Gaji Setara UMK Tak Jamin GTT Tenang
A
A
A
SURABAYA - Tunjangan Profesi Pendidik bagi gaji guru tidak tetap setara upah minimum kabupaten/kota serta tunjangan maupun fasilitas lain, ternyata belum menjamin para pengajar di Surabaya itu puas.
Buktinya, masih banyak hal yang mereka suarakan. Hal ini terlihat pada pembukaan sekaligus hari pertama Konferensi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya di Hotel Empire Palace kemarin. Organisasi guru skala kota itu menyuarakan tuntutan- tuntutan lainnya. Sikap ini ditujukan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya maupun pemerintah pusat.
”GTT (guru tidak tetap) sudah mendapatkan gaji setara UMK (upah minimum kabupaten/ kota). Surabaya satu-satunya daerah di Indonesia yang memberikan gaji GTT setara UMK. Namun, dari 1.000 lebih GTT yang mengikuti tes K2, 700 orang dinyatakan lolos, tapi sampai sekarang belum terima SK (pengangkatan),” ungkap Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya Sumarno di sela-sela konferensi yang dihadiri 1.930 perwakilan guru.
Selain itu, masih banyaknya guru yang berada di golongan II kendati latar belakang pendidikannya sarjana. PGRI mendesak secepatnya ada penyesuaian golongan. Ini konsekuensi karena pemerintah mengharuskan semua guru harus sarjana. Masalah lain yang ditemui PGRI Kota Pahlawan juga dirinci, di antaranya besarnya tanggungan jam mengajar, 24 jam dalam seminggu dan dalam bentuk tatap muka.
Seharusnya 10 dari 24 jam didistribusikan ke guru lain non-mata pelajaran. Tujuannya agar tercipta pemerataan jam mengajar. ”TPP yang diberikan tiap tiga bulan sesuai Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Guru yang sudah melaksanakan sertifikasi bisa menerima tunjangan profesi pendidik setiap tiga bulan. Saat ini kita berjuang tunjangan beras bisa dicairkan dalam bentuk uang,” ungkapnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang membuka konferensi PGRI, menerangkan, yang mengeluarkan SK bagi GTT K2 adalah pemerintah pusat. ”Pemkot tidak tahu kapan SK guru akan turun. Pemkot berjanji akan terus berjuang untuk menyejahterakan nasib guru di Surabaya,” ujarnya. Risma secara terang-terangan mengatakan membutuhkan para guru.
”Bukan hanya saya, semua warga kota butuh panjenengan (guru). Kalau tidak ada guru, coba bayangkan? Tak ada guru, tak ada Risma berdiri di sini. Panjenengan sudah pegang sebagian kunci surga,” tandas Risma dalam pembukaan konferensi tersebut. Soal penyesuaian golongan guru yang sudah sarjana, Risma bisa mengambil kebijakan. Dia akan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) ini menilai pendidikan di Surabaya sudah cukup baik. Hal itu bisa dilihat dari keberhasilan Surabaya menjadi barometer pendidikan Indonesia. Karena itu, peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan meningkatkan kesejahteraan guru.
”Guru yang tak punya rumah bisa, kirim surat ke saya (pemkot). Ada guru minta rumah susun milik pemkot, saya dahulukan. Saya carikan rusun yang dekat sekolahan tempatnya mengajar,” kata pejabat kelahiran Kediri ini. Risma mengaku Pemkot Surabaya bukan hanya menyediakan rumah bagi guru, tapi diamdiam juga sudah mendaftarkan lebih dari 6.000 guru ke BPJS.
”Nanti guru dan keluarga tahutahu akan terima kartu BPJS. Urusan biaya, nanti itungitungan antara Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan,” ungkap Risma. Selain fokus untuk menyejahterakan guru, Pemkot Surabaya juga meningkatkan fasilitas sekolah. Tiap kelas SMP sudah dibantu komputer dan LCD. Yang SD dibantu lima unit dulu. Berikutnya baru per kelas.
