Pemkot Lacak Keberadaan 20 Buku Kuno Koleksi Museum Radya Pustaka
A
A
A
SOLO - Pemkot Solo tengah melacak keberadaan sebanyak 20 buku koleksi Museum Radya Pustaka yang dijual pihak ketiga. Keberadaan buku terdeteksi setelah ditemukan dokumen jual beli ditumpukan arsip dan nota pembelian.
Mantan anggota Komite Museum Radya Pustaka Solo Sunjoto mengatakan, peristiwa penjualan 20 buku telah berlangsung lama. jauh sebelum komite museum tebentuk. Namun Sunjoto tidak hafal tahun berlangsungnya.
"Yang jelas, dokumen jual beli ditemukan ditumpukan arsip-arsip lama. Itu ada nota atau kuintansi jual belinya. Dokumen menunjukkan bahwa jual beli dilakukan dengan cara legal,” ungkap Sunjoto kepada wartawan Rabu, 4 Januari 2017 kemarin.
Menurut Sunjoto, buku-buku diduga dijual ke Universitas Indonesia (UI). Mantan Ketua Komite Museum Radya Pustaka Purnomo Subagiyo menambahkan, sempat ke UI guna menelusuri buku kuno yang di antaranya masih ditulis tangan.
Keberadaan buku masih ada dengan stempel Museum Radya Pustaka. “Saya ke sana (UI) sekitar tahun 2013 lalu,” ungkap Purnomo Subagiyo. Salah satu buku dengan tulisan tangan adalah naskah Rengrengan Bausastra. Buku-buku itu dulunya dijual dengan harga kisaran Rp195.000.
Awalnya, buku berada di Perpustakaan Fakultas Sastra UI mengingat yang membeli dari fakultas tersebut. Namun dari informasi yang diterimanya, buku telah dipindah ke perpustakaan UI.
Komite Museum Radya Pustaka sempat ada pembicaraan untuk memulangkan, namun harus ada surat dari Wali Kota Solo. Hanya saja, rencana tertunda karena posisinya berada di perpustakaan UI. Hingga Komite Museum Radya Pustaka dibubarkan Pemkot Solo, 20 buku belum bisa dipulangkan.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, akan mengupayakan agar buku-buku dapat dipulangkan dan kembali menjadi koleksi Museum Radya Pustaka. Pihaknya akan kembali menelusuri keberadaan buku buku yang dimaksud.
“Waktu dulu masih belum ada Undang-Undang Cagar Budaya, jadi sah-sah saja dijual,” terang Rudy. Pemkot Solo dalam waktu dekat menyurati UI agar bersedia mengembalikan buku koleksi Radya Pustaka.
Pemkot Solo juga bersedia apabila diminta untuk membayar kembali. “Jumlah yang dijual ada sebanyak 20 buku dan itu akan menjadi prioritas,” tegasnya.
Rudy menuturkan, buku buku itu sangat penting dan merupakan peninggalan sejarah. Radya Pustaka yang merupakan museum tertua di Indonesia, kini dikelola Pemkot Solo melalui UPT Museum. Selain itu, mantan anggota Komite Radya Pustaka akan dilibatkan sebagai pendampingan pengelolaan museum.
Alasannya, merawat koleksi museum harus dilakukan oleh orang yang ahli. Sehingga pengelolaannya lebih baik dan koleksi tetap terjaga.
Mantan anggota Komite Museum Radya Pustaka Solo Sunjoto mengatakan, peristiwa penjualan 20 buku telah berlangsung lama. jauh sebelum komite museum tebentuk. Namun Sunjoto tidak hafal tahun berlangsungnya.
"Yang jelas, dokumen jual beli ditemukan ditumpukan arsip-arsip lama. Itu ada nota atau kuintansi jual belinya. Dokumen menunjukkan bahwa jual beli dilakukan dengan cara legal,” ungkap Sunjoto kepada wartawan Rabu, 4 Januari 2017 kemarin.
Menurut Sunjoto, buku-buku diduga dijual ke Universitas Indonesia (UI). Mantan Ketua Komite Museum Radya Pustaka Purnomo Subagiyo menambahkan, sempat ke UI guna menelusuri buku kuno yang di antaranya masih ditulis tangan.
Keberadaan buku masih ada dengan stempel Museum Radya Pustaka. “Saya ke sana (UI) sekitar tahun 2013 lalu,” ungkap Purnomo Subagiyo. Salah satu buku dengan tulisan tangan adalah naskah Rengrengan Bausastra. Buku-buku itu dulunya dijual dengan harga kisaran Rp195.000.
Awalnya, buku berada di Perpustakaan Fakultas Sastra UI mengingat yang membeli dari fakultas tersebut. Namun dari informasi yang diterimanya, buku telah dipindah ke perpustakaan UI.
Komite Museum Radya Pustaka sempat ada pembicaraan untuk memulangkan, namun harus ada surat dari Wali Kota Solo. Hanya saja, rencana tertunda karena posisinya berada di perpustakaan UI. Hingga Komite Museum Radya Pustaka dibubarkan Pemkot Solo, 20 buku belum bisa dipulangkan.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengatakan, akan mengupayakan agar buku-buku dapat dipulangkan dan kembali menjadi koleksi Museum Radya Pustaka. Pihaknya akan kembali menelusuri keberadaan buku buku yang dimaksud.
“Waktu dulu masih belum ada Undang-Undang Cagar Budaya, jadi sah-sah saja dijual,” terang Rudy. Pemkot Solo dalam waktu dekat menyurati UI agar bersedia mengembalikan buku koleksi Radya Pustaka.
Pemkot Solo juga bersedia apabila diminta untuk membayar kembali. “Jumlah yang dijual ada sebanyak 20 buku dan itu akan menjadi prioritas,” tegasnya.
Rudy menuturkan, buku buku itu sangat penting dan merupakan peninggalan sejarah. Radya Pustaka yang merupakan museum tertua di Indonesia, kini dikelola Pemkot Solo melalui UPT Museum. Selain itu, mantan anggota Komite Radya Pustaka akan dilibatkan sebagai pendampingan pengelolaan museum.
Alasannya, merawat koleksi museum harus dilakukan oleh orang yang ahli. Sehingga pengelolaannya lebih baik dan koleksi tetap terjaga.
(whb)