Kontroversi megaproyek Umbulan

Senin, 07 Oktober 2013 - 05:00 WIB
Kontroversi megaproyek...
Kontroversi megaproyek Umbulan
A A A
TAK ada yang menyangkal, kualitas sumber air Umbulan merupakan salah satu air yang terbaik di dunia. Namun tidak ada pula yang menyangkal, masyarakat di sekitar sumber air Umbulan tersebut merasakan sulitnya memperoleh air bersih.

Warga di atas kawasan sumber air Umbulan, bahkan sudah terbiasa mandi dan wudhu dari seember air yang didapat dari antrean selama berjam-jam.

Sumber air Umbulan yang berada di Kecamatan Winongan, Kabupaten Pasuruan, memiliki debit yang diperkirakan mencapai 5.000 liter/detik. Namun sejak ditemukan Belanda pada tahun 1915, debit air yang dimanfaatkan untuk keperluan air bersih masyarakat tidak lebih dari 500 liter/detik.

Sebagian kecil dimanfaatkan untuk budidaya ikan, irigasi, sementara sebagian besar lainnya terbuang percuma ke laut. Kota Pasuruan mendapatkan jatah air sekira 65 liter/detik sedangkan Kota Surabaya mendapatkan jatah 110 liter/detik.

Sejak masa pemerintahan Belanda, sumber air Umbulan yang dikelola oleh “Inlado-Water Bedrijf” ini dialirkan untuk masyarakat Belanda yang bermukim di Kota Pasuruan dan Surabaya. Sebagai kota bandar pelabuhan dan kota karesidenan, pengelolaan sumber air Umbulan ini akhirnya diserahkan dan dikuasai Stang/Gameenli Van Off Pasoeroean.

Pada masa peralihan paskakemerdekaan, komplek tanah sumber air Umbulan tersebut dikuasai negara pada 1968. Padahal secara geografis, tanah tersebut berada di wilayah Kabupaten Pasuruan. Berkat usaha keras mendesak Gubernur Jatim, tanah seluas 48.961 meter persegi di Desa Kedung Waru dan Desa Umbulan diberikan hak pakainya kepada pemerintah Kotamadya Pasuruan, sejak 28 September 1972.

Secara de facto maupun de jure, Pemkot Pasuruan merasa paling berhak atas komplek tanah sumber air Umbulan. Namun sialnya, dalam urusan pemanfaatan megaproyek Umbulan, Pemprov Jatim hanya mengajak Pemkab Pasuruan dalam penandatanganan kerjasama (MoU) pengelolaan.

Mantan wali kota Pasuruan, Aminurrokhman, menyatakan tidak dilibatkannya Pemkot Pasuruan dalam kerjasama pemanfaatan sumber air Umbulan, berpotensi menimbulkan persoalan di kemudian hari. Karena secara hukum administrasi, Pemkot Pasuruan memiliki hak atas sumber air Umbulan tersebut.

"Pemkot Pasuruan secara de jure dan de facto memiliki hak terhadap sumber air Umbulan. Jika Pemkot Pasuruan tidak dilibatkan, pengelolaan sumber oleh pihak ketiga tersebut, berpotensi menimbulkan masalah keperdataan," tandas Aminurrokhman.

Kerjasama pembangunan sumber air Umbulan ini telah dirintis sejak beberapa tahun lalu. Namun penandatangan MoU antara Pemprov Jatim dan Pemkab Pasuruan tentang pemanfaatan sumber air Umbulan dilakukan ketika Bupati Pasuruan, Irsyad Yusuf, baru bekerja sekira satu bulan sejak dilantik 9 Juli 2013 lalu.

Pada perkembangannya, penandatangan MoU ini oleh sejumlah pihak dianggap sebagai tindakan yang gegabah dan terburu-buru. Karena penandatangan MoU tanpa didahului studi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal).

Politikus Partai Golkar, Moch Misbakhun, menilai, kesepakatan yang tanpa menunggu hasil studi Amdal dikawatirkan akan mengganggu keseimbangan ekologi alam daerah sumber air Umbulan. Daerah aliran sungai (DAS) Rejoso yang selama ini dimanfaatkan untuk pertanian dan tambak, akan mengalami penurunan permukaan air.

"Ini adalah tindakan yang gegabah dan jauh dari prinsip kehati-hatian dalam mengambil kebijakan sektor publik. Seharusnya penandatanganan tersebut menunggu studi Amdal selesai dilakukan," kata Misbakhun.

