Vonis Pencari Kayu Bakar Dikritik, Ini Komentar PN Probolinggo
A
A
A
PROBOLINGGO - Vonis dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar bagi Busrin, seorang pencari kayu bakar, dikritisi sejumlah pihak. Pihak Pengadilan Negeri (PN) Probolinggo pun menanggapi kritik tersebut.
"Dalam mengadili, majelis telah mempertimbangkan segala aspek. Tidak didasarkan atas si kaya dan si miskin. Tetapi juga didasarkan atas kemanfaatan putusan tersebut," kata Humas PN Probolinggo Putu Agus Wiranata, Senin (24/11/2014).
Menurutnya, vonis dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar tersebut sudah merupakan ancaman hukuman minimal. Sementara, ancaman hukuman yang berlaku pada UU tersebut antara 2-10 tahun penjara dengan denda Rp2 miliar hingga Rp10 miliar.
"Majelis tidak bisa memberikan putusan di bawah ketentuan minimal. Kemanfaatan atas vonis ini bukan sebagai efek jera terhadap pelaku perusakan lingkungan, tetapi pada ancaman kerusakan lingkungan, banjir, dan abrasi pantai," tandasnya.
Dalam persidangan tersebut, lanjut Putu Agus Wiranata, juga terungkap fakta bahwa kegiatan penebangan tersebut juga untuk kepentingan pembukaan lahan. Ketidaktahuan terdakwa terhadap perundangan yang berlaku tidak bisa dijadikan sebagai hal meringankan hukumannya. Karena, perangkat desa telah menyosialisasikan agar tidak melakukan penebangan mangrove di pesisir pantai.
Sementara itu, penasihat hukum keluarga Busrin, Usman, mengungkapkan keinginan pihak keluarga untuk menempuh hukum lain melalui peninjauan kembali (PK). Upaya ini dilakukan karena adanya disparitas perlakuan hukum, bahwa diundangkanya aturan tersebut tentu didasarkan atas potensi kerusakan ekosistem yang sistematis untuk kepentingan ekonomi.
"Busrin menebang kayu hanya untuk kebutuhan hariannya. Tidak ada niat untuk kepentingan ekonomi. Sementara, disparitas hukum ini terjadi pada pihak yang sengaja merusak hutan untuk kepentingan ekonomi, tetapi justru dibiarkan terjadi," tandas Usman.
Diberitakan sebelumnya, vonis dua tahun dan denda Rp2 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo terhadap Busrin (48), pencari kayu bakar, mencengangkan publik. Dengan barang bukti dua meter kubik potongan pohon mangrove, warga Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, harus menjalani hukuman dan membayar denda yang di luar nalarnya dan keluarganya.
Majelis Hakim PN Probolinggo memvonis terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar, subsider satu bulan tahanan. Vonis terdakwa yang dijerat dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terluar ini lebih rendah satu bulan masa subsider dari tuntutan jaksa.
"Dalam mengadili, majelis telah mempertimbangkan segala aspek. Tidak didasarkan atas si kaya dan si miskin. Tetapi juga didasarkan atas kemanfaatan putusan tersebut," kata Humas PN Probolinggo Putu Agus Wiranata, Senin (24/11/2014).
Menurutnya, vonis dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar tersebut sudah merupakan ancaman hukuman minimal. Sementara, ancaman hukuman yang berlaku pada UU tersebut antara 2-10 tahun penjara dengan denda Rp2 miliar hingga Rp10 miliar.
"Majelis tidak bisa memberikan putusan di bawah ketentuan minimal. Kemanfaatan atas vonis ini bukan sebagai efek jera terhadap pelaku perusakan lingkungan, tetapi pada ancaman kerusakan lingkungan, banjir, dan abrasi pantai," tandasnya.
Dalam persidangan tersebut, lanjut Putu Agus Wiranata, juga terungkap fakta bahwa kegiatan penebangan tersebut juga untuk kepentingan pembukaan lahan. Ketidaktahuan terdakwa terhadap perundangan yang berlaku tidak bisa dijadikan sebagai hal meringankan hukumannya. Karena, perangkat desa telah menyosialisasikan agar tidak melakukan penebangan mangrove di pesisir pantai.
Sementara itu, penasihat hukum keluarga Busrin, Usman, mengungkapkan keinginan pihak keluarga untuk menempuh hukum lain melalui peninjauan kembali (PK). Upaya ini dilakukan karena adanya disparitas perlakuan hukum, bahwa diundangkanya aturan tersebut tentu didasarkan atas potensi kerusakan ekosistem yang sistematis untuk kepentingan ekonomi.
"Busrin menebang kayu hanya untuk kebutuhan hariannya. Tidak ada niat untuk kepentingan ekonomi. Sementara, disparitas hukum ini terjadi pada pihak yang sengaja merusak hutan untuk kepentingan ekonomi, tetapi justru dibiarkan terjadi," tandas Usman.
Diberitakan sebelumnya, vonis dua tahun dan denda Rp2 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Probolinggo terhadap Busrin (48), pencari kayu bakar, mencengangkan publik. Dengan barang bukti dua meter kubik potongan pohon mangrove, warga Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, harus menjalani hukuman dan membayar denda yang di luar nalarnya dan keluarganya.
Majelis Hakim PN Probolinggo memvonis terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar, subsider satu bulan tahanan. Vonis terdakwa yang dijerat dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Terluar ini lebih rendah satu bulan masa subsider dari tuntutan jaksa.
(zik)