Olok-olok kualat merebut Kelud, menyedihkan warga Kediri

Rabu, 19 Februari 2014 - 14:15 WIB
Olok-olok kualat merebut...
Olok-olok kualat merebut Kelud, menyedihkan warga Kediri
A A A
Sindonews.com - Sekarang silakan orang Kediri menikmati pasir dan sepuas-puasnya, tulis Erwin, warga Kota Blitar, di sebuah grup BlackBerry Messenger (BBM).

Pasir yang dimaksud adalah material vulkanik yang dilontarkan erupsi (letusan) Gunung Api Kelud, pada Kamis 13 Februari 2014. Bak lampu blitz raksasa, kilat bercabang-cabang muncul dari arah kepundan gunung.

Setiap sepersekian detik, cahaya putih menyilaukan itu mengerjap berulang-ulang. Diiring gemuruh guntur yang bersahutan, Kelud pun meledak.

Sekira pukul 22.50 WIB, Kelud seperti mengamuk, lava pijar menyembur keluar, bunga api berloncatan. Langit yang semula bersih terang, mendadak gelap. Awan tebal serupa cendawan raksasa bergulung berarak membungkam cahaya bulan.

Sebanyak 80-100 juta meter kubik vulkanik seperti dilempar tenaga super. Material itu terbang ke udara hingga ketinggian 17.000 meter. Faktanya, tidak hanya pasir dan abu. Kelud juga memuntahkan berbagai ukuran bongkahan batu.

"Biar dirasakan orang Kediri yang mengklaim sebagai pemilik Gunung Kelud," olok Erwin semakin meruncingkan kalimatnya, Rabu (19/2/2014).

Grup BBM itupun ramai. Respon pun susul menyusul. Ada yang memasang emoticon tertawa ngakak bergulingan. Ada yang hanya meringis, senyum lebar, atau menempelkan logo jempol tangan. Namun hampir semuanya membenarkan apa yang dikatakan Erwin.

Sengketa kepemilikan Gunung Kelud antara Pemerintah Kabupaten Blitar dan Pemerintah Kabupaten Kediri memang tidak mudah dilupakan. Konflik muncul mulai tahun 2003, menyusul statement almarhum eks Bupati Blitar Imam Muhadi bahwa Gunung Kelud adalah milik Blitar.

Puncaknya Gubernur Soekarwo menerbitkan SK No 188/133/KPTS/013/2012. Intinya, Kelud secara resmi milik Kabupaten Kediri. Pemerintah Kabupaten Blitar marah. Didukung warga, pemkab melayangkan gugatan PTUN.

Bahkan, sejumlah warga Blitar yang dimotori lembaga swadaya membentuk gerakan merebut Kelud.

Di kubu Kediri tidak tinggal diam. Suara sumbang tidak kalah nyaring diperdengarkan. Dulu Kelud dibiarkan, sekarang sudah dibangun bagus (wisata Kelud), Blitar kebingungan.

Konflik ini memaksa Mendagri dan sejumlah ahli turun tangan. Atas desakan yang bertubi-tubi, gubernur pun menyatakan Kelud berada pada wilayah status quo. Bukan milik Pemkab Blitar, juga bukan Kabupaten Kediri.

Erupsi Kelud tahun 2007 memang semakin mempercantik wajah wisata Kelud. Munculnya kubah atau anak Kelud semakin memperhebat kunjungan wisatawan. Kali ini, kerusakan akibat erupsi yang berlangsung malam Jumat Wage itu lebih besar dirasakan warga Kediri.

Tidak hanya tempat tinggal warga, material vulkanik juga meluluh-lantakkan berbagai fasilitas umum, seperti sekolahan, gedung kesehatan, dan lainnya. Lokasi wisata gunung api setinggi 1.731 di bawah permukaan laut yang sebelumnya menjadi ikon andalan Pemkab Kediri, juga luluh lantak.

Kini, sudah tujuh hari pascaerupsi. Namun hujan cukup deras yang tumpah beberapa hari, belum sepenuhnya mampu menyingkirkan material vulkanik yang ada. Pasir halus bercampur kerikil batu masih menempel erat di seluruh permukaan aspal jalan Kediri.

Ketebalan abu putih itu bervariasi. Ada yang empat centimeter (cm), ada yang lima cm, delapan cm, sembilan cm, bahkan semata kaki. Material itu bersifat ringan dan mudah terbang. Namun juga lengket dan rawan menyumbat lubang bila tercampur cairan.

Pada beberapa ruas jalan protokol di Kota Kediri, misalnya di Jalan Doho, minimnya air justru menjadikan pasir halus bercampur kerikil itu semakin lengket menyatu. Air yang kurang hanya membuat lapisan yang lebih tebal melebar. Sedangkan yang terlapis tipis menyingkir, bergeser ke kiri dan ke kanan.

"Lihat saja di wilayah Blitar secara umum, seperti tidak terjadi apa apa. Hujan sehari, debu bisa dihilangkan," sambung Iwan, di grup BBM.

Erupsi yang berlangsung satu jam itu memang melenyapkan kenyamanan Kota Kediri. Baik itu yang dirasakan pengendara maupun pejalan kaki. Bagi kendaraan roda empat, apalagi beroda besar, mungkin ketebalan material vulkanis tidak begitu terasa dan mengganggu.

Namun bagi roda dua, kondisi tersebut membuat sengsara. Lengah sedikit saja bisa tergelincir celaka. Belum lagi debu yang merebak dimana-mana. Suasana pagi, siang, dan malam seperti diselubungi kabut tebal.

Di Kabupaten Kediri, keadaan lebih menyedihkan. Di Kecamatan Puncu dan Ngancar, tidak sedikit rumah warga yang berlobang. Data menyebut, erupsi mengakibatkan sebanyak 3.192 unit bangunan rusak berat dan 2.192 unit rusak ringan.

Kondisi itu bertolak belakang dengan situasi sebagian besar wilayah Kabupaten dan Kota Blitar. Volume material vulkanik yang menyerbu tidak seberapa. Abu hanya mengganggu ringan.

Bila dibandingkan pengalaman erupsi Kelud pada tahun-tahun sebelumnya, situasi aman ini baru pertama kalinya terjadi. Beragam spekulasi pun berkembang. Kalangan yang berpikir kurang rasional menyatakan, bencana yang terjadi di Kediri akibat dampak merebut Gunung Kelud.

Sebab bencana itu tak kunjung berhenti. Setelah erupsi, saat ini giliran ancaman banjir lahar dingin mengintai. Sebab masih ada 50 juta meter kubik material sisa erupsi yang siap diluncurkan air hujan.

Sementara kalangan yang berpandangan lebih masuk akal menyatakan, malapetaka yang terjadi di Kediri, disebabkan mata angin lontaran. Semburan material Kelud mengarah ke barat daya. Sementara sebagian besar wilayah Kabupaten Blitar berada di tenggara.

"Kenapa Blitar tidak parah, karena arah angin tidak menuju wilayah Blitar. Kalau saat itu lontaran ke tenggara, tentu kondisi Blitar akan sama dengan Kediri," tulis Trisanto membalas di grup BBM.

Ada yang berteori, dahsyatnya letusan justru yang membuat Blitar lebih aman dari Kediri. Sebab, lontaran hebat material yang tersimpan sejak tahun 2007 itu justru melompati daerah terdekat.

"Toh buktinya, justru daerah lain yang wilayahnya jauh menjadi korban. Jawa Tengah, Jawa Barat, bahkan sampai pulau Madura," jelas Tri.

Baca juga:
Lahar dingin Kelud sapu rumah, sawah & ternak
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1176 seconds (0.1#10.140)