24 Tahun Timbun Pupuk Bersubsidi

Jum'at, 06 Februari 2015 - 11:44 WIB
24 Tahun Timbun Pupuk Bersubsidi
24 Tahun Timbun Pupuk Bersubsidi
A A A
SURABAYA - Polda Jatim membongkar penimbun pupuk bersubsidi dari sebuah gudang di Kabupaten Malang. Dari gudang milik SR itu, polisi menyita 60 ton pupuk jenis ZA dan potroganik yang dikemas dalam 680 karung.

Parahnya lagi, aksi penimbunan ini sudah dilakukan tersangka sejak 1990 hingga 2014 atau sekitar 24 tahun. Jatah pupuk yang seharusnya dibagikan kepada para petani digunakan pelaku untuk kepentingan pribadi guna memupuk perkebunan tebu miliknya seluas 140 hektare. “Kasus penimbunan itu kami ungkap pada Agustus 2014 lalu, setelah memeriksa 60 saksi di Kabupaten dan Kota Malang serta Kabupaten Pasuruan,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono, kemarin.

Didampingi Wadireskrimsus Polda Jatim AKBP Anom Wibowo dan Kasubdit Tipiter AKBP Maruli Siahaan, dia menjelaskan, untuk mendapatkan pupuk bersubsidi itu tersangka SR mengatasnamakan 60 petani dari Malang dan Pasuruan sebagai anggota kelompok tani membeli dari sebuah koperasi di pabrik gula di Malang.

Menurut dia, hal itu dilakukan tersangka sejak tahun 1990 dengan mendapatkan 60-70 ton pupuk dalam setiap semester (enam bulan) yang disimpan di gudangnya untuk kepentingan pribadi. “Puluhan petani yang diatasnamakan tersangka itu tidak pernah mendapatkan jatah pupuk bersubsidi dari tersangka, karena dipakai sendiri, kecuali iming-iming sedikit uang untuk surat pengurusan pupuk bersubsidi ke koperasi,” ujarnya.

Selain pelanggaran pidana penimbunan pupuk bersubsidi, tersangka juga melanggar Permentan 122/SR/130/XI/- 2013 tentang pupuk bersubsidi yang hanya diperuntukkan pemilik lahan seluas maksimal 2 hektare. “Kalau lebih dari itu berarti tidak boleh, apalagi tersangka memiliki lahan seluas 140 hektare, tentu tidak berhak dan berarti tersangka tidak mengantongi izin mendapatkan pupuk bersubsidi itu,” ujarnya.

Padahal, kata dia, selisih harga pupuk bersubsidi dan tidak bersubsidi cukup jauh, yakni Rp1.450 per kilogram (pupuk bersubsidi) dan Rp4.700 per kilogram (pupuk tidak bersubsidi). “Kalau tersangka mendapatkan selisih harga sebesar Rp3.250, maka 60 ton ya tinggal dikalikan dengan 60.000 kilogram sehingga menjadi Rp195 juta untuk setiap semester atau Rp9,36 miliar selama kurun 1990-2014,” ucapnya.

Tidak hanya itu, tersangka juga memalsukan dokumen karena kelompok tani yang diatasnamakan itu terbukti fiktif. Tersangka tidak memiliki rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) pupuk bersubsidi. Karena itu, penyidik menjerat tersangka dengan pasal-pasal di dalam UU Darurat 7/1955 dan UU 18/2004 tentang Perkebunan.

Ancaman hukumannya maksimal lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar. “Sejak kami ungkap pada Agustus 2014, kasus itu kini sudah P-21 (dinyatakan sempurna oleh kejaksaan),” kata Wadireskrimsus Polda Jatim AKBP Anom Wibowo. Diketahui, pada Desember 2014 lalu, kalangan petani menjerit karena peredaran pupuk bersubsidi menghilang.

Anggota Fraksi Demokrat DPRD Jatim Agus Dono Wibawanto seusai menggelar reses di Dapil V Malang Raya menuturkan, pada Desember memasuki musim tanam ini, para petani di Malang dan Pasuruan belum bisa memulai aktivitasnya. Selain sulit mendapatkan pupuk bersubsidi, para petani juga kebingungan mendapatkan pupuk nonsubsidi.

“Kami menemukan data ada empat kecamatan di Malang Raya yang petaninya kesulitan mendapatkan pupuk, baik subsidi maupun nonsubsidi. Ini sudah berlangsung hampir dua bulan. Akibatnya, para petani terpaksa menunda musim tanam, padahal musim hujan sudah datang,” ujarnya.

Zaki Zubaidi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6245 seconds (0.1#10.140)