Kilometer 0 Cepu Pertamina, Penanda Sejarah Eksplorasi Minyak di Bumi Mustika

Minggu, 03 September 2017 - 05:00 WIB
Kilometer 0 Cepu Pertamina, Penanda Sejarah Eksplorasi Minyak di Bumi Mustika
Kilometer 0 Cepu Pertamina, Penanda Sejarah Eksplorasi Minyak di Bumi Mustika
A A A
NAMA Cepu sudah terkenal sejak zaman penjajahan Belanda. Kala itu, kecamatan yang berada di Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan memiliki luas wilayah 4.897.425 hektare menjadi salah satu kota penting karena memiliki kekayaan alam, berupa minyak dan hutan jatinya.

Jejak sejarah eksplorasi minyak di Bumi Mustika –semboyan Kabupaten Blora- ditandai dengan dibangunnya Monumen Kilometer 0 Cepu Pertamina. Tulisan besar berbunyi "Kilometer 0 Cepu Pertamina" itu dibangun tepat di depan kantor Pertamina EP Asset 4 Field Cepu.

Berbeda dengan lazimnya di sejumlah kota, monumen yang berada di Jalan Gajah Mada, Karangboyo, Cepu, Kabupaten Blora, bukanlah penanda titik awal wilayah Cepu. Dengan tulisan tersebut menjadi pengingat bagi masyarakat jika sejarah perminyakan itu berasal dari Cepu.

Seperti namanya, Monumen Kilometer 0 Cepu Pertamina ini memang dibangun oleh Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, untuk mengingatkan sejarah perminyakan di Cepu. Karena itu pula, Pertamina EP Aset 4 akan melengkapi Monumen Kilometer 0 dengan monumen Pompa Unit karena arti tersendiri bagi pergerakan bisnis Pertamina.

Selain itu, Pompa Unit ini bisa dijadikan wahana edukasi bagi masyarakat agar mengetahui tahu proses pengangkatan minyak bumi menuju penampungan menggunakan unit pompa ini. Monumen Kilometer 0 Cepu Pertamina juga memberikan pesan untuk senantiasa mengawali hidup ini, untuk terus belajar dan hidup benar.

Minyak di Cepu pertama kali ditemukan oleh seorang insinyur asal Belanda bernama Andrian Stoop. Dia menemukan sumur minyak bumi bermula dari Desa Ledok, Kecamatan Sambong atau sekitar 10 km dari Cepu.

Ketika itu pada Januari 1893, Andrian Stoop mengadakan perjalanan dari Ngawi menuju Ngareng, Cepu (Plunturan=Panolan) yang merupakan kota kecil di tepi Bengawan Solo, di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sumur Ledok 1 di bor pada Juli 1893 yang merupakan sumur pertama di Cepu.

Andrian Stoop sudah mengadakan penelitian minyak bumi di Jawa dan mendirikan De Dordtsche Petroleum Maatschappij (DPM) pada 1887. Dia sudah melakukan pengeboran pertama di Surabaya dan pada 1890 mendirikan penyaringan minyak di daerah Wonokromo.

Cepu adalah sentral pengeboran sumur minyak pertama yang ada di Indonesia dan peresmian pada 28 Mei 1893 atas nama AB Versteegh. Dia tidak mengusahakan sendiri sumber minyak tersebut tetapi mengontrakan kepala perusahaan yang kuat pada masa itu, yaitu DPM dari Surabaya yang secara sah baru dimulai pada 1889.

Kontrak berlangsung selama 3 tahun dan baru sah menjadi milik DPM pada 1899. Kilang minyak Cepu merupakan ketiga tertua di antara sejumlah kilang peninggalan Belanda yang tersebar di Indonesia.

Kilang Cepu ditopang 6 lapangan minyak, di antaranya Lapangan Kawengan, Nglondo, Ledok, Semanggi, Tapen, dan Tambakrejo.

DPM mengolah minyak mentah dari lapangan Blapangan sekitar Cepu dengan menggunakan proses destilasi atmosfer. Kemudian pada 1911 Kilang Cepu ini dibeli oleh Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), anak perusahaan The Royal Dutch Shell atau De Koninklijke Shell.

Diketahui De Koninklijke Shell merupakan gabungan perusahaan antara De Koninklijke dan Shell yang melebur pada 24 Februari 1907. De Koninklijke atau The Royal Dutch dibentuk setelah ditemukannya sumber minyak pertama di Indonesia, yaitu di Pangkalan Berandan pada 5 Juni 1885.

Perusahaan inilah yang pertama mendirikan penyulingan minyak di Pangkalan Berandan pada 16 Juli 1890, dengan teknologi destilasi atmosfer yang sangat sederhana. Kemudian perusahaan ini mendirikan Kilang Plaju dan berproduksi sejak 1904 untuk mengolah minyak mentah dari lapangan Blapangan di sekitar Palembang.

