PPB Ungkap Adanya Pungli SK CPNS
A
A
A
BANGKALAN - Pascapenangkapan RKH Fuad Amin Imron, Ketua DPRD Bangkalan yang juga mantan bupati setempat dua periode oleh KPK, kalangan aktivis penggiat korupsi dan pemerhati kebijakan publik mulai banyak yang berani angkat bicara.
Poros Pemuda Bangkalan (PPB) menggelar aksi demo di Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat, Jalan Soekarno- Hatta. Dalam demo yang diikuti puluhan aktivis itu, PPB mengusung isu pungutan liar (pungli) pengangkatan calon pegawai negeri sipil (PNS) kategori 1 (K- 1) dan kategori 2 (K-2).
Pungli itu nominalnya sesuai jenjang ijazah pendidikan dari CPNS yang akan menerima surat keputusan (SK). Untuk CPNS berijazah SMP, misalnya, tarif pungli yang dikenakan kisaran Rp40 juta-Rp50 juta, ijazah SMA Rp60 juta-Rp75 juta, dan untuk ijazah sarjana bisa mencapai Rp150 juta.
“Itu (pungli) ditarik dan dibebankan pada CPNS K-1 dan K-2 untuk bisa mendapat SK. Saya ada bukti kuitansinya, jadi bukan omong kosong,” ujar juru bicara Poros Pemuda Bangkalan, Mathur Khusairi, dalam orasinya kemarin.
Aktivis yang juga Ketua LSM CiDE Bangkalan itu menjelaskan, pungli senilai puluhan juta rupiah yang dibebankan pada CPNS K-1 dan K-2 jumlahnya mencapai ratusan orang. Bila dikaitkan dengan data terkini CPNS yang akan menerima SK, jumlahnya mencapai 600-an orang.
Dengan adanya tarif pungli tersebut, para CPNS yang ketakutan tidak keluar SK-nya terpaksa menempuh berbagai cara untuk bisa membayar. Ada yang menjual tanah, pinjam ke bank dan sanak saudara, menjual perhiasan, bahkan menggadaikan sawah ladang. “Mereka terpaksa memilih bayar karena terancam dan ketakutan SK CPNS tidak bisa keluar,” urai Mathur.
Dia mengancam akan menempuh jalur hukum atas kasus dugaan pungli CPNS tersebut. Itu dengan catatan, jika pihak BKD tidak transparan dan memberikan penjelasan yang akurat terkait adanya pungli CPNS, termasuk aliran uang itu ke mana saja, diminta untuk dijelaskan kepada publik.
“Kalau sampai tidak ada penjelasan yang transparan, jelas dalam waktu dekat akan kami laporkan ke kepolisian. Barang bukti (pungli) sudah kami pegang, tinggal dilaporkan,” tuturnya.
Terkait tudingan pungli CPNS K-1 dan K-2 tersebut, Kepala BKD Bangkalan Roosli Haryono mengaku belum mengetahui secara pasti. Alasannya, dia mengaku baru 2,5 bulan menjabat sebagai pimpinan dan masih belum menyelesaikan SK pengangkatan CPNS K-1 dan K- 2. “Kalau soal itu, saya tidak tahu, kan baru 2,5 bulan ini menjabat. Ini saja masih sibuk tanda tangan SK,” ungkapnya.
Pria yang akrab dipanggil Nono itu hanya bisa menjelaskan jumlah CPNS K-1 dan K-2 yang lulus, ada sebanyak 1.054 orang. Dari jumlah tersebut, 606 orang sudah turun SK CPNS-nya dan telah diberikan ke masing-masing dinas terkait, 341 orang SK-nya masih dalam proses pengetikan dan sisanya 147 orang masih dalam persetujuan dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Untuk SK yang belum turun, menurutnya, lebih pada kendala teknis, seperti ada kesalahan ketik nama dan tanggal lahir. Kini sudah dalam perbaikan dan tinggal menunggu persetujuan BKD.
