Seni Ujung, Adu Kekuatan Tubuh Peninggalan Prajurit Majapahit
A
A
A
Sebuah tradisi leluhur yang nyaris punah, dilestarikan warga Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tradisi itu adalah Seni Ujung. Seni berupa adu kekuatan dengan saling mencambuk tubuh lawan tersebut konon merupakan tradisi peninggalan leluhur sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Seni Ujung masih dilestarikan oleh warga di kaki Gunung Anjasmoro, Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Jumat (14/7/2017) kemarin misalnya, kesenian ini kembali ditampilkan warga dan menarik minat banyak orang.
Dengan diiringi alat musik tradisional gamelan, dua orang warga tampil di atas pentas dan beradu kekuatan dengan saling mencambuk tubuh lawan secara bergantian. Orang yang menonton pun berterian menyemangati mereka yang tampil di atas panggung.
Sakit sudah pasti dirasakan warga yang tampil adu kekuatan di atas panggung. Sebab, alat yang dipakai adalah sebilah rotan. Namun, warga tetap antusias tampil karena ingin melestarikan seni warisan leluhur.
Apalagi, menurut warga, Seni Ujung merupakan sebuah kesenian yang diciptakan oleh para prajurit pada zaman Kerajaan Majapahit. Seni ini dipakai sebagai hiburan sekaligus untuk menguji keberanian para prajurit Majapahit kala itu. Sehingga, tak heran meski kesakitan warga tetap bersemangat dan bangga mengikutinya.
Tanpa ada yang memerintah, setiap tradisi ini digelar, mereka rela berdatangan dan berlomba-lomba tampil di atas pentas secara bergantian.
Dalam Seni Ujung ini, tidak ada ketentuan berapa usia atau tinggi badan lawannya. Pokoknya, siapa yang berani tampil, dia bisa langsung naik ke atas pentas dan saling mencambuk tubuh lawannya. Tubuh yang boleh dipukul hanyalah bagian badan. Bagian kepala, leher, dan di bawah badan tidak boleh dipukul.
Dalam sekali tampil, tiap peserta diberi hak mencambuk dan dicambuk secara bergantian masing-masing tiga kali.
Minardi, salah seorang peserta seni Ujung berharap pemerintah ikut melestarikan Seni Ujung agar kesenian peninggalan Kerajaan Majapahit ini tidak punah atau hilang.
Seni Ujung masih dilestarikan oleh warga di kaki Gunung Anjasmoro, Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Jumat (14/7/2017) kemarin misalnya, kesenian ini kembali ditampilkan warga dan menarik minat banyak orang.
Dengan diiringi alat musik tradisional gamelan, dua orang warga tampil di atas pentas dan beradu kekuatan dengan saling mencambuk tubuh lawan secara bergantian. Orang yang menonton pun berterian menyemangati mereka yang tampil di atas panggung.
Sakit sudah pasti dirasakan warga yang tampil adu kekuatan di atas panggung. Sebab, alat yang dipakai adalah sebilah rotan. Namun, warga tetap antusias tampil karena ingin melestarikan seni warisan leluhur.
Apalagi, menurut warga, Seni Ujung merupakan sebuah kesenian yang diciptakan oleh para prajurit pada zaman Kerajaan Majapahit. Seni ini dipakai sebagai hiburan sekaligus untuk menguji keberanian para prajurit Majapahit kala itu. Sehingga, tak heran meski kesakitan warga tetap bersemangat dan bangga mengikutinya.
Tanpa ada yang memerintah, setiap tradisi ini digelar, mereka rela berdatangan dan berlomba-lomba tampil di atas pentas secara bergantian.
Dalam Seni Ujung ini, tidak ada ketentuan berapa usia atau tinggi badan lawannya. Pokoknya, siapa yang berani tampil, dia bisa langsung naik ke atas pentas dan saling mencambuk tubuh lawannya. Tubuh yang boleh dipukul hanyalah bagian badan. Bagian kepala, leher, dan di bawah badan tidak boleh dipukul.
Dalam sekali tampil, tiap peserta diberi hak mencambuk dan dicambuk secara bergantian masing-masing tiga kali.
Minardi, salah seorang peserta seni Ujung berharap pemerintah ikut melestarikan Seni Ujung agar kesenian peninggalan Kerajaan Majapahit ini tidak punah atau hilang.
(zik)