Setelah Indonesia merdeka, kilang minyak Cepu masih dikelola Belanda. Baru pada 1951, Belanda pergi meninggalkan lapangan Kawengan dan perlengkapan penambangan minyak. Sejak saat itulah, pengelolaan kilang Cepu dan sumur-sumur yang menopangnya diambil alih Perusahaan Minyak dan Gas Negara (PERMIGAN). Perusahaan yang dibuat Indonesia untuk menasionalisasi aset-aset Migas era pemerintahan Presiden Soekarno.

Pada masa itu, kilang Cepu berkali-kali berganti pengelola. Di antaranya Perusahaan Perminyakan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPTMGB), Lembaga Minyak dan Gas (LEMIGAS), PPT Migas dan selanjutnya di ambil alih Pertamina pada 1988 hingga sampai sekarang. Kini kilang Cepu dikelola PT Pertamina Eksplorasi-Produksi (EP) Asset 4.

Jasa Adrian Stoop untuk pengenalan kekayaan minyak bumi di tanah air sangatlah besar. Dia mempelopori penggunaan minyak gas (gasoline) untuk penerangan jalan di beberapa kota di tanah air pada 1890-an.

Dalam mengelola perusahaan minyaknya, Adrian harus bersaing dengan perusahaan minyak Negeri Belanda yang lain, di antaranya Royal Dutch Shell dan Standard Oil.

Adrian Stoop lahir di Dordrecht, Belanda pada 18 Oktober 1856 dan meninggal di Belanda pada 7 September 1935. Dia mengawali studi perminyakan dengan belajar di Fakultas Pertambangan di Universitas Delft, Belanda dan lulus dengan gelar sarjana pertambangan (mining degree) pada 1878.

Pascastudi, Adrian mengajukan permohonan untuk melakukan perjalanan studi untuk mempelajari teknik pengeboran minyak di Amerika Serikat. Hasil studi Adrian menjadi panduan utama kegiatan eksplorasi perminyakan di tanah air sampai sekarang.

Namun, berdasarkan cerita turun temurun yang dipercaya masyarakat setempat, keberadaan minyak di Desa Ledok sudah ditemukan tokoh kharismatik Kabupaten Blora, Eyang Jati Kusumo. Penemuan tersebut dua abad silam sebelum Adrian Stoop menemukan minyak di Desa Ledok.

Eyang Jati Kusumo dikisahkan sudah menjelajahi hutan belantara di tanah Jawa jauh sebelum Adrian Stoop lahir. Eyang Jati Kusumo merupakan utusan kesultanan Pajang untuk misi mencari pusaka kesultanan yang hilang.

Dalam pengembaraannya, Eyang Jati Kusumo menggunakan minyak lantung (minyak bumi mentah) untuk menyalakan obor.

Salah satu hutan yang dijelajahi oleh utusan Kesultanan Pajang adalah belantara Ledok, di Kecamatan Sambong. Sebagai muslim yang taat, dalam suatu senja Eyang Jati Kusumo hendak melakukan Salat Maghrib. Sebelum memulai salat, Eyang jati Kusumo menancapkan tongkatnya ke tanah.

Selesai salat Eyang Jati Kusumo mengambil tongkatnya dan mendapati bahwa lubang bekas tancapan tongkatnya mengeluarkan minyak mentah. Karena banyaknya minyak yang keluar, Eyang Jati Kusumo pun memberi nama bekas lubang tancapan tersebut dengan nama Sumur Magung.

Lambat laun, potensi minyak serta tuah dari Eyang Jati Kusumo membuat Sumur Magung menjadi tempat yang disakralkan masyarakat. Sampai saat ini, tidak jarang masyarakat mengunjungi sumur ini untuk mengenang doa dan pengharapan Eyang Jati Kusumo bahwa kelak tempat ini (Desa Ledok) akan menjadi desa yang makmur karena minyak bumi di bawah tanahnya.

Menurut beberapa warga Desa Ledok, setiap hari Kamis Kliwon dan hari Jumat Legi dalam penanggalan Jawa banyak warga yang melepaskan nadzar (janji ) di situs Sumur Magung.

Setiap tahunnya, pada Agustus warga sekitar Sumur Magung bersama dengan Pertamina menyelenggarakan penyembelihan sapi dan kepala sapi tersebut dikuburkan di dekat Sumur Magung. Hal ini selain sebagai warisan adat masyarakat setempat juga untuk mengenang Eyang Jati Kusumo.

Sumber:
sejarah pusdiklat migas
lenterakecil
legendaunik
begawansiana
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3617 seconds (0.1#10.140)