Tio Satrio Mahir Menulis Pakai Mulut
A
A
A
KETERBATASAN fisik yang dialami oleh Tio Satrio (11) tidak menyurutkan niatnya untuk terus belajar sama seperti dengan anak normal lainnya. Meski dilahirkan tanpa memiliki dua tangan dan dua kaki, anak bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Wawan (61) dan Mimi (56) ini mampu memberdayakan mulutnya untuk menulis.
Wawan, Ayahanda Tio menuturkan sejak dari kandungan hingga dilahirkan di sebuah rumah permanen di Dusun Cibogor, RT 08 RW 01, Desa Panawangan, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis dengan kondisi sudah cacat, padahal seluruh saudara-saudaranya dengan kondisi normal.
“Mungkin ini sudah takdir dari yang maha kuasa, kita sekeluarga menerimanya, dan terus bertekad akan mengurus Tio sampai besar,” ujarnya saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.
Wawan bercerita, kebiasaan Tio sehari-hari menonton televisi, bila tidur tidak suka memakai baju ataupun selimut, bahkan tidak bisa tidur di kasur tetapi di lantai. Sejak Tio tumbuh semakin besar, di usia 4 tahun keinginan Tio untuk belajar mulai tumbuh berkat menonton televisi setiap hari.
“Usia empat tahun mulai ingin belajar menulis menggunakan mulut, karena harus menggunakan apa lagi karena kondisinya seperti ini, setiap hari mencoba belajar, sebelumnya memang sedikit mengeluh tapi terus dibimbing oleh ibunya akhirnya selama empat tahun belajar nulis, di usianya ke delapan tahun bisa dan lancar menulis,” tuturnya.
Melihat saat Tio menulis memang sedikit menyayat hati, pertama alat tulis disediakan oleh guru di sekolahnya seperti buku dan pensil.
Sambil mengeliat-geliat dengan posisi telungkup Tio meraih pensil dengan mulutnya, dengan posisi kepala dimiringkan dan pensil dicapit oleh mulutnya Tio mulai mencoretkan beberapa tulisan di atas buku. Sulit dipercaya namun nyata tulisan yang dibuat Tio menggunakan mulut tidak jauh berbeda dengan tulisan tangan.
Menurut Ayahnya, beberapa keahlian Tio didapat dari menonton televisi. Selain mahir menulis menggunakan mulut, Tio juga mahir bermain playstation menggunakan dagu dan bahunya.
“Apa-apa juga dia bisa sendiri dari televisi, tidak ada yang ngajari. Saya sebagai orang tua hanya bisa memfasilitasi, termasuk permainan juga. Kasihan, takutnya tidak ada teman. Jadi buat teman sehari-hari main game,” jelasnya.
Sejak delapan bulan lalu, Tio memiliki kesibukan baru, tidak lagi setiap hari diam dirumah, tetapi bisa belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Firdaus, kebetulan sekolah tersebut baru dirintis sehingga memerlukan murid yang berkebutuhan khusus secara gratis. Setiap hari Tio diantar jemput oleh guru-guru di SLB tersebut dari Senin sampai Sabtu.
Selepas sekolah Tio mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu, lalu makan kemudian bermain game. Game favoritnya jenis petarungan dan balapan. Bahkan Tio bisa bermain game sampai dua jam lamanya.
“Alhamdulillah sudah delapan bulan Tio sekolah dan memiliki teman, setiap hari diantar jemput, karena sekolahnya cukup jauh. Saya jujur tidak sanggup kalau setiap hari harus antar jemput, boro-boro buat ongkos, untuk sehari-hari makan saja pas-pasan. Apalagi Tio kalau jajan inginnya jajanan yang ada di toko,” ujar Wawan yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu.
Sementara itu, Tio mengaku tidak sulit menulis menggunakan mulut karena memiliki kesungguhan untuk terus belajar. Tio merasa senang ketika masuk SLB Firdaus. Walaupun saat masuk sedikit minder karena kondisi fisiknya, namun lama-lama mental Tio terlatih dan bisa berbaur dengan teman-temannya.
Pelajaran yang paling disukai Tio adalah Matematika. Menurut Tio pelajaran matematika banyak soalnya, sehingga bisa mengasah otak untuk lebih berfikir.
