tidak jauh dari istrinya. Di geladak bawah ada tempat propeler yang keropos dan jika dicabut bisa bolong, menyebabkan kapal tenggelam. “Kondisi tidak bisa dipakai (keliling dunia). Perlu dirawat pada bagian-bagian kapal. Di ruang makan sempat banjir. Saluran as ke ruang mesin ada koneksi propeler ke mesin juga rawan bocor. Perlu pemeliharaan,” tandas Darwanto.
Soeprayitno
Surabaya
(bbg)