Primata Kian Terancam
A
A
A
MALANG - Keberadaan berbagai jenis primata di alam bebas terus mengalami ancaman kepunahan. Aksi perburuan liar dan perdagangan ilegal menjadi pemicu utama ancaman kepunahan tersebut.
Pro Fauna Indonesia mencatat sepanjang tahun 2014, sedikitnya ada 35 kasus kejahatan terhadap satwa liar terutama jenis primata di alam bebas. Dari puluhan kasus tersebut minimal ada sekitar 400 ekor primata yang menjadi korban.
Campaign Officer Pro Fauna Indonesia, Swasti Prawidya Mukti menyebutkan, satwa dilindungi ini banyak menjadi perburuan liar dengan alasan untuk dipelihara dan ada juga diambil daging atau hatinya. ”Masih banyak kepercayaan yang tumbuh di masyarakat bahwa jenis primata daging dan hatinya bisa dijadikan obat kuat,” tuturnya.
Dia menyebutkan, jenis primata yang paling banyak diburu untuk dipelihara atau dikonsumsi dagingnya antara lain kukang, lutung jawa, dan owa. Jenis primata ini dijual dengan harga antara Rp300 ribu-Rp4 juta per ekor. Upaya melindungi primata di alam bebas tersebut digagas Pro Fauna Indonesia dengan mengusulkan ada hari primata nasional setiap 30 Januari.
Gerakan memperingati hari primata ini sudah digelar mulai tahun 2014 dan dilaksanakan di 22 kota di Indonesia. Aksi serupa kembali digelar Pro Fauna Indonesia di Bundaran Tugu Kota Malang, kemarin. Para aktivis Pro Fauna melakukan aksi teatrikal di depan Balai Kota Malang. Mereka membawa keranjang belanja berisikan boneka primata dan bertulis ”Tidak untuk dijual”.
”Aksi ini bertujuan memberikan peringatan kepada masyarakat agar tidak lagi mengganggu kehidupan primata di alam bebas,” katanya. Swasti menyebutkan, Indonesia memiliki kekayaan jenis primata sangat banyak. Dari sekitar 440 jenis primata di dunia, 40% di antaranya berada di wilayah hutan Indonesia. Sayangnya, dari berbagai jenis primata yang hidup di Indonesia, 70% di antaranya terancam punah akibat perburuan.
Bahkan, saat ini sudah ada tiga jenis primata yang hidup di Indonesia masuk dalam daftar primata paling terancam mengalami kepunahan, yakni tarsius kerdil (tarsius pumilus ), kukang jawa (Nycticebus javanicus ), dan simakobu (simias concolor ).
Menurut Project Manager Javan Langur Center(JLC), Iwan Kurniawan, saat ini selain terus mengampanye perlindungan satwa primata dari ancaman perburuan, pihaknya juga terus melakukan upaya program rehabilitasi terhadap primata terutama jenis lutung jawa untuk dilepas kembali ke alam bebas.
Saat ini di kawasan Gunung Biru dan Gunung Anjasmara yang masuk kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo tercatat ada sekitar 114 ekor lutung jawa yang hidup bebas. ”Sebanyak 23 ekor di antaranya merupakan hasil pelepasan yang dilakukan JLC sejak tahun 2012 silam. Dua ekor lagi merupakan hasil perkembangbiakan di alam bebas. Ke-23 ekor yang dilepas JLC tersebut merupakan hasil penyitaan dari BKSDA dan hasil penyerahan secara sukarela dari masyarakat,” ungkapnya.
Saat inidiakuiIwan, untukkawasan Tahura R. Soerjo tingkat perburuan liar oleh manusia sebagai ancaman paling besar terhadap kelestarian lutung jawa mulai mengalami penurunan.
Yuswantoro
Pro Fauna Indonesia mencatat sepanjang tahun 2014, sedikitnya ada 35 kasus kejahatan terhadap satwa liar terutama jenis primata di alam bebas. Dari puluhan kasus tersebut minimal ada sekitar 400 ekor primata yang menjadi korban.
Campaign Officer Pro Fauna Indonesia, Swasti Prawidya Mukti menyebutkan, satwa dilindungi ini banyak menjadi perburuan liar dengan alasan untuk dipelihara dan ada juga diambil daging atau hatinya. ”Masih banyak kepercayaan yang tumbuh di masyarakat bahwa jenis primata daging dan hatinya bisa dijadikan obat kuat,” tuturnya.
Dia menyebutkan, jenis primata yang paling banyak diburu untuk dipelihara atau dikonsumsi dagingnya antara lain kukang, lutung jawa, dan owa. Jenis primata ini dijual dengan harga antara Rp300 ribu-Rp4 juta per ekor. Upaya melindungi primata di alam bebas tersebut digagas Pro Fauna Indonesia dengan mengusulkan ada hari primata nasional setiap 30 Januari.
Gerakan memperingati hari primata ini sudah digelar mulai tahun 2014 dan dilaksanakan di 22 kota di Indonesia. Aksi serupa kembali digelar Pro Fauna Indonesia di Bundaran Tugu Kota Malang, kemarin. Para aktivis Pro Fauna melakukan aksi teatrikal di depan Balai Kota Malang. Mereka membawa keranjang belanja berisikan boneka primata dan bertulis ”Tidak untuk dijual”.
”Aksi ini bertujuan memberikan peringatan kepada masyarakat agar tidak lagi mengganggu kehidupan primata di alam bebas,” katanya. Swasti menyebutkan, Indonesia memiliki kekayaan jenis primata sangat banyak. Dari sekitar 440 jenis primata di dunia, 40% di antaranya berada di wilayah hutan Indonesia. Sayangnya, dari berbagai jenis primata yang hidup di Indonesia, 70% di antaranya terancam punah akibat perburuan.
Bahkan, saat ini sudah ada tiga jenis primata yang hidup di Indonesia masuk dalam daftar primata paling terancam mengalami kepunahan, yakni tarsius kerdil (tarsius pumilus ), kukang jawa (Nycticebus javanicus ), dan simakobu (simias concolor ).
Menurut Project Manager Javan Langur Center(JLC), Iwan Kurniawan, saat ini selain terus mengampanye perlindungan satwa primata dari ancaman perburuan, pihaknya juga terus melakukan upaya program rehabilitasi terhadap primata terutama jenis lutung jawa untuk dilepas kembali ke alam bebas.
Saat ini di kawasan Gunung Biru dan Gunung Anjasmara yang masuk kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo tercatat ada sekitar 114 ekor lutung jawa yang hidup bebas. ”Sebanyak 23 ekor di antaranya merupakan hasil pelepasan yang dilakukan JLC sejak tahun 2012 silam. Dua ekor lagi merupakan hasil perkembangbiakan di alam bebas. Ke-23 ekor yang dilepas JLC tersebut merupakan hasil penyitaan dari BKSDA dan hasil penyerahan secara sukarela dari masyarakat,” ungkapnya.
Saat inidiakuiIwan, untukkawasan Tahura R. Soerjo tingkat perburuan liar oleh manusia sebagai ancaman paling besar terhadap kelestarian lutung jawa mulai mengalami penurunan.
Yuswantoro
(ftr)