Investasi di Jatim Mandek

Rabu, 18 Maret 2015 - 10:13 WIB
Investasi di Jatim Mandek
Investasi di Jatim Mandek
A A A
SURABAYA - Rencana investasi Jawa Timur tahun ini jalan di tempat. Pasalnya, dari total 303 investasi di Jawa timur, hanya sedikit yang berjalan hingga beroperasi. Berdasarkan catatan Komisi C DPRD Jatim, dari 303 industri hanya 10% yang beroperasi.

Wakil Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur Renville Antonio mengungkapkan, catatan investasi tahun 2014 di Jawa Timur terbesar se-Indonesia dengan peningkatan 300% dibanding tahun 2013. Padahal tahun 2013, Jatim untuk kategori Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat menempati urutan ke-3 dengan nilai investasi sebesar Rp7,7 triliun.

Bahkan, hasil laporan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) pusat hingga tahun 2014, investasi PMDN di Jatim menyentuh angka Rp31,3 triliun. ”Sayangnya, angka tersebut hanya 10% yang terealisasi dan sisanya terbengkalai,” kata Renville. Diakui Renville, para investor yang menunda investasi tersebut awal sudah mendapat izin prinsip dari Pemprov Jawa Timur untuk membangun perusahaan besar.

Namun realita di lapangan, paar pengusaha kesulitan membangun perusahaan di daerah yang sudah dipilih. ”Meski sudah punya lahan, tapi investor itu tidak bisa membangun karena kabupaten tidak mengizinkan,” kata Renville. Dia melihat peran BPM (Badan Penanaman Modal) tidak aktif dalam menjalankan tugas suksesnya investasi di Jawa Timur.

Karena saat investor itu kesulitan, tidak ada upaya bantuan apa pun dari BPM Jatim. ”BPM setelah mengeluarkan izin prinsip, tidak melakukan apa-apa, ini kurang bagus. Padahal Pemprov Jatim, terutama Gubernur Jawa Timur, sudah susah-susah melakukan promosi investasi di Jatim itu menguntungkan,” ujar politikus Partai Demokrat ini.

Dijelaskannya, dari 303 industri PMDN yang jalan baru 94 industri. Namun, dari 94 ini ada 38 industri yang terbengkalai. Mereka yang terbengkalai ini dipersulit bahkan dilarang oleh pemerintah kabupaten karena dianggap tidak sesuai dengan tata ruang daerah dan lainnya. Fakta ini seperti terjadi di Nganjuk dan Banyuwangi.

Seharusnya hal demikian menjadi perhatian BPM Jatim. Karena peran fungsi BPM ini bukan hanya membantu perizinan, tetapi juga monitoring investasi sampai perusahaan benar-benar beroperasi dan bermanfaat untuk menyerap tenaga kerja di Jawa Timur. ”Perusahaan yang terbengkalai itu masalahnya apa. BPM harus tahu. Apalagi anggaran monitoring sudah disiapkan di APBD,” katanya.

Karena itu, dalam waktu dekat ini pihaknya akan meminta klarifikasi BPM atas persoalan itu. Komisi C juga akan meminta penjelasan BPM atas kinerjanya selama ini. ”Termasuk urusan promosi ke luar negeri sudah seperti apa hasilnya. Terlebih faktanya penanaman modal asing (PMA) tahun 2014 menurun drastis.

Fungsi BPM dalam monitoring harus diperkuat, jangan cuma gencar promosi saja tapi tidak ada hasilnya,” katanya. Kepala BPM Lili Sholeh belum bisa dikonfirmasi atas fakta tersebut. Namun sebelumnya, Gubernur Jatim Soekarwo sudah mengimbau BPM melakukan pembenahan, terutama menyangkut layanan publik.

”Prinsipnya, investor harus diberi kepastian dalam berinvestasi sehingga mereka betah. Apalagi Jatim adalah daerah potensial,” katanya. Soekarwo mengaku, ada banyak wilayah potensial untuk pengembangan usaha di antaranya di Surabaya, Gresik Sidoarjo, Jombang, Nganjuk, Ngawi, Caruban, Banyuwangi, Probolinggo, dan beberapa daerah lainnya sesuai dengan karakteristik wilayahnya.

Ihya ulumuddin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0774 seconds (0.1#10.140)