“Saya targetkan akhir Desember ini semua sudah tuntas terkait SK CPNS tersebut. Itu karena Januari 2015 mereka akan menerima gaji pertama,” ujarnya.
Subairi
Poros Pemuda Bangkalan (PPB) menggelar aksi demo di Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) setempat, Jalan Soekarno- Hatta. Dalam demo yang diikuti puluhan aktivis itu, PPB mengusung isu pungutan liar (pungli) pengangkatan calon pegawai negeri sipil (PNS) kategori 1 (K- 1) dan kategori 2 (K-2).
Pungli itu nominalnya sesuai jenjang ijazah pendidikan dari CPNS yang akan menerima surat keputusan (SK). Untuk CPNS berijazah SMP, misalnya, tarif pungli yang dikenakan kisaran Rp40 juta-Rp50 juta, ijazah SMA Rp60 juta-Rp75 juta, dan untuk ijazah sarjana bisa mencapai Rp150 juta.
“Itu (pungli) ditarik dan dibebankan pada CPNS K-1 dan K-2 untuk bisa mendapat SK. Saya ada bukti kuitansinya, jadi bukan omong kosong,” ujar juru bicara Poros Pemuda Bangkalan, Mathur Khusairi, dalam orasinya kemarin.
Aktivis yang juga Ketua LSM CiDE Bangkalan itu menjelaskan, pungli senilai puluhan juta rupiah yang dibebankan pada CPNS K-1 dan K-2 jumlahnya mencapai ratusan orang. Bila dikaitkan dengan data terkini CPNS yang akan menerima SK, jumlahnya mencapai 600-an orang.
Dengan adanya tarif pungli tersebut, para CPNS yang ketakutan tidak keluar SK-nya terpaksa menempuh berbagai cara untuk bisa membayar. Ada yang menjual tanah, pinjam ke bank dan sanak saudara, menjual perhiasan, bahkan menggadaikan sawah ladang. “Mereka terpaksa memilih bayar karena terancam dan ketakutan SK CPNS tidak bisa keluar,” urai Mathur.
Dia mengancam akan menempuh jalur hukum atas kasus dugaan pungli CPNS tersebut. Itu dengan catatan, jika pihak BKD tidak transparan dan memberikan penjelasan yang akurat terkait adanya pungli CPNS, termasuk aliran uang itu ke mana saja, diminta untuk dijelaskan kepada publik.
“Kalau sampai tidak ada penjelasan yang transparan, jelas dalam waktu dekat akan kami laporkan ke kepolisian. Barang bukti (pungli) sudah kami pegang, tinggal dilaporkan,” tuturnya.
Terkait tudingan pungli CPNS K-1 dan K-2 tersebut, Kepala BKD Bangkalan Roosli Haryono mengaku belum mengetahui secara pasti. Alasannya, dia mengaku baru 2,5 bulan menjabat sebagai pimpinan dan masih belum menyelesaikan SK pengangkatan CPNS K-1 dan K- 2. “Kalau soal itu, saya tidak tahu, kan baru 2,5 bulan ini menjabat. Ini saja masih sibuk tanda tangan SK,” ungkapnya.
Pria yang akrab dipanggil Nono itu hanya bisa menjelaskan jumlah CPNS K-1 dan K-2 yang lulus, ada sebanyak 1.054 orang. Dari jumlah tersebut, 606 orang sudah turun SK CPNS-nya dan telah diberikan ke masing-masing dinas terkait, 341 orang SK-nya masih dalam proses pengetikan dan sisanya 147 orang masih dalam persetujuan dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Untuk SK yang belum turun, menurutnya, lebih pada kendala teknis, seperti ada kesalahan ketik nama dan tanggal lahir. Kini sudah dalam perbaikan dan tinggal menunggu persetujuan BKD.
“Saya targetkan akhir Desember ini semua sudah tuntas terkait SK CPNS tersebut. Itu karena Januari 2015 mereka akan menerima gaji pertama,” ujarnya.
Subairi
(ftr)