Mantan politikus PKS yang kini menyeberang ke Partai Golkar ini menambahkan, eksploitasi sumber air Umbulan untuk kepentingan bisnis tanpa memperhatikan aspek Amdal akan merusak lingkungan alam sekitarnya. Pada akhirnya, masyarakat yang seharusnya memperoleh manfaat akan megaproyek Umbulan justru akan merasakan dampak negatifnya.

Tudingan miring ini ditepis Pemkab Pasuruan. Bahwasanya, penandatanganan MoU tersebut merupakan langkah awal kerjasama Pemkab Pasuruan dengan Pemprov Jatim untuk memanfaatkan sumber air Umbulan. Pada MoU tersebut juga mengatur kewajiban Pemprov Jatim untuk membuat Amdal sebelum megaproyek tersebut dilaksanakan.

"MoU ini adalah langkah awal kerjasama dalam pemanfaatan sumber air Umbulan. MoU ini mengatur hak dan kewajiban para pihak sesuai kelayakan dan daya dukung air yang ada saat ini," kata R Wahyu Widodo, Kabag Hukum Pemkab Pasuruan.

Menurut Wahyu Widodo, selain belum mengatur detil teknis pengelolaan sumber Umbulan, MoU ini mengatur persyaratan yang harus dipenuhi Pemprov Jatim selaku pelaksana megaproyek Umbulan. Di antaranya, Pemprov Jatim berkewajiban membuat studi Amdal dan izin kelaikan lingkungan sebelum proyek Umbulan dikerjakan.

"Studi Amdal merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi Pemprov Jatim sebelum memulai proyek Umbulan, seperti yang diatur dalam perundangan. Bahwa setiap kegiatan usaha wajib memiliki studi Amdal dan izin kelaikan lingkungan," tandas Wahyu Widodo.

Ketua Tim Kerjasama Pemerintah Swasta Sistem Penyediaan Air Minum (KPS Spam) Pemprov Jatim, Hari Sasono, mengungkapkan saat ini tim megaproyek sumber air Umbulan tengah melakukan kajian analisa mengenai dampak lingkungan (amdal) proyek senilai Rp2,2 triliun. Kajian Amdal yang dilaksanakan PT Rona Lestari, Surabaya ini, diperkirakan selesai pada Desember 2013.

"Kajian awal Amdal ini segera disidangkan pada Komisi Amdal. Kajian Amdal terdiri dari dua bagian besar yakni pada daerah aliran sungai (DAS) Rejoso dan jaringan transmisi pipa air sampai dengan Gunung Giri, Gresik," kata Hari Sasono.

Menurut Hari Sasono yang juga Kapala Badan Penanaman Modal Pemprov Jatim, kajian Amdal DAS Rejoso ini akan mengcover analisa daerah tangkapan air di kawasan lautan pasir Gunung Bromo hingga muara Sungai Rejoso serta upaya konservasi pelestarian lingkungan di bagian hulu. Tim Amdal ini juga akan menganalisa kualitas dan kuantitas air agar tidak mengganggu struktur cadangan air bawah tanah.

Berdasar analisa yang secara berkala dilakukan Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian PU, debit sumber air Umbulan berkisar 5.000 liter/detik. Sementara jika ditambah debit air tapak atau sekitar sumber air umbulan hingga di DAS Rejoso mencapai 12.000 liter/detik.

Sehingga jika sumber air Umbulan dimanfaatkan sebanyak 4.000 liter/detik, diyakini tidak akan berdampak besar terhadap penggunaan air Sungai Rejoso dan masyarakat sekitar.

"Proyek ini tidak akan dilakukan pemasangan pompa pada sumber air Umbulan. Tetapi hanya memanfaatkan limpahan air yang selama ini terbuang percuma ke laut," tandas Hari Sasongko.

Meski demikian, tim Amdal akan memantau kuantitas penurunan muka air yang diperkirakan mencapai 5-10 cm. Jika penurunan ini akan mempengaruhi irigasi pertanian dan keperluan masyarakat petambak, maka akan dibuatkan bendungan agar muka air kembali naik.

"Masyarakat Kabupaten Pasuruan akan mendapatkan priveleg (hak keistimewaan) atas pengeloaan sumber air Umbulan. Masyarakat sekitar sumber, mendapatkan air secara gratis dengan debit 20 liter/detik. Sedangkan pengguna air Umbulan di Kabupaten Pasuruan akan mendapatkan harga yang lebih murah dibanding daerah lain. Ibarat pepatah ayam mati dilumbung padi, kami tidak menginginkan masyarakat Pasuruan justru kesulitan air dimana sumber air terbesar itu berada," kata Hari Sasono.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2683 seconds (0.1#10.140)