Eks Direktur RSUD Blitar Ditahan
A
A
A
BLITAR - Budi Winarno, mantan Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar, akhirnya ditahan. Tersangka dugaan korupsi dana jaminan kesehatan itu dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Blitar.
“Kami resmi menahan tersangka dengan alasan agar tidak melarikan diri, mengulangi perbuatan pidana, dan menghilangkan barang bukti,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Blitar Dade Ruskandar kepada wartawan. Pekan lalu, Kamis (27/11), Budi sejatinya dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.
Namun Budi yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Oktober 2014 lalu, mengaku tidak siap mental sehingga tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik hari itu. Dalam kasus ini, Budi diduga menyelewengkan dana Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal tahun 2012- 2013 senilai Rp24 miliar. Budi yang menjabat sebagai direktur Ngudi Waluyo sejak 1999-2013 itu dianggap menggelembungkan dana klaim sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp890 juta.
“Pemeriksaan hari ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya yang dihentikan sementara karena bersangkutan meminta didampingi kuasa hukum. Hari ini tersangka didampingi dua orang kuasa hukumnya,” kata Dade. Setelah diperiksa sejak pagi, sekitar pukul 14.00 WIB kemarin, Budi yang mengenakan baju motif kotak-kotak dengan setelan celana kain berwarna hitam dibawa ke RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar guna menjalani cek kesehatan.
Setelah dipastikan sehat, jaksa penyidik membawanya ke Lapas Klas II B Blitar dengan status tahanan titipan. “Ini sifatnya dititipkan di lapas agar mempermudah proses pemeriksaan selanjutnya,” tutur Kasi Intel Kejari Blitar Hargo Bawono. Dalam kasus ini penyidik kejaksaan memeriksa 20 saksi.
Hargo menjelaskan, dari keterangan para saksi, penyidik mengambil kesimpulan bahwa perbuatan Budi melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 61/ 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Mengingat kebijakan birokrasi tak bisa berdiri sendiri, tak tertutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah. “Ada anggaran yang dikucurkan tersangka tanpa menunggu terbitnya SK bupati. Saat ini kami terus mengembangkan kasusnya,” katanya.
Koordinator LSM Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Moh Triyanto mendesak kejaksaan mengusut secara tuntas. Siapa pun yang terlibat, bagi KRPK harus bertanggung jawab. “Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab. Jangan sampai ada keadilan hukum yang tebang pilih,” katanya.
Solichan Arif
“Kami resmi menahan tersangka dengan alasan agar tidak melarikan diri, mengulangi perbuatan pidana, dan menghilangkan barang bukti,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Blitar Dade Ruskandar kepada wartawan. Pekan lalu, Kamis (27/11), Budi sejatinya dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.
Namun Budi yang ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Oktober 2014 lalu, mengaku tidak siap mental sehingga tidak memenuhi panggilan jaksa penyidik hari itu. Dalam kasus ini, Budi diduga menyelewengkan dana Jamkesmas, Jamkesda, dan Jampersal tahun 2012- 2013 senilai Rp24 miliar. Budi yang menjabat sebagai direktur Ngudi Waluyo sejak 1999-2013 itu dianggap menggelembungkan dana klaim sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp890 juta.
“Pemeriksaan hari ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya yang dihentikan sementara karena bersangkutan meminta didampingi kuasa hukum. Hari ini tersangka didampingi dua orang kuasa hukumnya,” kata Dade. Setelah diperiksa sejak pagi, sekitar pukul 14.00 WIB kemarin, Budi yang mengenakan baju motif kotak-kotak dengan setelan celana kain berwarna hitam dibawa ke RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar guna menjalani cek kesehatan.
Setelah dipastikan sehat, jaksa penyidik membawanya ke Lapas Klas II B Blitar dengan status tahanan titipan. “Ini sifatnya dititipkan di lapas agar mempermudah proses pemeriksaan selanjutnya,” tutur Kasi Intel Kejari Blitar Hargo Bawono. Dalam kasus ini penyidik kejaksaan memeriksa 20 saksi.
Hargo menjelaskan, dari keterangan para saksi, penyidik mengambil kesimpulan bahwa perbuatan Budi melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 61/ 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Mengingat kebijakan birokrasi tak bisa berdiri sendiri, tak tertutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah. “Ada anggaran yang dikucurkan tersangka tanpa menunggu terbitnya SK bupati. Saat ini kami terus mengembangkan kasusnya,” katanya.
Koordinator LSM Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Moh Triyanto mendesak kejaksaan mengusut secara tuntas. Siapa pun yang terlibat, bagi KRPK harus bertanggung jawab. “Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Siapa pun yang terlibat harus bertanggung jawab. Jangan sampai ada keadilan hukum yang tebang pilih,” katanya.
Solichan Arif
(ftr)