Meski Kontroversi, DPRD Karanganyar Ngotot Bahas Raperda Pelestarian Budaya
A
A
A
KARANGANYAR - DPRD Karanganyar ngotot membuat rancangan peraturan daerah (Raperda) pelestarian budaya dan kearifan lokal meski diwarnai kontroversi. Raperda inisiatif dewan yang diantaranya terkait pemberian nama bayi agar tidak mencerminkan kebarat baratan.
Ketua DPRD Karanganyar Sumanto mengemukakan, saat ini budaya lokal mulai tergerus zaman. Berangkat dari kekhawatiran budaya peninggalan nenek moyang bakal terkikis habis, pihaknya menilai perlu ada upaya melestarikan.
Di antaranya adalah payung hukum berupa Perda pelestarian budaya dan kearifan lokal. "Karanganyar itu memiliki banyak kebudayaan lokal. Seperti Wahyu Kliyu, dan Mondosio," ujar Sumanto di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2018) siang.
Jangan sampai, masyarakat Karanganyar kehilangan akar budayanya akibat cepatnya perkembangan zaman. Masyarakat Karanganyar harus tetap memiliki jati diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya Jawa.
Termasuk juga soal nama anak anak zaman sekarang, nuansa budaya Jawa dinilai juga mulai luntur. Diakuinya, wacana terkait soal pemberian nama bayi menuai pro kontra di masyarakat.
Sehingga pihaknya perlu membedah lebih jauh lagi apakah hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), dan aturan aturan lainnya. Termasuk harus dikaji lagi dari berbagai sudut pandang.
Pada sisi lain, item soal nama bayi agar tidak berbau kebarat-baratan sebenarnya hanya sebagian kecil dari tujuan Raperda pelestarian budaya dan kearifan lokal itu.
Melalui aturan itu, DPRD berharap masyarakat kembali tergugah dan tidak meninggalkan budaya warisan dari nenek moyang.
Pihaknya menargetkan Raperda pelestarian budaya dan kearifan lokal dapat disahkan sekitar akhir tahun 2018 mendatang. Sebab prosesnya dinilai cukup panjang sebelum disahkan.
Mulai dari penyusunan draf, naskah akademik, digodok di badan legislasi (baleg), uji publik. "Kalau nantinya ternyata bertentangan (item soal nama agar tidak kebarat baratan) tentunya akan dicoret," tegasnya.
Ketua Fraksi Demokrat Karanganyar Tri Haryadi mengatakan kontroversi yang kini muncul di masyarakat, di antaranya melalui media sosial (medsos) bakal menjadi masukan bagi DPRD.
Termasuk juga perlu diuji publik guna mengetahui respon dan masukan masyarakat. "Mengenai soal nama anak agar tidak kebarat baratan, itu sekedar himbauan," tandas Tri Haryadi.
Anggota Program Pembuatan Peraturan Daerah (Propemperda) DPRD Karanganyar, Muh Irsyam mengemukakan, penyusunan draf raperda pelestarian budaya dan kearifan lokal kini sudah sekitar 30%.
Raperda itu nantinya juga perlu dibahas dengan eksekutif. Disinggung terkait item terkait aturan nama anak anak Karanganyar agar tidak kebarat baratan, dirinya sepakat agar dimasukkan dalam point dalam Raperda.
Ketua DPRD Karanganyar Sumanto mengemukakan, saat ini budaya lokal mulai tergerus zaman. Berangkat dari kekhawatiran budaya peninggalan nenek moyang bakal terkikis habis, pihaknya menilai perlu ada upaya melestarikan.
Di antaranya adalah payung hukum berupa Perda pelestarian budaya dan kearifan lokal. "Karanganyar itu memiliki banyak kebudayaan lokal. Seperti Wahyu Kliyu, dan Mondosio," ujar Sumanto di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2018) siang.
Jangan sampai, masyarakat Karanganyar kehilangan akar budayanya akibat cepatnya perkembangan zaman. Masyarakat Karanganyar harus tetap memiliki jati diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya Jawa.
Termasuk juga soal nama anak anak zaman sekarang, nuansa budaya Jawa dinilai juga mulai luntur. Diakuinya, wacana terkait soal pemberian nama bayi menuai pro kontra di masyarakat.
Sehingga pihaknya perlu membedah lebih jauh lagi apakah hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), dan aturan aturan lainnya. Termasuk harus dikaji lagi dari berbagai sudut pandang.
Pada sisi lain, item soal nama bayi agar tidak berbau kebarat-baratan sebenarnya hanya sebagian kecil dari tujuan Raperda pelestarian budaya dan kearifan lokal itu.
Melalui aturan itu, DPRD berharap masyarakat kembali tergugah dan tidak meninggalkan budaya warisan dari nenek moyang.
Pihaknya menargetkan Raperda pelestarian budaya dan kearifan lokal dapat disahkan sekitar akhir tahun 2018 mendatang. Sebab prosesnya dinilai cukup panjang sebelum disahkan.
Mulai dari penyusunan draf, naskah akademik, digodok di badan legislasi (baleg), uji publik. "Kalau nantinya ternyata bertentangan (item soal nama agar tidak kebarat baratan) tentunya akan dicoret," tegasnya.
Ketua Fraksi Demokrat Karanganyar Tri Haryadi mengatakan kontroversi yang kini muncul di masyarakat, di antaranya melalui media sosial (medsos) bakal menjadi masukan bagi DPRD.
Termasuk juga perlu diuji publik guna mengetahui respon dan masukan masyarakat. "Mengenai soal nama anak agar tidak kebarat baratan, itu sekedar himbauan," tandas Tri Haryadi.
Anggota Program Pembuatan Peraturan Daerah (Propemperda) DPRD Karanganyar, Muh Irsyam mengemukakan, penyusunan draf raperda pelestarian budaya dan kearifan lokal kini sudah sekitar 30%.
Raperda itu nantinya juga perlu dibahas dengan eksekutif. Disinggung terkait item terkait aturan nama anak anak Karanganyar agar tidak kebarat baratan, dirinya sepakat agar dimasukkan dalam point dalam Raperda.
(nag)