Underpass Satelit Dimulai Bulan Depan
A
A
A
SURABAYA - Konstruksi pembangunan proyek terowongan atau underpass di Bundaran Satelit antara Jalan Mayjend Sungkono dan HR Muhammad akan dimulai bulan depan.
Ini menyusul telah keluarnya izin yang sudah dikantongi Pemkot Surabaya. Surat izin penggunaan jalan dalam bentuk hibah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Nomor TB.13.03.51/89 itu diterima pada 23 Februari lalu. Underpass ini akan terintegrasi dengan proyek angkutan massal cepat (AMC).
“Pembangunan underpass itu kewenangannya di bawah Kementerian PU-Pera sehingga harus ada izin dari kementerian yang menyatakan penggunaan lahan dalam bentuk hibah,” ujar Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Agus Imam Sonhaji, kemarin. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya, Erna Purnawati menambahkan, pengkajian proyek underpass ini sudah dilakukan sejak 2012.
Pengkajiannya menelan dana Rp50 juta. Selain itu, pihaknya juga melakukan lelang detail engineering design (DED) dengan anggaran Rp400 juta. Tahun lalu, pihaknya sudah menuntaskan UKL dan UPL yang menelan anggaran Rp50 juta. “Kami sudah merancang rekayasa lalu lintas selama proyek berlangsung yakni dengan membuka akses Jalan Dukuh Kupang Barat, Jalan Simogunung, juga Jalan Banyuurip. Ini untuk antisipasi agar tidak ada kemacetan,” katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya M Machmud sangat mendukung proyek tersebut. Itu merupakan langkah tepat untuk bisa mengurai kemacetan, terutama kawasan Surabaya barat. Namun, kata dia, sejauh ini Pemkot Surabaya belum berkoordinasi dengan DPRD Kota Surabaya terkait pembangunan infrastruktur yang menelan APBD puluhan miliar itu.
“Kami memang pernah berkoordinasi dengan pemkot, tapi itu sebelum ada persetujuan dari Kemen PU-Pera. Sekarang perizinan sudah turun dan belum ada koordinasi. Nanti kami akan panggil pemkot untuk menjelaskan teknis proyek itu,” katanya.
Seperti diketahui, saat ini di kawasan Surabaya barat telah berdiri pemukiman mewah dan menengah seperti Citraland, Pakuwon Indah, Bukit Darmo, Graha Family, Darmo Harapan, Darmo Satellite Town, Kupang Indah, Bukit Mas, Darmo Hill, dan lain-lain. Selain itu berdiri Supermal Pakuwon, Waterpark Ciputra, lapangan golf Ciputra dan Dharmala Land. Semuanya itu menjadi pemicu perkembangan kawasan Mayjen Sungkono.
Di kawasan ini (Jalan Mayjen Sungkono, Jalan HR,Muhammad, dan Jalan Adityawarman) telah berdiri hotel bintang lima SanghriLa, Hotel Somerset, kompleks pertokoan Darmo Park I dan II (dibangun PT Surya Inti Permata), apartemen dan hotel Java Paragon, dan Surabaya Square Town (Sutos). Bahkan, kini berdiri apartemen baru, yakni Skyline Tower Hotel dan Grand Sungkono Lagoon di dekat Bunderan Satelit.
Proyek properti itu bakal melengkapi superblok Ciputra World di areal seluas 7,7 ha. Selain dibangun shopping center , Citraland juga membangun enam menara apartemen. Belum lagi apartemen yang dibangun PT Pakuwon Jati seperti Waterplace. Terpisah, Ketua Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Jatim Paulus Totok Lucida mengungkapkan, saat ini ada sekitar 20 pengembang yang akan ikut membantu proyek tersebut.
Proyek senilai Rp84 miliar yang digagas Pemkot Surabaya itu untuk mengurai kepadatan lalu lintas yang kerap terjadi pada jam-jam tertentu. Pemkot sendiri telah meminta pengembang untuk membantu membangun fasilitas jalan tersebut. Pasalnya, salah satu faktor penyebab kepadatan jalan adalah pengembangan real estate di kawasan tersebut. “Saya kira pengembang harus ikut menyediakan sarana dan prasarana jalan umum itu (tunnel ) agar beban jalan semakin berukuran termasuk Surabaya barat,” katanya.
Menurut Totok, pertumbuhan properti di Surabaya barat berkembang pesat. Hampir semua pengembang yang ada di kawasan ini berlombalomba membangun hunian, baik itu high rise building maupun landed house . Ketika ada kawasan hunian baru, bisa dipastikan akan menambah beban jalan. “Kami akan segera mengadakan rapat dengan pengembang untuk membicarakan masalah ini (keterlibatan pengembang dalam proyek underpass ),” kata Totok.
Salah satu investor pembangunan Pasar Turi ini berpendapat, ada banyak cara untuk mengurai kemacetan lalu lintas. Bisa dengan membangun flyover (jalan layang) atau dengan tunnel . Pemilihan underpass sebagai proyek untuk mengurai kemacetan, merupakan langkah yang tepat. Ketika di bangun flyover , maka properti yang ada di kanan kiri proyek tersebut dipastikan tidak akan laku dijual karena kendaraan akan lewat jalan layang dan tidak melewati properti tersebut.
