Pembuatan Perda Cagar Budaya Mendesak
A
A
A
MALANG - Keberadaan bangunan cagar budaya di Kota Malang hingga saat ini belum terlindungi.
Alih fungsi dan perubahan bentuk bangunan cagar budaya sangat mudah dilakukan karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Peraturan Daerah (Perda) No 4/2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Malang, Perda No 1/2004 tentang Bangunan, dan Perda No. 13/2002 tentang Pariwisata belum mengatur secara spesifik perlindungan terhadap bangunan cagar budaya tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan perda khusus tentang cagar budaya yang mengatur fungsi dan perlindungan objek-objek bersejarah di Kota Pendidikan. Sampai saat ini memang belum ada perda khusus yang mengatur tentang bangunan cagar budaya tersebut. ”Ini sangat kami sayangkan. Tidak adanya perda membuat bangunan cagar budaya banyak yang dibongkar dialih fungsikan dan diubah bentuknya,” ujar Wali Kota Malang M Anton.
Orang nomor satu di Balai Kota Malang tersebut menyebutkan, di beberapa titik bangunan cagar budaya yang memiliki nilai bersejarah dibongkar dibangun bangunan baru, dan ada juga yang dialihkan fungsinya menjadi hotel maupun bangunan komersial lainnya. Dia akan segera mengusulkan segera dibuat perda yang secara khusus melindungi bangunan cagar budaya.
Aturan ini diharapkan segera disahkan sehingga keberadaan bangunan bersejarah sebagai aset wisata dari kota nostalgia ini, dapat terselamatkan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang Ida Ayu Wahyuni menyebutkan, saat ini aturan hukum dalam bentuk perda yang bisa digunakan untuk melindungi bangunan bersejarah tersebut adalah perda tentang bangunan.
”Saat pemilik bangunan akan melakukan alih fungsi atau perubahan bentuk bangunan, pastinya akan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB). Dari situ dinas terkait bisa melakukan pengawasan dan imbauan agar bangunan itu bisa dilindungi,” tandasnya.
Keberadaan bangunan cagar budaya tersebut sangat penting bagi Kota Malang karena selama ini kota wisata ini selalu mengandalkan kota nostalgia sebagai bentuk wisatanya. ”Agar hal ini bisa terwujud, kami di tahun 2016 mendatang, akan mengusulkan perda perlindungan cagar budaya tersebut. Sebenarnya hal ini sudah dibahas sejak tahun 2011 silam, tetapi hingga sekarang belum juga disahkan menjadi perda,” papar Ida.
Ida sejak 2011 sudah meneliti dan mendata bangunan cagar budaya yang harusnya dilindungi. Penelitian dan pendataan tersebut melibatkan Balai Pelestari Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan yang memang memiliki keahlian di bidangnya. Pada waktu itu sudah terdata sebanyak 22 bangunan cagar budaya yang telah diregister dan harus dilindungi, serta dua struktur yang juga harus dilindungi keberadaannya.
Dua struktur tersebut adalah Alunalun Bundar dan Alun-alun Merdeka. Sementara bangunan cagarbudayanya, diantaranya Balai Kota Malang, Kantor Bank Indonesia (BI) Malang, dan Toko Oen.
Yuswantoro
Alih fungsi dan perubahan bentuk bangunan cagar budaya sangat mudah dilakukan karena belum ada aturan hukum yang mengaturnya. Peraturan Daerah (Perda) No 4/2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Malang, Perda No 1/2004 tentang Bangunan, dan Perda No. 13/2002 tentang Pariwisata belum mengatur secara spesifik perlindungan terhadap bangunan cagar budaya tersebut.
Oleh karena itu, dibutuhkan perda khusus tentang cagar budaya yang mengatur fungsi dan perlindungan objek-objek bersejarah di Kota Pendidikan. Sampai saat ini memang belum ada perda khusus yang mengatur tentang bangunan cagar budaya tersebut. ”Ini sangat kami sayangkan. Tidak adanya perda membuat bangunan cagar budaya banyak yang dibongkar dialih fungsikan dan diubah bentuknya,” ujar Wali Kota Malang M Anton.
Orang nomor satu di Balai Kota Malang tersebut menyebutkan, di beberapa titik bangunan cagar budaya yang memiliki nilai bersejarah dibongkar dibangun bangunan baru, dan ada juga yang dialihkan fungsinya menjadi hotel maupun bangunan komersial lainnya. Dia akan segera mengusulkan segera dibuat perda yang secara khusus melindungi bangunan cagar budaya.
Aturan ini diharapkan segera disahkan sehingga keberadaan bangunan bersejarah sebagai aset wisata dari kota nostalgia ini, dapat terselamatkan. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Malang Ida Ayu Wahyuni menyebutkan, saat ini aturan hukum dalam bentuk perda yang bisa digunakan untuk melindungi bangunan bersejarah tersebut adalah perda tentang bangunan.
”Saat pemilik bangunan akan melakukan alih fungsi atau perubahan bentuk bangunan, pastinya akan mengurus izin mendirikan bangunan (IMB). Dari situ dinas terkait bisa melakukan pengawasan dan imbauan agar bangunan itu bisa dilindungi,” tandasnya.
Keberadaan bangunan cagar budaya tersebut sangat penting bagi Kota Malang karena selama ini kota wisata ini selalu mengandalkan kota nostalgia sebagai bentuk wisatanya. ”Agar hal ini bisa terwujud, kami di tahun 2016 mendatang, akan mengusulkan perda perlindungan cagar budaya tersebut. Sebenarnya hal ini sudah dibahas sejak tahun 2011 silam, tetapi hingga sekarang belum juga disahkan menjadi perda,” papar Ida.
Ida sejak 2011 sudah meneliti dan mendata bangunan cagar budaya yang harusnya dilindungi. Penelitian dan pendataan tersebut melibatkan Balai Pelestari Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan yang memang memiliki keahlian di bidangnya. Pada waktu itu sudah terdata sebanyak 22 bangunan cagar budaya yang telah diregister dan harus dilindungi, serta dua struktur yang juga harus dilindungi keberadaannya.
Dua struktur tersebut adalah Alunalun Bundar dan Alun-alun Merdeka. Sementara bangunan cagarbudayanya, diantaranya Balai Kota Malang, Kantor Bank Indonesia (BI) Malang, dan Toko Oen.
Yuswantoro
(ftr)