Selain Fani, banyak kasus janggal yang dimiliki Aceng
Jum'at, 07 Desember 2012 - 15:08 WIB

Selain Fani, banyak kasus janggal yang dimiliki Aceng
A
A
A
Sindonews.com - Sejumlah kasus janggal yang diduga melibatkan Bupati Garut Aceng HM Fikri dinilai akan terungkap. Sekjen Garut Governance Watch (GGW) Agus Rustandi mengatakan, pelanggaran etika yang dilakukan Aceng dengan pernikahan kilatnya beberapa waktu lalu, bisa menjadi pintu masuk pengungkapan sejumlah kasus tersebut.
“Itu tergantung dari sikap aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Dari informasi, biaya pernikahan siri antara bupati dengan Fani Octora beberapa waktu lalu menghabiskan dana sebesar ratusan juta,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (7/12/2012).
Menurut Agus, dana sebanyak itu terungkap dalam beberapa pernyataan Aceng di sejumlah stasiun televisi, yang membeberkan dirinya telah mengeluarkan biaya untuk mahar, dan hal lain dalam perkawinan sirinya.
Dana ratusan juta, tambah dia, tidak mungkin diperoleh Aceng bila hanya mengandalkan gaji dari jabatannya sebagai bupati.
“Sepengetahuan kami di Garut, Aceng juga tidak memiliki usaha sampingan yang bisa memberikan tambahan penghasilannya. Bila penegak hukum melakukan pemeriksaan, besar kemungkinan sumber dananya juga bisa terungkap,” jelasnya.
Sejak 2010 hingga 2011, GGW sendiri setidaknya telah melaporkan berbagai kasus penyelewengan dan korupsi yang diduga melibatkan Aceng ke pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, hingga kini tujuh kasus yang telah dilaporkan itu belum ditanggapi KPK.
“Laporan ke penegak hukum di tingkat kabupaten sudah kami layangkan. Namun hingga kini seperti dipeti-eskan. Yang terbaru misalnya dugaan jual beli kursi calon wakil bupati (Cawabup) pasca Diky Chandra mundur dan kasus penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan program bantuan Gubernur Jabar revitalisasi Posyandu,” ungkapnya.
Dia membeberkan, sejumlah kasus dugaan korupsi lainnya adalah penyelewengan program bantuan Provinsi Jabar untuk meningkatkan kinerja aparatur desa senilai Rp3,4 miliar dan kasus adendum pembangunan Pasar Malangbong.
“Di kasus adendum pembangunan Pasar Malangbong, Perpres No 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa telah dilanggar. Pada perpres dijelaskan adendum tidak boleh melebihi 10 persen dari nilai kontrak awal. Kontrak awalnya adalah Rp3,9 miliar. Sedangkan yang terjadi adendumnya menjadi Rp12,1 miliar. Berarti ada penggelembungan yang sangat besar. Kami menduga, sejumlah kasus penyelewengan itu aliran dananya masuk ke bupati,” urainya.
Dia berharap, pemeriksaan aparat hukum di seputar kasus pelanggaran etika bisa mengungkap kasus-kasus tersebut. Sementara itu saat akan dikonfirmasi, nomor ponsel penasihat hukum Aceng, Ujang Suja’i Toujiri, tidak dapat dihubungi.
“Itu tergantung dari sikap aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Dari informasi, biaya pernikahan siri antara bupati dengan Fani Octora beberapa waktu lalu menghabiskan dana sebesar ratusan juta,” kata Agus kepada wartawan, Jumat (7/12/2012).
Menurut Agus, dana sebanyak itu terungkap dalam beberapa pernyataan Aceng di sejumlah stasiun televisi, yang membeberkan dirinya telah mengeluarkan biaya untuk mahar, dan hal lain dalam perkawinan sirinya.
Dana ratusan juta, tambah dia, tidak mungkin diperoleh Aceng bila hanya mengandalkan gaji dari jabatannya sebagai bupati.
“Sepengetahuan kami di Garut, Aceng juga tidak memiliki usaha sampingan yang bisa memberikan tambahan penghasilannya. Bila penegak hukum melakukan pemeriksaan, besar kemungkinan sumber dananya juga bisa terungkap,” jelasnya.
Sejak 2010 hingga 2011, GGW sendiri setidaknya telah melaporkan berbagai kasus penyelewengan dan korupsi yang diduga melibatkan Aceng ke pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, hingga kini tujuh kasus yang telah dilaporkan itu belum ditanggapi KPK.
“Laporan ke penegak hukum di tingkat kabupaten sudah kami layangkan. Namun hingga kini seperti dipeti-eskan. Yang terbaru misalnya dugaan jual beli kursi calon wakil bupati (Cawabup) pasca Diky Chandra mundur dan kasus penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan program bantuan Gubernur Jabar revitalisasi Posyandu,” ungkapnya.
Dia membeberkan, sejumlah kasus dugaan korupsi lainnya adalah penyelewengan program bantuan Provinsi Jabar untuk meningkatkan kinerja aparatur desa senilai Rp3,4 miliar dan kasus adendum pembangunan Pasar Malangbong.
“Di kasus adendum pembangunan Pasar Malangbong, Perpres No 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa telah dilanggar. Pada perpres dijelaskan adendum tidak boleh melebihi 10 persen dari nilai kontrak awal. Kontrak awalnya adalah Rp3,9 miliar. Sedangkan yang terjadi adendumnya menjadi Rp12,1 miliar. Berarti ada penggelembungan yang sangat besar. Kami menduga, sejumlah kasus penyelewengan itu aliran dananya masuk ke bupati,” urainya.
Dia berharap, pemeriksaan aparat hukum di seputar kasus pelanggaran etika bisa mengungkap kasus-kasus tersebut. Sementara itu saat akan dikonfirmasi, nomor ponsel penasihat hukum Aceng, Ujang Suja’i Toujiri, tidak dapat dihubungi.
(rsa)