Remisi Pembunuh Jurnalis, Hinca Anggap Kemunduran Kebebasan Pers

Sabtu, 02 Februari 2019 - 21:13 WIB
Remisi Pembunuh Jurnalis,...
Remisi Pembunuh Jurnalis, Hinca Anggap Kemunduran Kebebasan Pers
A A A
ASAHAN - Tokoh nasional dari Asahan, Sumatera Utara, Hinca Pandjaitan, turut angkat bicara terkait pemberian revisi kepada terpidana pembunuhan jurnalis di Bali yang divonis seumur hidup menjadi 20 tahun penjara. Hinca mengangap remisi tersebut sebagai langkah mundur kebebasan pers di Indonesia.

"Pemberian remisi bagi pembunuh jurnalis adalah jalan mundur penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Kebijakan tersebut adalah kekeliruan bagaimana mungkin Presiden menandatangani Keppres tersebut apabila melihat duka yang mendalam tidak hanya bagi keluarga korban saja melainkan seluruh jurnalis di Indonesia saat ini," ujar Hinca kepada wartawan, di Asahan, Sabtu (2/2/2019).

Menurut dia, alasan pemberian remisi lantaran terpidana berlaku baik, tanpa mengurangi hak tersebut, terlalu mahal harga yang harus dibayarkan untuk sebuah transparansi publik yang harus diganti nyawa Prabangsa.

"Jurnalis itu sebagai produsen informasi, jemari mereka akan melambat untuk tulis kebenaran hakiki, suara mereka akan tertelan sendiri atas ketakukan mereka jika berujung kematian. Sebab kematian mereka tidak dihargai, lihat saja hari ini pembunuh jurnalis di berikan remisi," kata Hinca.

Sekjen Partai Demokrat tersebut menambahkan, saat ini suara para jurnalis kembali menyeruak menuntut pencabutan remisi tersebut. Ruang publik harus terus melakukan tuntutan yang masih, sembari melakukan prosedur hukum atas ketidakpuasan Keppres tersebut.

"Saya menyarankan dua cara, pertama, Presiden mengeluarkan Keppres pencabutan mengingat asas Hukum Tata Negara mengingat asas Contrarius Actus, pencabutan keputusan harus dengan keputusan setingkat. Kedua, melalui gugatan ke PTUN. Apapun jalan yang diambil yang terpenting kebebasan pers harus dilindungi tanpa terkecuali," pungkas Hinca yang kembali maju dari Dapil Sumut III menuju kursi DPR RI.

Diketahui, melalui Keputusan Presiden No 29/2018, pemerintah memberikan remisi perubahan hukuman kepada terdakwa pembunuhan jurnalis Radar Bali yang divonis seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.

Kasus pembunuhan tersebut, bermula dari tulisan Prabangsa, wartawan Radar Bali, yang menulis tentang proyek pembangunan di Bangli, Bali. Sebagai salah seorang pimpinan proyek tersebut terpidana I Nyoman Susrama merasa gusar dan merencanakan pembunuhan terhadap Prabangsa beserta enam orang lainnya.

Pada 15 Februari 2010, Pengadilan Negeri Denpasar mengetok vonis untuk Susrama. Ketua majelis hakim Djumain menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada Susrama.

Data terakhir dari The Comitte To Protect Journalist (CPJ) tahun 2018, tercatat 43 jurnalis gugur dalam tugas dan 27 diantaranya dibunuh. Kasus terakhir pembunuhan jurnalis Washington Pos, Jamal Khasoggi. Di Indonesia berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak terungkap hingga tuntas di Indonesia. Kasus pembunuhan Prabangsa merupakan kasus pertama yang terungkap.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1463 seconds (0.1#10.140)