Penganiayaan Ulama, Sosiolog: Kepedulian Warga Luntur terhadap Orang Sakit Jiwa
A
A
A
BANDUNG - Prof Dr Elly Malihah MSi, sosiolog dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung mengatakan, turut berduka cita mendalam dan sangat prihatin atas penganiayaan terhadap KH Umar Basyri atau Ceng Emon, dan pembunuhan terhadap almarhum ustaz R Prawoto, aktivis Persatuan Islam (Persis).
Sebab, kata Elly, yang mengalami peristiwa nahas itu adalah ulama, tokoh agama. Apalagi di tengah masyarakat yang sedang 'sakit' seperti ini, peran ulama sangat diperlukan.
"Kita memerlukan orang yang memberitahu tentang agama dan membetulkan masyarakat. Tapi jika ulama-ulama mengalami kejadian seperti itu, saya sangat menyayangkan sekali," kata Elly dihubungi melalui telpon, Jumat (2/2/2018).
Guru Besar Sosiologi Pendidikan UPI Bandung ini memantau peristiwa penganiayaan terhadap ustaz R Prawoto dan KH Ceng Emon dari pemberitaan di media.
Selain itu, mendapat informasi langsung dari orang yang kenal dekat dengan almarhum R Prawoto. Pelaku diduga sakit jiwa sehingga ketika terpancing emosinya bertindak di luar batas dan membabi buta.
Dia melihat kejadian yang melibatkan orang sakit jiwa ini harus ditanggapi serius oleh pemerintah dan masyarakat. Dulu, ketika ada orang yang memiliki penyakit jiwa, diasingkan dalam bentuk pasung. Namun saat ini kan tidak. Sebab, tindakan pasung itu dianggap tidak berperikemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Di sisi lain, saat ini kepedulian masyarakat dan keluarga terhadap orang yang mengidap sakit jiwa itu, menurun. Padahal, fasilitas rehabilitasi dan rumah sakit bagi orang dengan gangguan jiwa sudah lebih maju.
"Namun karena tingkat kepedulian masyarakat kurang, akibatnya banyak orang dengan gangguan jiwa itu membahayakan warga sekitar. Dulu sih, kita tidak terlalu menyalahkan keluarga jika ada orang dengan penyakit seperti itu dipasung. Tapi kan sekarang ada metode lain," ujar Elly.
Menurut Elly, perlu gerakan sosial untuk mengatasi orang-orang yang sakit jiwa. Pemerintah dan masyarakat harus berperan aktif dan responsif. "Kita kan punya dana desa. Seharusnya dana itu jangan hanya dipakai untuk kepentingan fisik, infrastruktur. Gunakan pula untuk pembangunan manusia. Penting itu. Kita harus mulai berpikir dana desa juga bisa digunakan untuk pembangunan manusia. Jangan sampai hal-hal seperti itu dibiarkan," ungkap Elly.
Sebagai sosiolog, tutur Elly, hanya melihat persoalan ini dari sudut pandang kurangnya kepedulian masyarakat, keluarga, dan pemerintah terhadap orang-orang dengan penyakit jiwa. Elly enggan mengomentari persoalan ini dari sisi politis atau hal-hal lain.
"Saya tidak mengomentari masalah ini dari sisi politis karena bukan kapasitas saya. Saya sosiolog, sehingga melihat persoalan ini dari ilmu sosial. Yang saya kaji ini yang saya lihat dipermukaan sesuai fakta, dari media dan kawan saya itu, bahwa pelaku dua-duanya mengidap sakit jiwa. Itu yang saya garis bawahi," sebutnya.
Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagja mengatakan, DPRD Kota Bandung akan mendesak Pemkot Bandung untuk melakukan langkah-langkah guna mengatasi persoalan ini.
"Sebenarnya telah banyak yang dilakukan Pemkot untuk mengatasi masalah sosial, berkeliarannya orang-orang pengidap gangguan jiwa. Namun, masih saja ada yang luput. Ke depan, DPRD akan mendesak pemkot untuk lebih tanggap mengatasi masalah ini," kata Isa di Mapolrestabes Bandung.
Ketua Komite Etik Dokter RS Sartika Asih sekaligus dokter spesialis kesehatan jiwa, Leony Widjaja mengatakan, terdapat 90 jenis gangguan jiwa. Untuk pelaku Asep Maftuh yang menganiaya ustaz R Prawoto sampai meninggal dunia, diagnosis sementara mengalami gangguan kepribadian, yakni kepribadian ambang.
Ciri-ciri khusus dari gangguan jiwa jenis ini ada salah emosi pengidap tidak stabil. Mudah marah dan mengamuk. Namun pelaku Asep masih bisa berkomunikasi dengan baik dan mengenali seseorang.
Untuk sakit jiwa jenis ini, membutuhkan pengobatan dan terapi khusus. "Kalau diajak bicara masih nyambung, masih bisa berkomunikasi. Pelaku perlu berobat dan harus terkontrol, harus dijaga dan dirawat karena emosinya tidak stabil. Tapi dia (pelaku) bukan jenis gangguan jiwa berat," kata Leonny di Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka Jumat (2/2/2018).
