Lampu Sudah Nyala di Sekolah dan Balai Dusun

Jum'at, 23 Januari 2015 - 11:30 WIB
Lampu Sudah Nyala di...
Lampu Sudah Nyala di Sekolah dan Balai Dusun
A A A
KUPANG - Sapa hangat dan keramahan warga Desa Sillu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) begitu sangat terasa.

Meski belum saling kenal, mereka tersenyum, ucapkan selamat pagi, siang atau malam, sesuai waktu saat itu. Ini ditunjukkan ketika mengetahui kehadiran 37 mahasiswa Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya bersama 40 mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang di desa mereka.

Warga tujuh dusun di desa yang mayoritas bertani jagung itu senang dan berterima kasih atas sumbangsih nyata mahasiswa melalui program Community Outreach Program (COP) 2015 oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UK Petra. ”Ada tiga dari tujuh dusun yang menjadi titik sasaran COP tahun 2015 ini,” ujar Herri Christian Palit, kepala LPPM UK Petra disela kegiatan COP di Desa Sillu kemarin.

Tiga dusun tersebut adalah Tunmuni, Oelhaususu, dan Enokaka. COP sudah dilaksanakan sejak Senin (12/1) dan akan berakhir Selasa (27/1). Mahasiswa terlibat aktif dalam pengerjaan proyek fisik yang dilakukan bersama warga. Ada penyediaan fasilitas air bersih dengan menyediakan pompa hydran, pengecatan fasilitas umum, serta merenovasi tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Harapan Bangsa.

Program nonfisik juga tidak ketinggalan dilaksanakan, yakni pembelajaran tentang kesehatan gigi dan mulut serta sanitasi. Mahasiswa juga mengajar murid di sekolahan yang ada di desa itu. ”Selain terfokus dalam penyediaan air, kami juga memasang 30 solarsell di beberapa fasilitas umum. Kantor desa dan balai dusun. Selain itu, sekolah atau perpustakaan sekolah,” ujar Herry.

Selama ini untuk memenuhi kebutuhan air, warga harus berjalan jauh dengan medan tanah terjal yang keras saat musim panas, dan lekat ketika hujan. Saat hujan saja sulit bagi warga untuk jalan jika mengenakan sandal. Mau tidak mau harus dengan kaki telanjang. Jarak 3 kilometer harus ditempuh warga di dusun terdekat mata air.

Waktu tempuh cukuplah lama karena mata air berada di bawah, sedangkan perkampungan ada di atas bukit. ”Untuk menaikkan air diperlukan teknologi tepat guna, yakni dengan pompa hydran,” ucap Koordinator LPPM UK Petra Surabaya Frans Limbong.

Pompa digerakkan tekanan air yang mengalir dari sumber mata air ke titik yang lebih rendah sekitar 30 meter. Diatur klep dari ban bekas yang digerakkan tekanan air, sebagian air masuk ke tabung dari pipa besi, selanjutnya naik ke tandon setinggi 70 meter. Baru dari tandon tower, air didistribusikan ke warga.Meski demikian, waktu pengambilan air hanya bisa dilaksanakan siang hari.

Pengambilan air saat malam sangat berisiko lantaran hewan berbisa. Banyak warga yang nyawanya tidak tertolong karena dipatuk ular hijau. ”Sebenarnya jika pemerintah pusat mau serius mengoordinir CSR (corporate social responsibility) perusahaan, banyak desa tertinggal yang akan tersentuh kemajuan. Pemerintah tinggal tunjuk wilayah yang harus digarap perusahaan pelaksana CSR,” ujar Frans.

Ada banyak cerita lucu selama COP berlangsung. Mahasiswa UK Petra yang kesemuanya dari keluarga berada harus ”dipaksa” mandi di sungai. Ini karena situasi yang mengharuskan seperti ini. Supaya tidak dilihat sesama teman, setiap mahasiswa mengenakan sarung untuk menutup tubuh saat mandi. Dalam balutan sarung itu, mereka menggosokkan sabun.

Untuk menjaga sarung tidak melorot, mereka menggigit simpul sarung selama mandi. Karena lupa, mereka bicara dan ada yang tertawa, hingga melorotlah sarung penutup. Suasana ger-geranpun pecah. Fransisco Ardi, mahasiswa semester IX Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik sipil UK Petra, terkesan dengan keramahan warga Desa Sillu.

Tiap berpapasan, warga dengan usia anak-anak hingga dewasa selalu menyapa.”Selain belajar kebudayaan di sini, kami membantu di sini,” kata Ardi. Mahasiswa asal Jalan Baliwerti, Kecamatan/Kota Kediri ini mengaku tidak merasakan kejengahan. ”Senang, bisa berbuat memberi manfaat melalui COP,” ujarnya Gedung PAUD Harapan Bangsa yang dibangun melalui program COP berdinding batako, beratap seng.

Mural menghiasi dinding. Bagian depan PAUD ada aneka mainan anak layaknya di sekolah taman kanak- kanak (TK) pada umumnya. Ada perosotan, jungkatjungkit, dan lainnya. Yakuba Nuban, guru PAUD Harapan Bangsa di Dusun Tunmuni mengaku gembira. ”Dulu sekolahan memanfaatkan rumah saya. Terus ada sekolah bambu di samping rumah, sampai akhirnya Petra (UK Petra) bangun sekolahan dari tembok,” ucapnya.

Dibantu suaminya, Kornelit Dethan, Yakuba sebelumnya selalu memperbaiki rumahnya secara bertahap untuk sekolahan. ”Sempat saya suruh istri agar tidak melanjutkan mengajar karena tidak ada gaji. Tapi istri saya bilang tetap mengajar demi anak-anak,” ujarnya.

Ada 10 anak sekitar rumah mereka yang jadi murid. Pengenalan angka dan huruf menjadi materi pembelajaran. Sekretaris Desa Sillu Yesaya Tob menyambut gembira COP yang diikuti mahasiswa. ”Selama ini warga kesulitan saat mengambil air bersih. ”Di desa ini ada 1.013 KK (kepala keluarga) dengan jumlah jiwa 4.000 lebih. Warga ada di 28 RT dan 13 RW,” paparnya.

Yesaya cukup senang atas fasilitas yang diberikan untuk desanya. Kepala Urusan Pembangunan (Kaur Pem) Desa Sillu, Abihut Fatutuan juga menyampaikan rasa gembiranya. ”Dari tujuh dusun, empat dusun sudah teraliri listrik dan tiga dusun lainnya belum. Terima kasih sekali kalau ada lampu tenaga matahari yang dipasang di sekolahan dan balai dusun,” kata Abihut.

Abihut ingat betul hasil COP UK Petra dari tahun ke tahun. Tahun 2012, pembuatan jamban umum, rumah pintar dan balai pertemuan, tandon air di Dusun Kak’Ana. Tahun 2013 berupa sarana PAUD di Dusun Tunmuni, serta renovasi gereja di Dusun Oelbima. Tahun 2014, Dusun Tuamnanu menjadi salah satu titik COP.

Soeprayitno
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1134 seconds (0.1#10.140)