Kisah Bendera Pusaka, Seprai dan Warung Tenda Soto

Minggu, 18 Desember 2016 - 05:00 WIB
Kisah Bendera Pusaka,...
Kisah Bendera Pusaka, Seprai dan Warung Tenda Soto
A A A
ADA cerita menarik terkait asal usul bahan Bendera Pusaka Merah Putih yang dijahit oleh Ibu negara Fatmawati. Konon, kain berwarna merah yang dijadikan bendera tersebut berasal dari warung tenda soto yang dibeli seharga Rp500 sen.

Menurut cerita sebenarnya, Ibu Fat, panggilan akrab istri Presiden Soekarno ini, sudah membuat bendera Merah Putih sebelum 16 Agustus 1945. Namun, lantaran dianggap kekecilan, karena panjangnya hanya 50 centimeter, dia pun berencana membuat kembali bendera tersebut.

Namun, saat membuka lemari pakaiannya, Ibu Fat hanya menemukan selembar kain putih bersih bahan seprai. Dia tak punya kain berwarna merah sama sekali.

Disaat yang bersamaan, seorang pemuda bernama Lukas Kustaryo (Di kemudian hari masuk militer dengan pangkat terakhir Brigjen) yang berada di kediaman Soekarno. Ibu Fat kemudian menyuruh pemuda ini untuk mencari kain merah untuk bendera pusaka.

Menurut penuturan Lukas Kustaryo, pada majalah Intisari edisi Agustus 1991, dia lantas berkeliling dan akhirnya menemukan kain merah yang tengah dipakai sebagai tenda sebuah warung soto. Kemudian, kain merah tersebut ditebusnya dengan harga Rp500 sen, dan menyerahkannya kepada Ibu Fat.

Akhirnya, Ibu Fat menjahit bendera Merah Putih yang baru dengan ukuran 276 x 200 cm malam itu juga untuk digunakan keesokan harinya. Bendera itu akhirnya dikibarkan pada hari Jumat 17 Agustus 1945 sekaligus menjadi bendera pusaka di kemudian hari.

Sang Saka Merah Putih terakhir kali berkibar pada 1969, kemudian pemerintah RI membuat bendera duplikat dengan ukuran 300 x 200 cm.

Namun demikian, kisah tersebut diluruskan melalui Buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno, volume 1, yang terbit 1978. Melalui buku tersebut, Fatmawati menceritakan, dari mana dia mendapatkan kain untuk bendera merah putih tersebut.

Dalam buku tersebut, Ibu Fat menceritakan, suatu hari, Oktober 1944, tatkala kandungannya berumur sembilan bulan (Guntur lahir pada 3 November 1944), datanglah seorang perwira Jepang membawa kain dua blok. “Yang satu blok berwarna merah sedangkan yang lain berwarna putih. Mungkin dari kantor Jawa Hokokai,” tukas Fatmawati kala itu.

Dengan kain itulah, Ibu Fat menjahitkan sehelai bendera merah putih dengan menggunakan mesin jahit tangan. Lalu, siapa perwira Jepang yang mengantarkan kain merah putih kepada Fatmawati?.

Dikisahkan, perwira tersebut adalah seorang pemuda bernama Chairul Basri yang diperolehnya dari Hitoshi Shimizu, kepala Sendenbu (Departemen Propaganda).

Pada 1978, Hitoshi Shimizu diundang Presiden Soeharto untuk menerima penghargaan dari Pemerintah Indonesia karena dianggap berjasa meningkatkan hubungan Indonesia-Jepang. Usai menerima penghargaan, Shimizu bertemu dengan kawan-kawannya semasa pendudukan Jepang.

“Pada kesempatan itulah ibu Fatmawati bercerita kepada Shimizu bahwa bendera pusaka kainnya dari Shimizu,” ujar Chairul Basri dalam memoarnya, Apa yang Saya Ingat.

Pada kesempatan lain, waktu berkunjung lagi ke Indonesia, Shimizu menceritakan kepada Chairul Basri, bahwa dia pernah memberikan kain merah putih kepadanya untuk diserahkan kepada Fatmawati.

Kain itu diperoleh dari sebuah gudang Jepang di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat, di depan bekas Bioskop Capitol. “Saya diminta oleh Shimizu untuk mengambil kain itu dan mengantarkannya kepada ibu Fatmawati,” kenang Chairul.

Sumber:
- apakabardunia
- historia.id dan diolah dari berbagai sumber
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0913 seconds (0.1#10.140)