Puluhan Hektare Padi Terendam Banjir
A
A
A
BOJONEGORO - Puluhan hektare (ha) persawahan yang ditanami padi di daerah bantaran Sungai Bengawan Solo tergenang banjir.
Akibatnya, tanaman padi yang berumur satu hingga dua bulan itu terancam gagal panen. Tanaman padi di kawasan Desa Beged, Kecamatan Gayam misalnya, terendam banjir luapan anak Sungai Bengawan Solo sejak dua pekan terakhir. Air mengalir deras dan menggenangi tanaman padi setinggi 20–50 cm. Akibatnya, batang tanaman padi yang terlalu lama terendam banjir mudah membusuk dan rusak.
Menurut Mahfud, 40, petani di Desa Beged, banjir yang menggenangi areal persawahan berasal dari air kiriman wilayah selatan Bojonegoro. Desa-desa di wilayah Kecamatan Gayam, kata dia, saat ini lahannya banyak yang beralih fungsi dari persawahan menjadi bangunan proyek Minyak dan Gas Bumi (Migas) Banyu Urip Blok Cepu. Akibatnya, air mudah mengumpul dan menyebabkan banjir di areal persawahan di daerah bantaran Bengawan Solo.
“Saat ini areal persawahan di bantaran Bengawan Solo di daerah Gayam sering tergenang banjir. Padahal sebelumnya jarang terkena banjir,” ujarnya. Menurutnya, sebagian petani di Desa Beged saat ini telah berhasil memanen padi. Namun, sebagian petani lainnya baru mulai menanam padi. Bila tanaman padi terus terendam banjir dan mengalami gagal panen, para petani mengalami kerugian jutaan rupiah. Kerugian itu meliputi biaya pembelian benih, biaya tanam, biaya pupuk, dan juga biaya traktor.
“Contohnya, sawah seperempat hektare yang gagal tanam kerugiannya bisa mencapai Rp2 juta hingga Rp3 juta,” ujarnya. Sementara areal persawahan yang ditanami padi di Desa Cengungklung, Kecamatan Gayam, juga tergenang banjir dari luberan anak Sungai Bengawan Solo. Tanaman padi yang berumur satu hingga dua bulan itu terendam banjir setinggi 30 cm.
Petani ada yang menanam ulang tanaman padi yang layu dan mati lantaran tergenang banjir tersebut. Namun, petani lainnya memilih membiarkan tanaman padinya terendam banjir yang telah berlangsung dua pekan ini. Sedangkan sebagian banyak lahan persawahan di kawasan Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, yang berada di dekat lokasi jembatan layang (fly over) Banyu Urip Blok Cepu, tampak sudah panen. Para petani terlihat sibuk memanen tanaman padi yang menguning di persawahan.
Petani lainnya tampak memikul sak yang berisi gabah penuh lalu melintasi pematang sawah. Sak-sak yang berisi gabah penuh itu lalu ditumpuk berjajar di pinggir jalan. Menurut Kundori, 30, petani di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, hasil panen padi persawahan di bantaran Sungai Bengawan Solo pada musim tanam tahun ini cukup baik. Setiap hektare sawah bisa menghasilkan padi sekitar 6–8 ton gabah. Namun, kata dia, seiring adanya panen raya padi sayangnya harga gabah ikut berangsur turun.
“Saat ini harga gabah di tingkat petani di kisaran Rp3.500 sampai 3.600 per kilogramnya. Padahal sebelumnya harga gabah bisa mencapai Rp4.200 per kilogram,” ujarnya. Areal persawahan di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro saat ini seluas 14.889 ha. Sawah itu tersebar di 101 desa di wilayah Kecamatan Margomulyo, Ngraho, Malo, Kalitidu, Gayam, Trucuk, Bojonegoro, Dander, Balen, Kanor, Sumberejo, hingga Baureno.
Pada tahun ini Kabupaten Bojonegoro menargetkan produksi padi bisa mencapai 1.020.530 ton dari luas lahan persawahan 161.989 ha. Sementara produksi padi pada tahun 2014 mencapai 854.237 ton dari luas areal persawahan 150.962 ha.
