Ada Indikasi Pungli, Satgas Saber Pungli Selidiki Lahan PG Jatitujuh
A
A
A
INDRAMAYU - Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) Kemenko Polhukam melakukan penyelidikan adanya dugaan pungli dalam kasus penyerobotan lahan perkebunan tebu Pabrik Gula Jatitujuh seluas 5.000 hektare milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Tindakan itu dinilai berpotensi dapat merugikan negara sebesar Rp4,2 triliun dengan perhitungan luas lahan 4.200 hektare.
"Ada informasi dan indikasi oknum-oknum tertentu yang meminta uang kepada masyarakat dan ada unsur penipuan," ungkap Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoeko dalam keterangan persnya belum lama ini.
Irjen Pol Widiyanto menyebut, indikasi tersebut terlihat dari adanya warga yang diiming-imingi akan diberikan lahan di wilayah PG Jatitujuh oleh sejumlah oknum. Bahkan, warga juga dimintai uang oleh oknum tersebut.
"Kalau dimintai uang tanpa ada dasar hukumnya, itu namanya pungli. Bahkan bisa juga mengarah pada penipuan," kata Widi.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku tindakan tersebut. Setelah nanti data dan faktanya ditemukan, maka akan segera dilakukan penindakan.
Senior Executive Vice Presiden PT RNI, Rahmat Hidayat menjelaskan kepada wartawan bahwa kebutuhan gula nasional yaitu 3,5 juta ton per tahun dengan pasokan 1,3 juta dari PT RNI selaku BUMN, sedangkan sisanya harus diimpor. Menurutnya, hal ini juga menjadi persoalan ketahanan nasional.
"Semenjak 3 tahun lalu produksi gula turun lebih dari 50% akibat adanya gangguan di Jatitujuh yakni penjarahan di lebih dari 5.000 Ha di lahan PT RNI. Penjarahan di lahan tersebut adalah merupakan lahan negara karena yang paling berhak menuntut adalah Kementeri KLHK dan sudah mendapat sertifikat HGU," kata Rahmat.
Ia mengatakan, karena kasus ini PT RNI juga mengalami kerugian hingga Rp 200 miliar. Dengan rincian tebu yang dihasilkan di lahan PG Jatitijuh rata-rata mencapai 70 ton per hektare. Jika dikalikan dengan luas lahan yang diserobot yakni sekitar 5.000 hektare maka bahan baku yang hilang setidaknya sekitar 350 ribu ton.
"Kami berharap tim Satgas Saber Pungli bisa segera mengatasi masalah ini," pungkas Rahmat.
"Ada informasi dan indikasi oknum-oknum tertentu yang meminta uang kepada masyarakat dan ada unsur penipuan," ungkap Sekretaris Satgas Saber Pungli Irjen Pol Widiyanto Poesoeko dalam keterangan persnya belum lama ini.
Irjen Pol Widiyanto menyebut, indikasi tersebut terlihat dari adanya warga yang diiming-imingi akan diberikan lahan di wilayah PG Jatitujuh oleh sejumlah oknum. Bahkan, warga juga dimintai uang oleh oknum tersebut.
"Kalau dimintai uang tanpa ada dasar hukumnya, itu namanya pungli. Bahkan bisa juga mengarah pada penipuan," kata Widi.
Ia mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku tindakan tersebut. Setelah nanti data dan faktanya ditemukan, maka akan segera dilakukan penindakan.
Senior Executive Vice Presiden PT RNI, Rahmat Hidayat menjelaskan kepada wartawan bahwa kebutuhan gula nasional yaitu 3,5 juta ton per tahun dengan pasokan 1,3 juta dari PT RNI selaku BUMN, sedangkan sisanya harus diimpor. Menurutnya, hal ini juga menjadi persoalan ketahanan nasional.
"Semenjak 3 tahun lalu produksi gula turun lebih dari 50% akibat adanya gangguan di Jatitujuh yakni penjarahan di lebih dari 5.000 Ha di lahan PT RNI. Penjarahan di lahan tersebut adalah merupakan lahan negara karena yang paling berhak menuntut adalah Kementeri KLHK dan sudah mendapat sertifikat HGU," kata Rahmat.
Ia mengatakan, karena kasus ini PT RNI juga mengalami kerugian hingga Rp 200 miliar. Dengan rincian tebu yang dihasilkan di lahan PG Jatitijuh rata-rata mencapai 70 ton per hektare. Jika dikalikan dengan luas lahan yang diserobot yakni sekitar 5.000 hektare maka bahan baku yang hilang setidaknya sekitar 350 ribu ton.
"Kami berharap tim Satgas Saber Pungli bisa segera mengatasi masalah ini," pungkas Rahmat.
(rhs)