Kisah Syekh Quro Maha Guru Leluhur Cirebon dan Karawang
A
A
A
Syekh Quro adalah salah satu ulama penyebar agama Islam pertama di tanah Sunda.Nama aslinya adalah Syekh Hasanuddin atau Syekh Qurotul Ain atau Syekh Mursahadatillah. Makam Syekh Quro terletak di Pulo Bata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Dalam sejarahnya diceritakan awal mula penyebaran Islam di Karawang bermula ketika Syekh Quro mendirikan Pondok Pesantren yang bernama Pondok Quro, yang memiliki arti tempat untuk belajar Alquran pada tahun 1418 M atau 1340 Saka.
Di Pesantren inilah pertama kali dibangun sebuah masjid di Karawang yang sekarang menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh Quro adalah penganut Mahzhab Hanafi yang datang ke Karawang bersama para santrinya yakni, Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur, dan Nyai Subang Larang.
Syekh Quro kemudian menikah dengan Ratna Sondari putri dari Ki Gedeng Karawang, dari pernikahan itu lahirlah seorang putra yang bernama Syekh Akhmad, yang menjadi penghulu pertama di Karawang.
Syekh Quro memiliki seorang santri yang berjasa dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di Karawang yaitu bernama Syekh Abdulah Dargom alias Syekh Darugem bin Jabir Modafah alias Syekh Maghribi keturunan dari Sayyidina Usman bin Affan RA yang kelak disebut dengan nama Syekh Bentong alias Tan Go.
Syekh Bentong memiliki seorang istri yang bernama Siu Te Yo dan mereka mempunyai seorang putri yang diberi nama Siu Ban Ci.
Ketika usia anak Syekh Quro dan Ratna Sondari sudah beranjak dewasa, Syekh Quro menugaskan santri–santri yang sudah cukup ilmu pengetahuan tentang ajaran Islam seperti, Syekh Abdul Rohman dan Syekh Maulana Madzkur, untuk menyebarkan ajaran Islam ke bagian selatan Karawang, tepatnya ke Kecamatan Telukjambe, Ciampel, Pangkalan, dan Tegalwaru sekarang.
Sedangkan anaknya Syekh Quro dengan Ratna Sondari yang bernama Syekh Ahmad, ditugaskan oleh sang ayah meneruskan perjuangan menyebarkan ajaran Agama Islam di Pesantren Quro Karawang atau Masjid Agung Karawang sekarang.
Sedangkan sisa santrinya yang lain yakni Syekh Bentong ikut bersama Syekh Quro dan Ratna Sondari istrinya pergi ke bagian Utara Karawang tepatnya ke Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang sekarang, untuk menyebarkan ajaran Islam dan bermunajat kepada Allah SWT.
Di Pulo Bata Syekh Quro dan Syekh Bentong membuat sumur yang bernama Sumur Awisan, yang sampai saat ini sumur tersebut masih dipergunakan.
Syekh Quro akhirnya meninggal dan dimakamkan di Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang. Sebelum meninggal Syekh Quro berwasiat kepada santri – santrinya. “Ingsun Titip Masjid Langgar Lan Fakir Miskin Anak Yatim Dhuafa”.
Sepeninggal Syekh Quro, perjuangan penyebaran Islam di Pulo Bata diteruskan oleh Syekh Bentong sampai akhir hayatnya Syekh Bentong.
Makam Syekh Quro Karawang dan Makam Syekh Bentong ditemukan oleh Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syekh Tolha pada tahun 1859 Masehi atau pada abad ke – 19.
Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syekh Tolha ditugaskan oleh Kesultanan Cirebon untuk mencari makam Maha guru leluhur Cirebon yang bernama Syekh Quro.
Bukti adanya makam Syekh Quro Karawang di Pulo Bata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Karawang, diperkuat lagi oleh Sunan Kanoman Cirebon yaitu Pangeran Haji Raja Adipati Jalaludin saat berkunjung ke tempat itu, dan beliau memberikan surat pernyataan Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII.
