Pemkot Kesampingkan Seni dan Budaya
A
A
A
SURABAYA - Dewan Kesenian Surabaya (DKS) mempertanyakan keseriusan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam meningkatkan dan melestarikan seni dan kebudayaan Kota Pahlawan.
Ini bisa dilihat dari anggaran yang dialokasikan untuk seluruh kegiatan seni dan kebudayaan hanya Rp3,1 miliar. Makassar saja yang jumlah penduduknya separuh dari Surabaya mengalokasi anggaran seni dan budaya Rp10 miliar. Ketua DKS, Chrisman Hadi, mengatakan, dari dana sebesar itu yang dialokasikan untuk kegiatan DKS hanya Rp100 juta.
Jumlah tersebut juga tidak sepenuhnya bisa diambil karena yang bisa dicairkan hanya sekitar Rp80 juta setelah dipotong pajak dan lain sebagainya. Celakanya lagi, tahun ini pemkot tidak menganggarkan dana kegiatan pemilihan Cak dan Ning sehingga agenda tersebut batal digelar.
”Tak hanya masalah anggaran, kami juga sudah ajukan postur kepengurusan DKS yang baru ke wali kota. Tapi sejauh ini belum ada tanggapan. Kalau seperti ini, anggaran kecil dan wali kota tidak tanggap, bagaimana mau memajukan seni dan budaya Surabaya,” ucap Chrisman.
Menurut dia, hingga saat ini belum mencairkan sepeser pun anggaran yang telah dialokasikan. Meskipun ada kegiatan, sumber pendanaannya mengandalkan bantuan dari sponsor maupun sejumlah pihak yang peduli akan seni dan budaya Surabaya.
Tidak salah jika dalam komposisi kepengurusan DKS yang baru, tercantum sejumlah nama yang bukan seniman, tapi memiliki kepedulian soal seni. Misalnya ada nama pengacara Trimoelja. Ada juga penulis Dukut Imam Widodo, serta sejumlah nama-nama pengusaha masuk dalam kepengurusan DKS. ”Kenapa kami memasukan nama-nama pengusaha, mereka tidak akan mencari uang dari DKS karena secara ekonomi mereka sudah mapan,” ucapnya.
Kritikan senada dilontarkan Ketua DPRD Kota Surabaya, Armuji. Politikus PDIP ini menilai pemkot tidak serius meningkatkan tradisi seni dan budaya Surabaya. Tahun lalu, pihaknya mengusulkan agar dana perbaikan salah satu gedung di DKS dimasukkan dalam anggaran 2015. Tapi ternyata, anggaran itu tidak dimasukkan.
”Lalu, Gedung Balai Pemuda dan masuk bangunan cagar budaya, itu kapan selesai. Sampai sekarang enggak selesai-selesai perbaikannya, padahal itu sudah menelan anggaran besar,” katanya. Pembangunan Balai Pemuda sempat terhenti karena kontraktor awal tidak bisa memenuhi target pembangunan. Akibatnya, pemkot menghentikan pengerjaan dan mengganti dengan kontraktor baru.
Pemkot lantas menggelar lelang ulang. Proyek pembangunan gedung yang digunakan sebagai tempat pesta dansa orang Belanda itu dilakukan secara multiyears. Untuk tahun 2013 dialokasikan anggaran Rp5 miliar. Namun, dari anggaran tersebut hanya terserap Rp3 miliar, sedangkan sisa Rp2 miliar dialokasikan untuk pembangunan lanjutan tahun 2014.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati, tidak mau berpolemik mengenai besaran anggaran yang dialokasikan Pemkot Surabaya. Dia hanya menegaskan, anggaran Rp3,1 miliar itu digunakan untuk seluruh kegiatan seni dan budaya Surabaya. Jumlah itu termasuk biaya untuk seniman yang berpentas di luar Surabaya.
”Tahun lalu ada sejumlah kevakuman kegiatan termasuk kegiatan FSS (Festival Seni Surabaya), sehingga anggaran yang kami alokasikan tidak terserap maksimal. Total serapan hanya sebesar Rp19 juta, dan ada sisa Rp74 juta. Uang itu kami kembalikan ke kas daerah (kasda),” katanya.
