Pedagang Kuliner di Pantai Malalayang Duduki Pemkot Manado
A
A
A
MANADO - Forum solidaritas peduli pantai Malalayang yang merupakan gabungan dari warga pedagang kuliner, nelayan tradisional, penyelam, Walhi, YSNM, dan PMII Metro Manado menduduki kantor Pemerintah Kota Manado, Sulawesi Utara, Kamis (22/3/2018).
Mereka berunjuk rasa lantaran tidak ada kejelasan nasib mereka setelah digusur sejak November tahun lalu. Ketua PMII Cabang Metro Manado, Mohamad DzunIdi Pai mengatakan, pembongkaran 100 kios lebih pedagang Sabua Bulu di Malalayang, 30 November 2017 lalu, telah menyebabkan pedagang tak bisa berjualan.
"Warga pedagang di Sabua Bulu Malalayang menderita karena sejak kios mereka dibongkar. Ini membuktikan bahwa pemerintah membiarkan rakyatnya menjadi miskin," katanya.
Padahal, kata dia, ada 100 lebih pedagang menggantungkan hidupnya dari hasil berdagang di pantai Malalayang. Perwakilan aksi menyatakan kebijakan sepihak Pemkot Manado telah menyebabkan persoalan besar bagi pelaku wisata kuliner.
Dalam konteks yang lebih luas, penggusuran yang dilakukan pemkot sepertinya berkaitan dengan kepentingan reklamasi. Jika Pantai Malalayang direklamasi, tidak hanya pelaku kuliner yang akan tergusur, tapi semua warga pengelola pantai termasuk pelaku olahraga selam, nelayan tradisional ikut terkena dampaknya.
Dalam unjuk rasanya, mereka diterima Kepala Badan Kesbangpol-Linmas Manado Hanny Solang. Mewakili Wali Kota Manado, dia mengungkapkan bahwa aspirasi peserta demo sudah ditampung.
“Aspirasi sudah dipegang dan akan diteruskan ke Pak Wali Kota Manado. Namun tidak bisa diputuskan sekarang, karena pengambilan keputusan harus melalui proses yang telah diatur,” terangnya.
Hanny Solang mengatakan pembangunan sudah direncanakan, dan sedang dirapatkan akan dibuat apa lokasi tersebut, dan mohon agar bersabar.
Menariknya, saat demonstrasi tersebut, terpantau sejumlah pedagang kuliner membawa sejumlah peralatan memasak. Sementara peserta aksi lainnya membawa bendera dan spanduk berisi keluhan. Aksi serupa dilanjutkan ke Kantor Dewan Kota Manado.
Mereka berunjuk rasa lantaran tidak ada kejelasan nasib mereka setelah digusur sejak November tahun lalu. Ketua PMII Cabang Metro Manado, Mohamad DzunIdi Pai mengatakan, pembongkaran 100 kios lebih pedagang Sabua Bulu di Malalayang, 30 November 2017 lalu, telah menyebabkan pedagang tak bisa berjualan.
"Warga pedagang di Sabua Bulu Malalayang menderita karena sejak kios mereka dibongkar. Ini membuktikan bahwa pemerintah membiarkan rakyatnya menjadi miskin," katanya.
Padahal, kata dia, ada 100 lebih pedagang menggantungkan hidupnya dari hasil berdagang di pantai Malalayang. Perwakilan aksi menyatakan kebijakan sepihak Pemkot Manado telah menyebabkan persoalan besar bagi pelaku wisata kuliner.
Dalam konteks yang lebih luas, penggusuran yang dilakukan pemkot sepertinya berkaitan dengan kepentingan reklamasi. Jika Pantai Malalayang direklamasi, tidak hanya pelaku kuliner yang akan tergusur, tapi semua warga pengelola pantai termasuk pelaku olahraga selam, nelayan tradisional ikut terkena dampaknya.
Dalam unjuk rasanya, mereka diterima Kepala Badan Kesbangpol-Linmas Manado Hanny Solang. Mewakili Wali Kota Manado, dia mengungkapkan bahwa aspirasi peserta demo sudah ditampung.
“Aspirasi sudah dipegang dan akan diteruskan ke Pak Wali Kota Manado. Namun tidak bisa diputuskan sekarang, karena pengambilan keputusan harus melalui proses yang telah diatur,” terangnya.
Hanny Solang mengatakan pembangunan sudah direncanakan, dan sedang dirapatkan akan dibuat apa lokasi tersebut, dan mohon agar bersabar.
Menariknya, saat demonstrasi tersebut, terpantau sejumlah pedagang kuliner membawa sejumlah peralatan memasak. Sementara peserta aksi lainnya membawa bendera dan spanduk berisi keluhan. Aksi serupa dilanjutkan ke Kantor Dewan Kota Manado.
(rhs)