Dalam sejarahnya diceritakan awal mula penyebaran Islam di Karawang bermula ketika Syekh Quro mendirikan Pondok Pesantren yang bernama Pondok Quro, yang memiliki arti tempat untuk belajar Alquran pada tahun 1418 M atau 1340 Saka.
Di Pesantren inilah pertama kali dibangun sebuah masjid di Karawang yang sekarang menjadi Masjid Agung Karawang. Syekh Quro adalah penganut Mahzhab Hanafi yang datang ke Karawang bersama para santrinya yakni, Syekh Abdul Rohman, Syekh Maulana Madzkur, dan Nyai Subang Larang.
Syekh Quro kemudian menikah dengan Ratna Sondari putri dari Ki Gedeng Karawang, dari pernikahan itu lahirlah seorang putra yang bernama Syekh Akhmad, yang menjadi penghulu pertama di Karawang.
Syekh Quro memiliki seorang santri yang berjasa dalam menyebarkan ajaran Agama Islam di Karawang yaitu bernama Syekh Abdulah Dargom alias Syekh Darugem bin Jabir Modafah alias Syekh Maghribi keturunan dari Sayyidina Usman bin Affan RA yang kelak disebut dengan nama Syekh Bentong alias Tan Go.
Syekh Bentong memiliki seorang istri yang bernama Siu Te Yo dan mereka mempunyai seorang putri yang diberi nama Siu Ban Ci.
Ketika usia anak Syekh Quro dan Ratna Sondari sudah beranjak dewasa, Syekh Quro menugaskan santri–santri yang sudah cukup ilmu pengetahuan tentang ajaran Islam seperti, Syekh Abdul Rohman dan Syekh Maulana Madzkur, untuk menyebarkan ajaran Islam ke bagian selatan Karawang, tepatnya ke Kecamatan Telukjambe, Ciampel, Pangkalan, dan Tegalwaru sekarang.
Sedangkan anaknya Syekh Quro dengan Ratna Sondari yang bernama Syekh Ahmad, ditugaskan oleh sang ayah meneruskan perjuangan menyebarkan ajaran Agama Islam di Pesantren Quro Karawang atau Masjid Agung Karawang sekarang.
Sedangkan sisa santrinya yang lain yakni Syekh Bentong ikut bersama Syekh Quro dan Ratna Sondari istrinya pergi ke bagian Utara Karawang tepatnya ke Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang sekarang, untuk menyebarkan ajaran Islam dan bermunajat kepada Allah SWT.
Di Pulo Bata Syekh Quro dan Syekh Bentong membuat sumur yang bernama Sumur Awisan, yang sampai saat ini sumur tersebut masih dipergunakan.
Syekh Quro akhirnya meninggal dan dimakamkan di Pulo Bata Desa Pulokalapa Kecamatan Lemahabang Kabupaten Karawang. Sebelum meninggal Syekh Quro berwasiat kepada santri – santrinya. “Ingsun Titip Masjid Langgar Lan Fakir Miskin Anak Yatim Dhuafa”.
Sepeninggal Syekh Quro, perjuangan penyebaran Islam di Pulo Bata diteruskan oleh Syekh Bentong sampai akhir hayatnya Syekh Bentong.
Makam Syekh Quro Karawang dan Makam Syekh Bentong ditemukan oleh Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syekh Tolha pada tahun 1859 Masehi atau pada abad ke – 19.
Raden Somaredja alias Ayah Djiin alias Pangeran Sambri dan Syekh Tolha ditugaskan oleh Kesultanan Cirebon untuk mencari makam Maha guru leluhur Cirebon yang bernama Syekh Quro.
Bukti adanya makam Syekh Quro Karawang di Pulo Bata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang Karawang, diperkuat lagi oleh Sunan Kanoman Cirebon yaitu Pangeran Haji Raja Adipati Jalaludin saat berkunjung ke tempat itu, dan beliau memberikan surat pernyataan Putra Mahkota Pangeran Jayakarta Adiningrat XII.
(sms)