Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Sekretaris Negara Era Soekarno

Sabtu, 05 Maret 2016 - 05:00 WIB
Abdoel Gaffar Pringgodigdo,...
Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Sekretaris Negara Era Soekarno
A A A
Sejarah Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia tak bisa dipisahkan dari sosok Abdoel Gaffar Pringgodigdo. Siapa dia?

Prof Mr Abdoel Gaffar Pringgodigdo, selanjutnya disebut Pringgodigdo, lahir di Bojonegoro, Jawa Timur, 21 Agustus 1904. Dia merupakan putra dari RMAA Koesoemohadiningrat dan RA Windrati Notomidjojo.

Setelah dua tahun menuntut ilmu di sekolah rakyat, dia belajar di Europeeche Lagore School dari tahun 1911 hingga 1918, lalu di Hogere Burger School Surabaya.

Lulus pada tahun 1923, dia berangkat ke Leiden, Belanda, untuk belajar di Universitas Leiden. Dia lulus pada 1927 sebagai sarjana hukum.

Saat kembali ke Indonesia, Pringgodigdo mendapatkan kerja sebagai juru tulis, lalu menjadi wedana Karang Kobar di bagian timur Kabupaten Purbalingga.

Jelang akhir pendudukan Indonesia oleh Jepang, Pringgodigdo menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebagai sekretarisnya Radjiman Wedyodiningrat, pemimpin BPUPKI.

Dia juga menjadi anggota Panitia Lima, yang bertanggung jawab atas perumusan Pancasila.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Pringgodigdo bertugas sebagai sekretaris negara di bawah Presiden Soekarno. Dia menjabat 19 Agustus 1945-14 November 1945. Namun, ada juga yang menulis hingga Januari 1950.

Tapi, yang jelas Wikipedia memasukkan Pringgodigdo di urutan pertama daftar menteri sekretaris negara Indonesia.

Sesuai tugasnya membantu presiden, Pringgodigdo menjalankan tugas sebagai penulis dalam sidang-sidang kabinet, menandatangani berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah, serta melaksanakan tugas-tugas protokol.

Saat menjalankan tugas sebagai Sekretaris Negara, dia dibantu Mr Ratmoko sebagai Wakil Sekretaris I dan Mr Iskandar Gondowardoyo sebagai Wakil Sekretaris II.

Dia pernah menjalankan tugas di Istana Kepresidenan yang ada di Yogyakarta atau Istana Yogyakarta atau Gedung Agung. Sebab, ketika Belanda melakukan agresi militer pada 3 Januari 1946 untuk menduduki kembali bekas jajahannya, pemerintahan Republik Indonesia terpaksa mengungsi ke Yogyakarta.

Sejak Juni hingga September 1948, Pringgodigdo juga bertugas sebagai komisaris untuk Sumatera.

Dalam catatan Wikipedia, ketika Agresi Militer Belanda II pada bulan Desember 1948, Pringgodigdo ditangkap dan diusir ke Bangka dengan pemimpin Indonesia lain. Dia dan para pemimpin Indonesia lainnya ditempatkan di salah satu kamar yang dibuat khusus untuk para tokoh yang diasingkan.

Selanjutnya, Januari hingga 6 September 1950, dia bertugas sebagai Menteri Kehakiman, mewakili Masyumi. Dia menjadi menteri kehakiman ke-4 sepanjang sejarah Republik Indonesia.

Setelah pensiun dari politik, Pringgodigdo menjadi pengajar. Dia mulai sebagai dosen besar luar biasa di Universitas Gadjah Mada, mengajar ilmu hukum. Dia lalu pindah ke Surabaya dan mengajar di Universitas Airlangga, hingga akhirnya menjadi dekan pertama Fakultas Hukum Airlangga, dari tahun 1953 hingga 1954.

Dia lalu menjabat sebagai Presiden atau Rektor Universitas Airlangga dari November 1954 hingga September 1961.

Setelah bertugas sebagai Presiden Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dia kembali ke Surabaya dan mengajar di IKIP Surabaya. Dia mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum bersama Kho Siok Hie dan Oey Pek.

Pada tahun 1971 dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Suami dari Nawang Hindarti Joyo Adiningrat ini meninggal pada tahun 1988.

Sumber:
- id.wikipedia.org
- www.setneg.go.id
- Buku Jejak-Jejak Pengasingan Para Tokoh Bangsa, Penulis A Faidi, Penerbit Saufa.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1072 seconds (0.1#10.140)