“Meski biaya untuk membangun underpass itu mahal, tapi properti akan tetap laku,” tandas Totok.
lukman hakim
Ini menyusul telah keluarnya izin yang sudah dikantongi Pemkot Surabaya. Surat izin penggunaan jalan dalam bentuk hibah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Nomor TB.13.03.51/89 itu diterima pada 23 Februari lalu. Underpass ini akan terintegrasi dengan proyek angkutan massal cepat (AMC).
“Pembangunan underpass itu kewenangannya di bawah Kementerian PU-Pera sehingga harus ada izin dari kementerian yang menyatakan penggunaan lahan dalam bentuk hibah,” ujar Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya, Agus Imam Sonhaji, kemarin. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya, Erna Purnawati menambahkan, pengkajian proyek underpass ini sudah dilakukan sejak 2012.
Pengkajiannya menelan dana Rp50 juta. Selain itu, pihaknya juga melakukan lelang detail engineering design (DED) dengan anggaran Rp400 juta. Tahun lalu, pihaknya sudah menuntaskan UKL dan UPL yang menelan anggaran Rp50 juta. “Kami sudah merancang rekayasa lalu lintas selama proyek berlangsung yakni dengan membuka akses Jalan Dukuh Kupang Barat, Jalan Simogunung, juga Jalan Banyuurip. Ini untuk antisipasi agar tidak ada kemacetan,” katanya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya M Machmud sangat mendukung proyek tersebut. Itu merupakan langkah tepat untuk bisa mengurai kemacetan, terutama kawasan Surabaya barat. Namun, kata dia, sejauh ini Pemkot Surabaya belum berkoordinasi dengan DPRD Kota Surabaya terkait pembangunan infrastruktur yang menelan APBD puluhan miliar itu.
“Kami memang pernah berkoordinasi dengan pemkot, tapi itu sebelum ada persetujuan dari Kemen PU-Pera. Sekarang perizinan sudah turun dan belum ada koordinasi. Nanti kami akan panggil pemkot untuk menjelaskan teknis proyek itu,” katanya.
Seperti diketahui, saat ini di kawasan Surabaya barat telah berdiri pemukiman mewah dan menengah seperti Citraland, Pakuwon Indah, Bukit Darmo, Graha Family, Darmo Harapan, Darmo Satellite Town, Kupang Indah, Bukit Mas, Darmo Hill, dan lain-lain. Selain itu berdiri Supermal Pakuwon, Waterpark Ciputra, lapangan golf Ciputra dan Dharmala Land. Semuanya itu menjadi pemicu perkembangan kawasan Mayjen Sungkono.
Di kawasan ini (Jalan Mayjen Sungkono, Jalan HR,Muhammad, dan Jalan Adityawarman) telah berdiri hotel bintang lima SanghriLa, Hotel Somerset, kompleks pertokoan Darmo Park I dan II (dibangun PT Surya Inti Permata), apartemen dan hotel Java Paragon, dan Surabaya Square Town (Sutos). Bahkan, kini berdiri apartemen baru, yakni Skyline Tower Hotel dan Grand Sungkono Lagoon di dekat Bunderan Satelit.
Proyek properti itu bakal melengkapi superblok Ciputra World di areal seluas 7,7 ha. Selain dibangun shopping center , Citraland juga membangun enam menara apartemen. Belum lagi apartemen yang dibangun PT Pakuwon Jati seperti Waterplace. Terpisah, Ketua Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) Jatim Paulus Totok Lucida mengungkapkan, saat ini ada sekitar 20 pengembang yang akan ikut membantu proyek tersebut.
Proyek senilai Rp84 miliar yang digagas Pemkot Surabaya itu untuk mengurai kepadatan lalu lintas yang kerap terjadi pada jam-jam tertentu. Pemkot sendiri telah meminta pengembang untuk membantu membangun fasilitas jalan tersebut. Pasalnya, salah satu faktor penyebab kepadatan jalan adalah pengembangan real estate di kawasan tersebut. “Saya kira pengembang harus ikut menyediakan sarana dan prasarana jalan umum itu (tunnel ) agar beban jalan semakin berukuran termasuk Surabaya barat,” katanya.
Menurut Totok, pertumbuhan properti di Surabaya barat berkembang pesat. Hampir semua pengembang yang ada di kawasan ini berlombalomba membangun hunian, baik itu high rise building maupun landed house . Ketika ada kawasan hunian baru, bisa dipastikan akan menambah beban jalan. “Kami akan segera mengadakan rapat dengan pengembang untuk membicarakan masalah ini (keterlibatan pengembang dalam proyek underpass ),” kata Totok.
Salah satu investor pembangunan Pasar Turi ini berpendapat, ada banyak cara untuk mengurai kemacetan lalu lintas. Bisa dengan membangun flyover (jalan layang) atau dengan tunnel . Pemilihan underpass sebagai proyek untuk mengurai kemacetan, merupakan langkah yang tepat. Ketika di bangun flyover , maka properti yang ada di kanan kiri proyek tersebut dipastikan tidak akan laku dijual karena kendaraan akan lewat jalan layang dan tidak melewati properti tersebut.
“Meski biaya untuk membangun underpass itu mahal, tapi properti akan tetap laku,” tandas Totok.
lukman hakim
(ars)