Nyai Kopek, Penyebar Agama Islam di Kampung Preman Salatiga

Sabtu, 02 Februari 2019 - 05:00 WIB
Nyai Kopek, Penyebar...
Nyai Kopek, Penyebar Agama Islam di Kampung Preman Salatiga
A A A
Makam Nyai Kopek yang berada di lingkungan Kampung Pancuran, Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Salatiga sekarang menjadi tempat wisata religi yang kerap dikunjungi masyarakat Salatiga dan daerah lain. Mereka sengaja datang ke makam tersebut untuk ziarah sekaligus memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sebagian besar masyarakat yang berziarah ke makam Nyai Kopek, menyakini bahwa tempat tersebut merupakan tempat mustajab untuk memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka yakin, dengan berdoa di makam tersebut apa yang diinginkan bisa terkabul.

Ketua RW 04 Kampung Pancuran Budi Sutrisno (56) mengatakan, Nyai Kopek merupakan leluhur masyarakat Kampung Pancuran. Sosok Nyai Kopek memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat di Pancuran.

"Karena itu, kami akan nguri-nguri makam leluhur ini. Alhamdulillah Pemkot Salatiga telah memugar makam Nyai Kopek sehingga sekarang kondisinya jauh lebih bagus dari sebelumnya," katanya, belum lama ini.

Dia menceritakan, Nyai Kopek adalah tokoh penyebar agama Islam di Salatiga dan mendidik warga Pancuran menjadi lebih baik. Dulu Pancuran dikenal dengan kampung bromocorah (preman) dan. Sekarang kampung ini berubah menjadi religius dan masyarakatnya memiliki jiwa seni yang tinggi.

"Sekarang kampung kami telah berubah. Masyarakatnya sudah baik dan lingkungannya pun tertata rapi, bersih serta nyaman," ujarnya.

Nyai Kopek, Penyebar Agama Islam di Kampung Preman Salatiga


Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Salatiga Edi Supangkat menjelaskan, Nyai Kopek dalam sejarahnya adalah tokoh di Kasunanan Surakarta di saat negeri ini masih dikuasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Di kasunanan ketika itu terpecah dua kubu yakni pro kolonial Belanda dan kontra kolonial Belanda.

"Nyai Kopek dan suaminya Ki Sekar Gadung Melati adalah tokoh muslim yang kontra dengan kolonial Belanda. Mereka memilih keluar dari kasunanan dan mengembara menyebarkan ilmu agama Islam di Salatiga," katanya.

Kala itu, Nyai Kopek melakukan syiar agama Islam di daerah Pancuran dan sekitarnya di Salatiga. Sedangkan suaminya Ki Sekar Gadung Melati mengajarkan agama Islam di wilayah Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.

Setelah meninggal Nyai Kopek dimakamkan di Pancuran. Sedangkan suaminya dimakamkan di Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang kurang lebih enam kilometer dari makam Nyai Kopek.

Perubahan Kampung Pancuran ini, juga mendapat pujian dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ganjar pun mengaku senang dengan penataan kampung yang dulu dikenal sebagai kawasan preman namun kini telah berubah menjadi lingkungan yang bersih, nyaman dan tertata dengan baik.

"Saya senang melihat perubahan kongkret di kampung ini. Dari kampung yang kumuh bisa dibuat menjadi kampung yang nyeni dan bersih. Perubahan ini ternyata juga merubah perilaku sosial masyarakat dari yang dulu terkenal kampung preman sekarang menjadi kampung yang sangat ramah dan menarik," kata Ganjar saat meninjau langsung Kampung Pancuran, Kamis (3/1/2019).

Dia mengatakan, penataan Kampung Pancuran bisa dijadikan model penanganan kampung-kampung kumuh di Jawa Tengah. Pemerintah kabupaten dan kota lain bisa saling belajar tentang penanganan kampung.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1246 seconds (0.1#10.140)