Hang-Man, Alat Bantu Tunadaksa Kenakan Pakaian
A
A
A
SURABAYA - Kesulitan mengenakan pakaian kerap kali dialami para penyandang cacat, terutama mereka yang tidak memiliki kedua lengan.
Tidak jarang untuk bisa berpakaian, tunadaksa itu selalu dibantu keluarganya. Realita seperti ini yang menginspirasi empat mahasiswa Fakultas Teknik Manufaktur, Universitas Surabaya (Ubaya). Andrew Setijo, Rudi Gunawan, Prisca Agustina R, dan Melkior Fajar, adalah para inovator alat bantu yang mampu mempermudah dan mempercepat tunadaksa memakai baju.
Hang-Man adalah nama alat itu. Menariknya alat yang prototipe dibuat dengan menelan dana Rp4 juta ini dibuat dalam mengikuti GS Astra Power of Innovation. “Kami hanya perlu waktu dua pekan untuk merancang dan membuat alat Hang-Man ini. Kalau inspirasinya sudah ada sejak setahun lalu,” tutur Andrew Setijo saat ditemui di kampus Ubaya Jalan Kalirungkut, Tenggilis, kemarin.
Mahasiswa yang akrab disapa Androw ini mengaku sempat melihat penyandang tunadaksa kesulitan berpakaian. “Jangankan mereka yang memiliki keterbatasan, kita saja terkadang kesulitan memakai kaos, apalagi yang agak kekecilan,” ujarnya. Untuk nama, empat sekawan ini memberikannya asal. “Hang artinya gantung. Man ya manusia. Jadi namanya Hang- Man,” kata Rudi Gunawan.
Karena alat ini diciptakan untuk mengikuti lomba yang digelar produsen pabrik aki, mereka menjadikan aki berdaya 12 volt sebagai sumber energinya. Aki ini menggerakkan Hang-Man yang kerangkanya terbuat dari aluminium alloy. Menilik sistem kerjanya, Hang-Man memiliki fungsi membuka kaos.
Setelah kaos dikaitkan dengan bagian Hang- Man yang menarik ke kanan dan kiri sehingga lebar, bagian alat yang memiliki fungsi vertikal membawanya ke atas sejajar dengan leher penyandang cacat. Sistem kerja alat menggunakan tombol-tombol yang bisa dioperasikan tunadaksa menggunakan jari kakinya.
Penyandang cacat hanya perlu sedikit membungkuk untuk memasukan kepalanya ke lubang leher kaos. Tahapan berikutnya secara otomatis alat dengan fungsi vertikal menurunkan bagian kaos sehingga terpakai kepada mereka.
“Karena masih prototipe, alat ini menghabiskan dana Rp4 juta. Kalau sudah jadi tentu bisa dipikirkan penggunaan bahan yang lebih efisien dari sisi harga,” ujar Androw yang diamini teman setimnya.
Sebelum dikirim ke Jakarta dan dipresentasikan, alat ini sudah diujikan kepada Esther, salah seorang penyandang cacat di Dukuh Kupang, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Melihat tayangan video, Esther cukup terbantu. Untuk sisi waktu jauh lebih singkat dibanding dia berupaya mengenakan kaos dengan bantuan dua kaki.
Sesuai perjanjian dengan penyelenggara lomba, Androw dan kawan-kawan hanya berhak atas hadiah juara 1 senilai Rp50 juta. Untuk prototipe karya mereka menjadi hak panitia. Pengumuman sebagai pemenang diinformasikan pada 12 Desember 2014. Sebelumnya mereka dan karyanya mengikuti tahapan panjang penjurian.
Lomba yang diadakan GS Astra ini bertepatan dengan ulang tahun ke 40 GS Astra. Hal ini baru kali pertama diselenggarakan di Jakarta. Ada 3 kategori perlombaan, yakni untuk umum, mahasiswa, dan pelajar. Adapun syarat dari perlombaan bertaraf nasional ini adalah peserta diminta membuat inovasi produk apa pun yang belum pernah ada di masyarakat dan menggunakan aki GS Astra.
“Selama ini penderita tunadaksa dengan cacat kedua tangan selalu menggunakan kaki untuk berpakaian,” tutur Farida Martarina, Ketua III Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Jawa Timur saat uji fungsi dan demo Hang-Man.
Farida sangat mengapresiasi kepedulian Ubaya terhadap kaum difabel. Penyempurnaan atas karya menjadi harga mati buat Androw. Ini yang membuat mereka akan merancang Hang- Man generasi berikutnya untuk mempermudah disabilitas memakai celana dan baju.