Leony mengemukakan, penderita gangguan jiwa seperti yang diidap Asep bisa dihasut. "Bisa (dihasut). Namun kami tidak tahu apakah dia (Asep) dihasut atau tidak (saat menganiaya ustaz R Prawoto). Perlu pemeriksaan lebih lanjut," pungkasnya.
Sebab, kata Elly, yang mengalami peristiwa nahas itu adalah ulama, tokoh agama. Apalagi di tengah masyarakat yang sedang 'sakit' seperti ini, peran ulama sangat diperlukan.
"Kita memerlukan orang yang memberitahu tentang agama dan membetulkan masyarakat. Tapi jika ulama-ulama mengalami kejadian seperti itu, saya sangat menyayangkan sekali," kata Elly dihubungi melalui telpon, Jumat (2/2/2018).
Guru Besar Sosiologi Pendidikan UPI Bandung ini memantau peristiwa penganiayaan terhadap ustaz R Prawoto dan KH Ceng Emon dari pemberitaan di media.
Selain itu, mendapat informasi langsung dari orang yang kenal dekat dengan almarhum R Prawoto. Pelaku diduga sakit jiwa sehingga ketika terpancing emosinya bertindak di luar batas dan membabi buta.
Dia melihat kejadian yang melibatkan orang sakit jiwa ini harus ditanggapi serius oleh pemerintah dan masyarakat. Dulu, ketika ada orang yang memiliki penyakit jiwa, diasingkan dalam bentuk pasung. Namun saat ini kan tidak. Sebab, tindakan pasung itu dianggap tidak berperikemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Di sisi lain, saat ini kepedulian masyarakat dan keluarga terhadap orang yang mengidap sakit jiwa itu, menurun. Padahal, fasilitas rehabilitasi dan rumah sakit bagi orang dengan gangguan jiwa sudah lebih maju.
"Namun karena tingkat kepedulian masyarakat kurang, akibatnya banyak orang dengan gangguan jiwa itu membahayakan warga sekitar. Dulu sih, kita tidak terlalu menyalahkan keluarga jika ada orang dengan penyakit seperti itu dipasung. Tapi kan sekarang ada metode lain," ujar Elly.
Menurut Elly, perlu gerakan sosial untuk mengatasi orang-orang yang sakit jiwa. Pemerintah dan masyarakat harus berperan aktif dan responsif. "Kita kan punya dana desa. Seharusnya dana itu jangan hanya dipakai untuk kepentingan fisik, infrastruktur. Gunakan pula untuk pembangunan manusia. Penting itu. Kita harus mulai berpikir dana desa juga bisa digunakan untuk pembangunan manusia. Jangan sampai hal-hal seperti itu dibiarkan," ungkap Elly.
Sebagai sosiolog, tutur Elly, hanya melihat persoalan ini dari sudut pandang kurangnya kepedulian masyarakat, keluarga, dan pemerintah terhadap orang-orang dengan penyakit jiwa. Elly enggan mengomentari persoalan ini dari sisi politis atau hal-hal lain.
"Saya tidak mengomentari masalah ini dari sisi politis karena bukan kapasitas saya. Saya sosiolog, sehingga melihat persoalan ini dari ilmu sosial. Yang saya kaji ini yang saya lihat dipermukaan sesuai fakta, dari media dan kawan saya itu, bahwa pelaku dua-duanya mengidap sakit jiwa. Itu yang saya garis bawahi," sebutnya.
Ketua DPRD Kota Bandung Isa Subagja mengatakan, DPRD Kota Bandung akan mendesak Pemkot Bandung untuk melakukan langkah-langkah guna mengatasi persoalan ini.
"Sebenarnya telah banyak yang dilakukan Pemkot untuk mengatasi masalah sosial, berkeliarannya orang-orang pengidap gangguan jiwa. Namun, masih saja ada yang luput. Ke depan, DPRD akan mendesak pemkot untuk lebih tanggap mengatasi masalah ini," kata Isa di Mapolrestabes Bandung.
Ketua Komite Etik Dokter RS Sartika Asih sekaligus dokter spesialis kesehatan jiwa, Leony Widjaja mengatakan, terdapat 90 jenis gangguan jiwa. Untuk pelaku Asep Maftuh yang menganiaya ustaz R Prawoto sampai meninggal dunia, diagnosis sementara mengalami gangguan kepribadian, yakni kepribadian ambang.
Ciri-ciri khusus dari gangguan jiwa jenis ini ada salah emosi pengidap tidak stabil. Mudah marah dan mengamuk. Namun pelaku Asep masih bisa berkomunikasi dengan baik dan mengenali seseorang.
Untuk sakit jiwa jenis ini, membutuhkan pengobatan dan terapi khusus. "Kalau diajak bicara masih nyambung, masih bisa berkomunikasi. Pelaku perlu berobat dan harus terkontrol, harus dijaga dan dirawat karena emosinya tidak stabil. Tapi dia (pelaku) bukan jenis gangguan jiwa berat," kata Leonny di Mapolrestabes Bandung, Jalan Merdeka Jumat (2/2/2018).
Leony mengemukakan, penderita gangguan jiwa seperti yang diidap Asep bisa dihasut. "Bisa (dihasut). Namun kami tidak tahu apakah dia (Asep) dihasut atau tidak (saat menganiaya ustaz R Prawoto). Perlu pemeriksaan lebih lanjut," pungkasnya.
(nag)