Lukman hakim
Ini bisa dilihat dari anggaran yang dialokasikan untuk seluruh kegiatan seni dan kebudayaan hanya Rp3,1 miliar. Makassar saja yang jumlah penduduknya separuh dari Surabaya mengalokasi anggaran seni dan budaya Rp10 miliar. Ketua DKS, Chrisman Hadi, mengatakan, dari dana sebesar itu yang dialokasikan untuk kegiatan DKS hanya Rp100 juta.
Jumlah tersebut juga tidak sepenuhnya bisa diambil karena yang bisa dicairkan hanya sekitar Rp80 juta setelah dipotong pajak dan lain sebagainya. Celakanya lagi, tahun ini pemkot tidak menganggarkan dana kegiatan pemilihan Cak dan Ning sehingga agenda tersebut batal digelar.
”Tak hanya masalah anggaran, kami juga sudah ajukan postur kepengurusan DKS yang baru ke wali kota. Tapi sejauh ini belum ada tanggapan. Kalau seperti ini, anggaran kecil dan wali kota tidak tanggap, bagaimana mau memajukan seni dan budaya Surabaya,” ucap Chrisman.
Menurut dia, hingga saat ini belum mencairkan sepeser pun anggaran yang telah dialokasikan. Meskipun ada kegiatan, sumber pendanaannya mengandalkan bantuan dari sponsor maupun sejumlah pihak yang peduli akan seni dan budaya Surabaya.
Tidak salah jika dalam komposisi kepengurusan DKS yang baru, tercantum sejumlah nama yang bukan seniman, tapi memiliki kepedulian soal seni. Misalnya ada nama pengacara Trimoelja. Ada juga penulis Dukut Imam Widodo, serta sejumlah nama-nama pengusaha masuk dalam kepengurusan DKS. ”Kenapa kami memasukan nama-nama pengusaha, mereka tidak akan mencari uang dari DKS karena secara ekonomi mereka sudah mapan,” ucapnya.
Kritikan senada dilontarkan Ketua DPRD Kota Surabaya, Armuji. Politikus PDIP ini menilai pemkot tidak serius meningkatkan tradisi seni dan budaya Surabaya. Tahun lalu, pihaknya mengusulkan agar dana perbaikan salah satu gedung di DKS dimasukkan dalam anggaran 2015. Tapi ternyata, anggaran itu tidak dimasukkan.
”Lalu, Gedung Balai Pemuda dan masuk bangunan cagar budaya, itu kapan selesai. Sampai sekarang enggak selesai-selesai perbaikannya, padahal itu sudah menelan anggaran besar,” katanya. Pembangunan Balai Pemuda sempat terhenti karena kontraktor awal tidak bisa memenuhi target pembangunan. Akibatnya, pemkot menghentikan pengerjaan dan mengganti dengan kontraktor baru.
Pemkot lantas menggelar lelang ulang. Proyek pembangunan gedung yang digunakan sebagai tempat pesta dansa orang Belanda itu dilakukan secara multiyears. Untuk tahun 2013 dialokasikan anggaran Rp5 miliar. Namun, dari anggaran tersebut hanya terserap Rp3 miliar, sedangkan sisa Rp2 miliar dialokasikan untuk pembangunan lanjutan tahun 2014.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati, tidak mau berpolemik mengenai besaran anggaran yang dialokasikan Pemkot Surabaya. Dia hanya menegaskan, anggaran Rp3,1 miliar itu digunakan untuk seluruh kegiatan seni dan budaya Surabaya. Jumlah itu termasuk biaya untuk seniman yang berpentas di luar Surabaya.
”Tahun lalu ada sejumlah kevakuman kegiatan termasuk kegiatan FSS (Festival Seni Surabaya), sehingga anggaran yang kami alokasikan tidak terserap maksimal. Total serapan hanya sebesar Rp19 juta, dan ada sisa Rp74 juta. Uang itu kami kembalikan ke kas daerah (kasda),” katanya.
Lukman hakim
(ftr)