“Untuk pemakaian celana perlu ditambahkan pengait. Sedangkan untuk pemakaian baju tinggal dicari cara mengaitkan kancing baju,” kata Androw.
Soeprayitno
Tidak jarang untuk bisa berpakaian, tunadaksa itu selalu dibantu keluarganya. Realita seperti ini yang menginspirasi empat mahasiswa Fakultas Teknik Manufaktur, Universitas Surabaya (Ubaya). Andrew Setijo, Rudi Gunawan, Prisca Agustina R, dan Melkior Fajar, adalah para inovator alat bantu yang mampu mempermudah dan mempercepat tunadaksa memakai baju.
Hang-Man adalah nama alat itu. Menariknya alat yang prototipe dibuat dengan menelan dana Rp4 juta ini dibuat dalam mengikuti GS Astra Power of Innovation. “Kami hanya perlu waktu dua pekan untuk merancang dan membuat alat Hang-Man ini. Kalau inspirasinya sudah ada sejak setahun lalu,” tutur Andrew Setijo saat ditemui di kampus Ubaya Jalan Kalirungkut, Tenggilis, kemarin.
Mahasiswa yang akrab disapa Androw ini mengaku sempat melihat penyandang tunadaksa kesulitan berpakaian. “Jangankan mereka yang memiliki keterbatasan, kita saja terkadang kesulitan memakai kaos, apalagi yang agak kekecilan,” ujarnya. Untuk nama, empat sekawan ini memberikannya asal. “Hang artinya gantung. Man ya manusia. Jadi namanya Hang- Man,” kata Rudi Gunawan.
Karena alat ini diciptakan untuk mengikuti lomba yang digelar produsen pabrik aki, mereka menjadikan aki berdaya 12 volt sebagai sumber energinya. Aki ini menggerakkan Hang-Man yang kerangkanya terbuat dari aluminium alloy. Menilik sistem kerjanya, Hang-Man memiliki fungsi membuka kaos.
Setelah kaos dikaitkan dengan bagian Hang- Man yang menarik ke kanan dan kiri sehingga lebar, bagian alat yang memiliki fungsi vertikal membawanya ke atas sejajar dengan leher penyandang cacat. Sistem kerja alat menggunakan tombol-tombol yang bisa dioperasikan tunadaksa menggunakan jari kakinya.
Penyandang cacat hanya perlu sedikit membungkuk untuk memasukan kepalanya ke lubang leher kaos. Tahapan berikutnya secara otomatis alat dengan fungsi vertikal menurunkan bagian kaos sehingga terpakai kepada mereka.
“Karena masih prototipe, alat ini menghabiskan dana Rp4 juta. Kalau sudah jadi tentu bisa dipikirkan penggunaan bahan yang lebih efisien dari sisi harga,” ujar Androw yang diamini teman setimnya.
Sebelum dikirim ke Jakarta dan dipresentasikan, alat ini sudah diujikan kepada Esther, salah seorang penyandang cacat di Dukuh Kupang, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Melihat tayangan video, Esther cukup terbantu. Untuk sisi waktu jauh lebih singkat dibanding dia berupaya mengenakan kaos dengan bantuan dua kaki.
Sesuai perjanjian dengan penyelenggara lomba, Androw dan kawan-kawan hanya berhak atas hadiah juara 1 senilai Rp50 juta. Untuk prototipe karya mereka menjadi hak panitia. Pengumuman sebagai pemenang diinformasikan pada 12 Desember 2014. Sebelumnya mereka dan karyanya mengikuti tahapan panjang penjurian.
Lomba yang diadakan GS Astra ini bertepatan dengan ulang tahun ke 40 GS Astra. Hal ini baru kali pertama diselenggarakan di Jakarta. Ada 3 kategori perlombaan, yakni untuk umum, mahasiswa, dan pelajar. Adapun syarat dari perlombaan bertaraf nasional ini adalah peserta diminta membuat inovasi produk apa pun yang belum pernah ada di masyarakat dan menggunakan aki GS Astra.
“Selama ini penderita tunadaksa dengan cacat kedua tangan selalu menggunakan kaki untuk berpakaian,” tutur Farida Martarina, Ketua III Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Jawa Timur saat uji fungsi dan demo Hang-Man.
Farida sangat mengapresiasi kepedulian Ubaya terhadap kaum difabel. Penyempurnaan atas karya menjadi harga mati buat Androw. Ini yang membuat mereka akan merancang Hang- Man generasi berikutnya untuk mempermudah disabilitas memakai celana dan baju.
“Untuk pemakaian celana perlu ditambahkan pengait. Sedangkan untuk pemakaian baju tinggal dicari cara mengaitkan kancing baju,” kata Androw.
Soeprayitno
(ftr)