Untuk taman kanak-kanak sudah ada makanan tambahan. ”Sekarang kita sedang berpikir SMK/SMA. Soal nominal harus dievaluasi karena itu tidak mudah karena ini terkait pemeriksaan,” katanya. Dengan semua fasilitas itu, Risma berharap pendidikan di Surabaya bisa bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Soeprayitno
Buktinya, masih banyak hal yang mereka suarakan. Hal ini terlihat pada pembukaan sekaligus hari pertama Konferensi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya di Hotel Empire Palace kemarin. Organisasi guru skala kota itu menyuarakan tuntutan- tuntutan lainnya. Sikap ini ditujukan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya maupun pemerintah pusat.
”GTT (guru tidak tetap) sudah mendapatkan gaji setara UMK (upah minimum kabupaten/ kota). Surabaya satu-satunya daerah di Indonesia yang memberikan gaji GTT setara UMK. Namun, dari 1.000 lebih GTT yang mengikuti tes K2, 700 orang dinyatakan lolos, tapi sampai sekarang belum terima SK (pengangkatan),” ungkap Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya Sumarno di sela-sela konferensi yang dihadiri 1.930 perwakilan guru.
Selain itu, masih banyaknya guru yang berada di golongan II kendati latar belakang pendidikannya sarjana. PGRI mendesak secepatnya ada penyesuaian golongan. Ini konsekuensi karena pemerintah mengharuskan semua guru harus sarjana. Masalah lain yang ditemui PGRI Kota Pahlawan juga dirinci, di antaranya besarnya tanggungan jam mengajar, 24 jam dalam seminggu dan dalam bentuk tatap muka.
Seharusnya 10 dari 24 jam didistribusikan ke guru lain non-mata pelajaran. Tujuannya agar tercipta pemerataan jam mengajar. ”TPP yang diberikan tiap tiga bulan sesuai Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Guru yang sudah melaksanakan sertifikasi bisa menerima tunjangan profesi pendidik setiap tiga bulan. Saat ini kita berjuang tunjangan beras bisa dicairkan dalam bentuk uang,” ungkapnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang membuka konferensi PGRI, menerangkan, yang mengeluarkan SK bagi GTT K2 adalah pemerintah pusat. ”Pemkot tidak tahu kapan SK guru akan turun. Pemkot berjanji akan terus berjuang untuk menyejahterakan nasib guru di Surabaya,” ujarnya. Risma secara terang-terangan mengatakan membutuhkan para guru.
”Bukan hanya saya, semua warga kota butuh panjenengan (guru). Kalau tidak ada guru, coba bayangkan? Tak ada guru, tak ada Risma berdiri di sini. Panjenengan sudah pegang sebagian kunci surga,” tandas Risma dalam pembukaan konferensi tersebut. Soal penyesuaian golongan guru yang sudah sarjana, Risma bisa mengambil kebijakan. Dia akan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) ini menilai pendidikan di Surabaya sudah cukup baik. Hal itu bisa dilihat dari keberhasilan Surabaya menjadi barometer pendidikan Indonesia. Karena itu, peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan meningkatkan kesejahteraan guru.
”Guru yang tak punya rumah bisa, kirim surat ke saya (pemkot). Ada guru minta rumah susun milik pemkot, saya dahulukan. Saya carikan rusun yang dekat sekolahan tempatnya mengajar,” kata pejabat kelahiran Kediri ini. Risma mengaku Pemkot Surabaya bukan hanya menyediakan rumah bagi guru, tapi diamdiam juga sudah mendaftarkan lebih dari 6.000 guru ke BPJS.
”Nanti guru dan keluarga tahutahu akan terima kartu BPJS. Urusan biaya, nanti itungitungan antara Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan,” ungkap Risma. Selain fokus untuk menyejahterakan guru, Pemkot Surabaya juga meningkatkan fasilitas sekolah. Tiap kelas SMP sudah dibantu komputer dan LCD. Yang SD dibantu lima unit dulu. Berikutnya baru per kelas.
Untuk taman kanak-kanak sudah ada makanan tambahan. ”Sekarang kita sedang berpikir SMK/SMA. Soal nominal harus dievaluasi karena itu tidak mudah karena ini terkait pemeriksaan,” katanya. Dengan semua fasilitas itu, Risma berharap pendidikan di Surabaya bisa bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Soeprayitno
(bbg)