Saat Indonesia Menolak Bantuan Beras dari Belanda
A
A
A
Beberapa waktu setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah tentara Sekutu datang, negeri ini kekurangan beras. Belanda mau memberi bantuan, namun ditolak.
Dalam buku Soetardjo: Pembuat "Petisi Soetardjo" dan Perjuangannya dituliskan, untuk menarik hati Pemerintah RI, Belanda dengan perantaraan tentara Sekutu menawarkan pemberian beras gratis dengan jumlah agak besar. Kala itu, Indonesia sedang kekurangan beras.
Menyikapi tawaran bantuan tersebut, digelarlah pertemuan segitiga antara Pemerintah RI, pimpinan tentara Sekutu, dan wakil Belanda. Pertemuan tersebut digelar di Gedung Merdeka Selatan, atau saat ini Kantor Pertamina.
Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah RI diwakili Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Wali Kota Jakarta Suwiryo, Surahman dari Departemen Perekonomian, Latuharhary dari Departemen Dalam Negeri, dan Gubernur Jawa Barat Soetardjo Kartohadikoesoemo.
Soetardjo ditunjuk sebagai juru bicara. Dalam rapat yang dipimpin Latuharhary tersebut, Soetardjo dipersilakan bicara setelah wakil Inggris dan Belanda.
Dengan tegas, Soetardjo mengatakan, bangsa Indonesia sudah merdeka. Menurutnya, Pemerintah RI yang bertanggung jawab atas nasib rakyat di sini. Soetardjo mengatakan, dengan banyak mengucap terima kasih, Pemerintah RI menolak pemberian beras oleh Belanda tersebut.
Menyikapi hal itu, seorang mayor jenderal Inggris bertanya apakah Indonesia tidak takut datangnya bahaya kelaparan. Soetardjo pun menjawab, rakyat Indonesia kalau kekurangan beras bisa makan nasi jagung. Dia pun menyindir Belanda yang pernah menyebut rakyat Indonesia sebagai inlander.
Mendengar jawaban Soetardjo tersebut, Sri Sultan pun terpingkal-pingkal. Akhirnya, tawaran Belanda itu berhasil digagalkan.
Sumber:
* Setiadi Kartohadikusumo, Soetardjo: Pembuat "Petisi Soetardjo" dan Perjuangannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990.
Dalam buku Soetardjo: Pembuat "Petisi Soetardjo" dan Perjuangannya dituliskan, untuk menarik hati Pemerintah RI, Belanda dengan perantaraan tentara Sekutu menawarkan pemberian beras gratis dengan jumlah agak besar. Kala itu, Indonesia sedang kekurangan beras.
Menyikapi tawaran bantuan tersebut, digelarlah pertemuan segitiga antara Pemerintah RI, pimpinan tentara Sekutu, dan wakil Belanda. Pertemuan tersebut digelar di Gedung Merdeka Selatan, atau saat ini Kantor Pertamina.
Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah RI diwakili Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Wali Kota Jakarta Suwiryo, Surahman dari Departemen Perekonomian, Latuharhary dari Departemen Dalam Negeri, dan Gubernur Jawa Barat Soetardjo Kartohadikoesoemo.
Soetardjo ditunjuk sebagai juru bicara. Dalam rapat yang dipimpin Latuharhary tersebut, Soetardjo dipersilakan bicara setelah wakil Inggris dan Belanda.
Dengan tegas, Soetardjo mengatakan, bangsa Indonesia sudah merdeka. Menurutnya, Pemerintah RI yang bertanggung jawab atas nasib rakyat di sini. Soetardjo mengatakan, dengan banyak mengucap terima kasih, Pemerintah RI menolak pemberian beras oleh Belanda tersebut.
Menyikapi hal itu, seorang mayor jenderal Inggris bertanya apakah Indonesia tidak takut datangnya bahaya kelaparan. Soetardjo pun menjawab, rakyat Indonesia kalau kekurangan beras bisa makan nasi jagung. Dia pun menyindir Belanda yang pernah menyebut rakyat Indonesia sebagai inlander.
Mendengar jawaban Soetardjo tersebut, Sri Sultan pun terpingkal-pingkal. Akhirnya, tawaran Belanda itu berhasil digagalkan.
Sumber:
* Setiadi Kartohadikusumo, Soetardjo: Pembuat "Petisi Soetardjo" dan Perjuangannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1990.
(zik)