Muhammad roqib
Akibatnya, tanaman padi yang berumur satu hingga dua bulan itu terancam gagal panen. Tanaman padi di kawasan Desa Beged, Kecamatan Gayam misalnya, terendam banjir luapan anak Sungai Bengawan Solo sejak dua pekan terakhir. Air mengalir deras dan menggenangi tanaman padi setinggi 20–50 cm. Akibatnya, batang tanaman padi yang terlalu lama terendam banjir mudah membusuk dan rusak.
Menurut Mahfud, 40, petani di Desa Beged, banjir yang menggenangi areal persawahan berasal dari air kiriman wilayah selatan Bojonegoro. Desa-desa di wilayah Kecamatan Gayam, kata dia, saat ini lahannya banyak yang beralih fungsi dari persawahan menjadi bangunan proyek Minyak dan Gas Bumi (Migas) Banyu Urip Blok Cepu. Akibatnya, air mudah mengumpul dan menyebabkan banjir di areal persawahan di daerah bantaran Bengawan Solo.
“Saat ini areal persawahan di bantaran Bengawan Solo di daerah Gayam sering tergenang banjir. Padahal sebelumnya jarang terkena banjir,” ujarnya. Menurutnya, sebagian petani di Desa Beged saat ini telah berhasil memanen padi. Namun, sebagian petani lainnya baru mulai menanam padi. Bila tanaman padi terus terendam banjir dan mengalami gagal panen, para petani mengalami kerugian jutaan rupiah. Kerugian itu meliputi biaya pembelian benih, biaya tanam, biaya pupuk, dan juga biaya traktor.
“Contohnya, sawah seperempat hektare yang gagal tanam kerugiannya bisa mencapai Rp2 juta hingga Rp3 juta,” ujarnya. Sementara areal persawahan yang ditanami padi di Desa Cengungklung, Kecamatan Gayam, juga tergenang banjir dari luberan anak Sungai Bengawan Solo. Tanaman padi yang berumur satu hingga dua bulan itu terendam banjir setinggi 30 cm.
Petani ada yang menanam ulang tanaman padi yang layu dan mati lantaran tergenang banjir tersebut. Namun, petani lainnya memilih membiarkan tanaman padinya terendam banjir yang telah berlangsung dua pekan ini. Sedangkan sebagian banyak lahan persawahan di kawasan Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, yang berada di dekat lokasi jembatan layang (fly over) Banyu Urip Blok Cepu, tampak sudah panen. Para petani terlihat sibuk memanen tanaman padi yang menguning di persawahan.
Petani lainnya tampak memikul sak yang berisi gabah penuh lalu melintasi pematang sawah. Sak-sak yang berisi gabah penuh itu lalu ditumpuk berjajar di pinggir jalan. Menurut Kundori, 30, petani di Desa Ngraho, Kecamatan Gayam, hasil panen padi persawahan di bantaran Sungai Bengawan Solo pada musim tanam tahun ini cukup baik. Setiap hektare sawah bisa menghasilkan padi sekitar 6–8 ton gabah. Namun, kata dia, seiring adanya panen raya padi sayangnya harga gabah ikut berangsur turun.
“Saat ini harga gabah di tingkat petani di kisaran Rp3.500 sampai 3.600 per kilogramnya. Padahal sebelumnya harga gabah bisa mencapai Rp4.200 per kilogram,” ujarnya. Areal persawahan di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro saat ini seluas 14.889 ha. Sawah itu tersebar di 101 desa di wilayah Kecamatan Margomulyo, Ngraho, Malo, Kalitidu, Gayam, Trucuk, Bojonegoro, Dander, Balen, Kanor, Sumberejo, hingga Baureno.
Pada tahun ini Kabupaten Bojonegoro menargetkan produksi padi bisa mencapai 1.020.530 ton dari luas lahan persawahan 161.989 ha. Sementara produksi padi pada tahun 2014 mencapai 854.237 ton dari luas areal persawahan 150.962 ha.
Muhammad roqib
(ftr)