PKL Unit 37 Malioboro Seragamkan Tenda
A
A
A
YOGYAKARTA - Khawatir direlokasi dari tempat usahanya, 86 Pedagang Kaki Lima (PKL) anggota PPKLY Unit 37 Malioboro melakukan penataan. Dana ratusan juta dikeluarkan untuk menyeragamkan tenda dan membuat pakaian adat.
Penataan tersebut menjadi tindak lanjut munculnya kekhawatiran aktivitas para PKL akan dipindah jika upaya revitalisasi Malioboro direalisasikan.
"Kita siap menata diri dengan swadaya seperti yang dilakukan kali ini. Tapi tidak siap untuk direlokasi," tandas Ketua PPKLY Wawan Suhendar, Kamis (25/9/2014).
Tenda tempat 86 PKL yang berada di ruang sepanjang 50 meter di sisi selatan Pasar Beringharjo tersebut disulap menjadi warna merah. Tiang tenda diseragamkan warnanya menjadi berwarna biru.
Penataan dilakukan dengan melakukan penyusutan luasan ruang berdagang dari kelompok yang memiliki usaha mulai dari kuliner, fashion, hingga kerajinan tangan tersebut. Ruang jalan yang semula hanya memiliki lebar 1,5 meter, setelah penataan yang dilakukan secara swadaya, kini memiliki lebar dua meter.
"Penyusutan kita lakukan untuk lebih memberikan keleluasaan bagi pengunjung untuk berbelanja. Ini bagian dari upaya pemberian kenyamanan bagi semua," tambah Wawan.
Sementara, untuk mendukung Malioboro sebagai ikon pariwisata, para pedagang di Kelompok 37 Malioboro tersebut sepakat untuk mengenakan pakain adat. Penggunaan baju yang biasa disebut peranakan tersebut mengikuti agenda Pemkot Yogyakarta setiap hari Kamis Pahing.
"Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ada usulan nanti setiap akhir pekan mengenakan pakaian adat kita juga akan menggunakannya," tandas sesepuh PKL Unit 37 Malioboro Maryono.
Lelaki pedagang bakso tersebut mengatakan, penataan diri yang digagas secara swadaya oleh kelompoknya merupakan jawaban dari keluhan yang masuk ke pedagang. Dari beberapa kali pertemuan, termasuk ketika berkumpul di UPT Malioboro, banyak masukan yang menyebutkan PKL terlihat kumuh dan kotor.
Dengan penataan diri yang dilakukan, diharapkan imej PKL kotor dan kumuh bisa dihilangkan. Sehingga upaya untuk menggerakkan roda ekonomi keluarga dapat berjalan maksimal.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti yang diminta meresmikan penataan mandiri para PKL memberikan apresiasi atas upaya para pedagang. Hal tersebut, menurutnya, menunjukkan warga Yogyakarta adalah warga yang istimewa termasuk para pedagang di Malioboro.
Upaya penataan diri secara swadaya, disebutnya menjadi bukti bahwa apa pun bisa dilakukan asal ada niat. "Kalau ada niat dan mau semuanya pasti dilakukan. Kalau hanya niat tapi tidak dilakukan, ya tidak akan bisa. Ini bukti nyata bahwa penataan dilakukan secara swadaya juga bisa," tandas Haryadi.
Penataan tersebut menjadi tindak lanjut munculnya kekhawatiran aktivitas para PKL akan dipindah jika upaya revitalisasi Malioboro direalisasikan.
"Kita siap menata diri dengan swadaya seperti yang dilakukan kali ini. Tapi tidak siap untuk direlokasi," tandas Ketua PPKLY Wawan Suhendar, Kamis (25/9/2014).
Tenda tempat 86 PKL yang berada di ruang sepanjang 50 meter di sisi selatan Pasar Beringharjo tersebut disulap menjadi warna merah. Tiang tenda diseragamkan warnanya menjadi berwarna biru.
Penataan dilakukan dengan melakukan penyusutan luasan ruang berdagang dari kelompok yang memiliki usaha mulai dari kuliner, fashion, hingga kerajinan tangan tersebut. Ruang jalan yang semula hanya memiliki lebar 1,5 meter, setelah penataan yang dilakukan secara swadaya, kini memiliki lebar dua meter.
"Penyusutan kita lakukan untuk lebih memberikan keleluasaan bagi pengunjung untuk berbelanja. Ini bagian dari upaya pemberian kenyamanan bagi semua," tambah Wawan.
Sementara, untuk mendukung Malioboro sebagai ikon pariwisata, para pedagang di Kelompok 37 Malioboro tersebut sepakat untuk mengenakan pakain adat. Penggunaan baju yang biasa disebut peranakan tersebut mengikuti agenda Pemkot Yogyakarta setiap hari Kamis Pahing.
"Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ada usulan nanti setiap akhir pekan mengenakan pakaian adat kita juga akan menggunakannya," tandas sesepuh PKL Unit 37 Malioboro Maryono.
Lelaki pedagang bakso tersebut mengatakan, penataan diri yang digagas secara swadaya oleh kelompoknya merupakan jawaban dari keluhan yang masuk ke pedagang. Dari beberapa kali pertemuan, termasuk ketika berkumpul di UPT Malioboro, banyak masukan yang menyebutkan PKL terlihat kumuh dan kotor.
Dengan penataan diri yang dilakukan, diharapkan imej PKL kotor dan kumuh bisa dihilangkan. Sehingga upaya untuk menggerakkan roda ekonomi keluarga dapat berjalan maksimal.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti yang diminta meresmikan penataan mandiri para PKL memberikan apresiasi atas upaya para pedagang. Hal tersebut, menurutnya, menunjukkan warga Yogyakarta adalah warga yang istimewa termasuk para pedagang di Malioboro.
Upaya penataan diri secara swadaya, disebutnya menjadi bukti bahwa apa pun bisa dilakukan asal ada niat. "Kalau ada niat dan mau semuanya pasti dilakukan. Kalau hanya niat tapi tidak dilakukan, ya tidak akan bisa. Ini bukti nyata bahwa penataan dilakukan secara swadaya juga bisa," tandas Haryadi.
(zik)