BPOM Sebut Pembalut Rebus Ranah Dinas Kesehatan
A
A
A
SEMARANG - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, tak ikut menangani kasus puluhan anak yang kecanduan minum air rebusan pembalut wanita di Jawa Tengah. Belum diketahui pasti kandungan gel dalam pembalut yang bila direbus, airnya bisa menimbulkan efek fly dan memabukkan.
“Terkait produk pembalut, produk tersebut bukan kategori obat dan makanan yang menjadi komoditi pengawasan BPOM,” ujar Kepala Balai BPOM Semarang, Safriansyah, ketika dikonfirmasi maraknya anak-anak kecanduan pembalut rebus, Kamis (8/11/2018).
Dia menyampaikan, pembalut wanita yang berfungsi menyerap darah haid merupakan bagian dari perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Pengawasan barang-barang tersebut berada di bawah Kementerian Kesehatan. “Pembalut tergolong PKRT yang dikawal oleh Kementerian Kesehatan. Mungkin lebih tepat ditanyakan ke Dinkes, yang lebih memahami produk tersebut,” lugasnya.
Sekadar diketahui, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng menemukan fenomena anak-anak yang mudah bengong dan kehilangan konsentrasi. Setelah diselidiki, anak-anak usia 13-16 tahun tersebut menjadi pecandu air rebusan pembalut.
Awalnya, anak-anak yang memasuki usia remaja itu gemar merebus pembalut bekas pakai yang ditemukan di tempat-tempat sampah. Dalam perjalanannya, mereka beralih ke pembalut yang baru dibuka dari kemasannya karena dianggap lebih higienis.
Kepala Bidang Pemberantasan BNN Jateng AKBP Suprinarto mengatakan, anak-aak pecandu pembalut rebus itu ditemukan di daerah-daerah pinggiran, seperti Rembang, Purwodadi, Kudus, dan Semarang bagian timur. Mereka nekat mengonsumsi barang berbahaya itu karena tak memiliki cukup uang untuk membeli narkotika.
“Terkait produk pembalut, produk tersebut bukan kategori obat dan makanan yang menjadi komoditi pengawasan BPOM,” ujar Kepala Balai BPOM Semarang, Safriansyah, ketika dikonfirmasi maraknya anak-anak kecanduan pembalut rebus, Kamis (8/11/2018).
Dia menyampaikan, pembalut wanita yang berfungsi menyerap darah haid merupakan bagian dari perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT). Pengawasan barang-barang tersebut berada di bawah Kementerian Kesehatan. “Pembalut tergolong PKRT yang dikawal oleh Kementerian Kesehatan. Mungkin lebih tepat ditanyakan ke Dinkes, yang lebih memahami produk tersebut,” lugasnya.
Sekadar diketahui, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng menemukan fenomena anak-anak yang mudah bengong dan kehilangan konsentrasi. Setelah diselidiki, anak-anak usia 13-16 tahun tersebut menjadi pecandu air rebusan pembalut.
Awalnya, anak-anak yang memasuki usia remaja itu gemar merebus pembalut bekas pakai yang ditemukan di tempat-tempat sampah. Dalam perjalanannya, mereka beralih ke pembalut yang baru dibuka dari kemasannya karena dianggap lebih higienis.
Kepala Bidang Pemberantasan BNN Jateng AKBP Suprinarto mengatakan, anak-aak pecandu pembalut rebus itu ditemukan di daerah-daerah pinggiran, seperti Rembang, Purwodadi, Kudus, dan Semarang bagian timur. Mereka nekat mengonsumsi barang berbahaya itu karena tak memiliki cukup uang untuk membeli narkotika.
(wib)