Menantu Gubernur Malut terancam dipidana
A
A
A
Sindonews.com - Menantu Gubernur Maluku Utara (Malut) Thaib Armayin terancam dipidana terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Perwakian Keuangan (BPK) perwakilan Malut atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Malut Tahun Anggaran 2012.
Menantu gubernur Ramli Pellu yang saat ini menjabat Kepala Biro Humas dan Protokoler Setda Provinsi Malut. Saat itu ia menjabat sebagai kepala Kantor Perwakilan Malut di Jakarta. Berdasarkan LHP BPK perwakilan Malut 2012 menemukan adanya pekerjaan yang tidak dilaksanakan namun terdapat realisasi pembayaran sebesar Rp420 juta.
Kepala Inspektorat Provinsi Malut Muabdin Radjab, saat dikonfirmasi membenarkan adanya temuan BPK tersebut. Muabdin mengatakan jika LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemprov Malut Tahun 2012 ini akan ditindaklanjuti sebagaimana rekomendasi BPK. Yang menegaskan temuan kerugian negara itu akan dikembalikan ke khas daerah.
Muabdin menyatakan temuan BPK itu merupakan unsur kerugian negara sehingga kepala SKPD terkait harus mengembalikan uang kerugian tersebut.
“Jadi temuan BPK di kantor perwakilan itu harus dikembalikan ke khas daerah. Karena kegiatannya itu fiktif. Dan itu sudah dinaikkan dalam laporan (LHP) BPK maka tetap harus disetor,” ujar Muabdin, kepada wartawan, di bekas Kantor Gubernur Ternate, Jumat (20/9/2013).
Muabdin menegaskan akan tetapi oleh BPK terkait temuan Rp420 juta tersebut hanya merekomendasikan ke Inspektorat Malut untuk mengecek kembali apakah uangnya sudah disetor ke khas daerah atau belum.
“Jadi hari ini (kemarin) kita dievaluasi apakah uangnya itu sudah disetor ke khasda atau belum. Sehingga pada 30 hari pertama ini kalau belum maka akan diberikan peringatan pertama. Kalaupun belum maka masih ada 30 hari lagi. Dan kalaupun belum dikembalikan juga maka BPK yang berkewenangan soal itu,” cetusnya.
“Jadi saya tetap mengacu pada mekanisme. Yang diaturan BPK itu sudah jelas enam bulan baru diproses ke yang berwenang," sambungnya.
Saya tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 itu (bukan UU Nomor 15 Tahun 2006). Yang bila ada temuan adiminstrasi kita siap perbaiki. Yaitu BPK merekomendasikan untuk dikembalikan ke khas daerah sebesar Rp420 juta.
"Jadi itu istilahnya kan fiktif jadi rekomendasi BPK suruh kembalikan. Jadi oleh SKPD bersangkutan akan kembalikan uang itu. Tapi sampai sekarang belum,” timpalnya.
Menantu gubernur Ramli Pellu yang saat ini menjabat Kepala Biro Humas dan Protokoler Setda Provinsi Malut. Saat itu ia menjabat sebagai kepala Kantor Perwakilan Malut di Jakarta. Berdasarkan LHP BPK perwakilan Malut 2012 menemukan adanya pekerjaan yang tidak dilaksanakan namun terdapat realisasi pembayaran sebesar Rp420 juta.
Kepala Inspektorat Provinsi Malut Muabdin Radjab, saat dikonfirmasi membenarkan adanya temuan BPK tersebut. Muabdin mengatakan jika LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemprov Malut Tahun 2012 ini akan ditindaklanjuti sebagaimana rekomendasi BPK. Yang menegaskan temuan kerugian negara itu akan dikembalikan ke khas daerah.
Muabdin menyatakan temuan BPK itu merupakan unsur kerugian negara sehingga kepala SKPD terkait harus mengembalikan uang kerugian tersebut.
“Jadi temuan BPK di kantor perwakilan itu harus dikembalikan ke khas daerah. Karena kegiatannya itu fiktif. Dan itu sudah dinaikkan dalam laporan (LHP) BPK maka tetap harus disetor,” ujar Muabdin, kepada wartawan, di bekas Kantor Gubernur Ternate, Jumat (20/9/2013).
Muabdin menegaskan akan tetapi oleh BPK terkait temuan Rp420 juta tersebut hanya merekomendasikan ke Inspektorat Malut untuk mengecek kembali apakah uangnya sudah disetor ke khas daerah atau belum.
“Jadi hari ini (kemarin) kita dievaluasi apakah uangnya itu sudah disetor ke khasda atau belum. Sehingga pada 30 hari pertama ini kalau belum maka akan diberikan peringatan pertama. Kalaupun belum maka masih ada 30 hari lagi. Dan kalaupun belum dikembalikan juga maka BPK yang berkewenangan soal itu,” cetusnya.
“Jadi saya tetap mengacu pada mekanisme. Yang diaturan BPK itu sudah jelas enam bulan baru diproses ke yang berwenang," sambungnya.
Saya tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 itu (bukan UU Nomor 15 Tahun 2006). Yang bila ada temuan adiminstrasi kita siap perbaiki. Yaitu BPK merekomendasikan untuk dikembalikan ke khas daerah sebesar Rp420 juta.
"Jadi itu istilahnya kan fiktif jadi rekomendasi BPK suruh kembalikan. Jadi oleh SKPD bersangkutan akan kembalikan uang itu. Tapi sampai sekarang belum,” timpalnya.
(kri)