Peras warga, KPK, polisi & wartawan gadungan diringkus
A
A
A
Sindonews.com - Kepolisian Resor Kota Blitar meringkus seseorang yang mengaku sebagai anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bersama yang bersangkutan, polisi juga membekuk dua orang lain yang masing-masing mengaku sebagai anggota Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan, serta anggota Polda Jatim yang juga wartawan.
Sebab, Alfian Dwi Nurcahyo (44), warga Desa Saworajab, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, bersama Supriyo, 60 warga Desa Batuaji, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri dan Bayu Pamungkas (45), warga Desa Selodono Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri, terbukti melakukan pemerasan.
"Ketiganya ditangkap di Lapangan Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok," ujar Wakapolres Kota Blitar, Kompol Hary Poernomo, kepada wartawan, Jumat (15/11/2013).
Dari tangan mereka polisi menyita selembar surat tugas palsu berstempel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kartu pers sebuah media mingguan dan uang tunai sebesar Rp1,5 juta.
Menurut Hary, pengejaran dan penangkapan ketiga pelaku berawal dari laporan Arin Setyowati (20), karyawati swalayan asal Desa Ringinanyar, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Korban mengaku didatangi tiga orang yang sebelumnya tidak pernah dikenalnya. Setelah mengonterogasi dan mengancam akan memenjarakan, ujung-ujungnya mereka meminta uang sebesar Rp5 juta untuk mengamankan perkara.
"Karena takut, korban mengiyakan permintaan pelaku. Namun karena tidak memiliki banyak uang, permintaan itu diangsur dengan pemberian pertama Rp1,5 juta," terangnya.
Dari hasil pemeriksaan petugas, pelaku Alfian Dwi yang mengaku sebagai anggota KPK adalah seorang disersi TNI.
Sedangkan pelaku Bayu adalah seorang wartawan tabloid. Untuk meyakinkan korban, yang bersangkutan juga mengatakan sebagai anggota Polda Jatim.
Korban yang sadar telah menjadi korban pemerasan, akhirnya memutuskan mengadukan apa yang terjadi ke aparat kepolisian.
Ditegaskan Harry bahwa modus pelaku kejahatan yang menyaru sebagai aparat selalu lebih dulu mengidentifikasi calon korbannya.
Mereka biasanya memilih calon korban yang memiliki masalah dan tidak memahami hukum.
"Dalam kasus ini ketiga pelaku akan dijerat dengan pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara," pungkas Hary.
Bersama yang bersangkutan, polisi juga membekuk dua orang lain yang masing-masing mengaku sebagai anggota Komisi Perlindungan Anak dan Perempuan, serta anggota Polda Jatim yang juga wartawan.
Sebab, Alfian Dwi Nurcahyo (44), warga Desa Saworajab, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, bersama Supriyo, 60 warga Desa Batuaji, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri dan Bayu Pamungkas (45), warga Desa Selodono Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri, terbukti melakukan pemerasan.
"Ketiganya ditangkap di Lapangan Desa Ringinanyar Kecamatan Ponggok," ujar Wakapolres Kota Blitar, Kompol Hary Poernomo, kepada wartawan, Jumat (15/11/2013).
Dari tangan mereka polisi menyita selembar surat tugas palsu berstempel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kartu pers sebuah media mingguan dan uang tunai sebesar Rp1,5 juta.
Menurut Hary, pengejaran dan penangkapan ketiga pelaku berawal dari laporan Arin Setyowati (20), karyawati swalayan asal Desa Ringinanyar, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar.
Korban mengaku didatangi tiga orang yang sebelumnya tidak pernah dikenalnya. Setelah mengonterogasi dan mengancam akan memenjarakan, ujung-ujungnya mereka meminta uang sebesar Rp5 juta untuk mengamankan perkara.
"Karena takut, korban mengiyakan permintaan pelaku. Namun karena tidak memiliki banyak uang, permintaan itu diangsur dengan pemberian pertama Rp1,5 juta," terangnya.
Dari hasil pemeriksaan petugas, pelaku Alfian Dwi yang mengaku sebagai anggota KPK adalah seorang disersi TNI.
Sedangkan pelaku Bayu adalah seorang wartawan tabloid. Untuk meyakinkan korban, yang bersangkutan juga mengatakan sebagai anggota Polda Jatim.
Korban yang sadar telah menjadi korban pemerasan, akhirnya memutuskan mengadukan apa yang terjadi ke aparat kepolisian.
Ditegaskan Harry bahwa modus pelaku kejahatan yang menyaru sebagai aparat selalu lebih dulu mengidentifikasi calon korbannya.
Mereka biasanya memilih calon korban yang memiliki masalah dan tidak memahami hukum.
"Dalam kasus ini ketiga pelaku akan dijerat dengan pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara," pungkas Hary.
(rsa)