“Kalau cita-cita banyak, tapi kondisi saya kan seperti ini jadi sekarang jalani saja, belajar rajin. Saya senang sekali sekolah di sana, teman-teman pada baik-baik. Setelah sekolah di sana saya banyak tahu, bisa ngaji, bisa berhitung, dan lain-lain,” katanya.
Di sekolah, Tio tergolong pintar. IQ-nya sama seperti dengan orang normal dan tidak termasuk dalam keterbelakangan mental. Setiap tugas yang diberikan gurunya, Tio selalu mendapat nilai 90 sampai 100.
Ketika ditanya keinginannya kedepan, Tio hanya bisa tersenyum dan mensyukuri apa yang dialaminya saat ini. Tidak muluk-muluk, yang terpenting baginya saat ini adalah belajar.
Sementara itu, Kepala SLB Firdaus Mela Shakinawati mengatakan, selama 8 bulan Tio bersekolah, perkembangannya sangat pesat. Tio bisa menangkap seluruh materi yang diberikan guru, karena IQ-nya normal.
Bahkan bila sekolah di Sekolah Dasar Negeri sebetulnya Tio mampu. Hanya saja harus dipersiapkan mentalnya terlebih dahulu.
“Sekarang kepercayaan dirinya semakin meningkat, seputar pengetahuannya juga bertambah, menerima pelajaran dengan baik, hanya kekurangan fisik aja, yang lainnya normal,” ucapnya.
Wawan, Ayahanda Tio menuturkan sejak dari kandungan hingga dilahirkan di sebuah rumah permanen di Dusun Cibogor, RT 08 RW 01, Desa Panawangan, Kecamatan Panawangan, Kabupaten Ciamis dengan kondisi sudah cacat, padahal seluruh saudara-saudaranya dengan kondisi normal.
“Mungkin ini sudah takdir dari yang maha kuasa, kita sekeluarga menerimanya, dan terus bertekad akan mengurus Tio sampai besar,” ujarnya saat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.
Wawan bercerita, kebiasaan Tio sehari-hari menonton televisi, bila tidur tidak suka memakai baju ataupun selimut, bahkan tidak bisa tidur di kasur tetapi di lantai. Sejak Tio tumbuh semakin besar, di usia 4 tahun keinginan Tio untuk belajar mulai tumbuh berkat menonton televisi setiap hari.
“Usia empat tahun mulai ingin belajar menulis menggunakan mulut, karena harus menggunakan apa lagi karena kondisinya seperti ini, setiap hari mencoba belajar, sebelumnya memang sedikit mengeluh tapi terus dibimbing oleh ibunya akhirnya selama empat tahun belajar nulis, di usianya ke delapan tahun bisa dan lancar menulis,” tuturnya.
Melihat saat Tio menulis memang sedikit menyayat hati, pertama alat tulis disediakan oleh guru di sekolahnya seperti buku dan pensil.
Sambil mengeliat-geliat dengan posisi telungkup Tio meraih pensil dengan mulutnya, dengan posisi kepala dimiringkan dan pensil dicapit oleh mulutnya Tio mulai mencoretkan beberapa tulisan di atas buku. Sulit dipercaya namun nyata tulisan yang dibuat Tio menggunakan mulut tidak jauh berbeda dengan tulisan tangan.
Menurut Ayahnya, beberapa keahlian Tio didapat dari menonton televisi. Selain mahir menulis menggunakan mulut, Tio juga mahir bermain playstation menggunakan dagu dan bahunya.
“Apa-apa juga dia bisa sendiri dari televisi, tidak ada yang ngajari. Saya sebagai orang tua hanya bisa memfasilitasi, termasuk permainan juga. Kasihan, takutnya tidak ada teman. Jadi buat teman sehari-hari main game,” jelasnya.
Sejak delapan bulan lalu, Tio memiliki kesibukan baru, tidak lagi setiap hari diam dirumah, tetapi bisa belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Firdaus, kebetulan sekolah tersebut baru dirintis sehingga memerlukan murid yang berkebutuhan khusus secara gratis. Setiap hari Tio diantar jemput oleh guru-guru di SLB tersebut dari Senin sampai Sabtu.
Selepas sekolah Tio mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu, lalu makan kemudian bermain game. Game favoritnya jenis petarungan dan balapan. Bahkan Tio bisa bermain game sampai dua jam lamanya.
“Alhamdulillah sudah delapan bulan Tio sekolah dan memiliki teman, setiap hari diantar jemput, karena sekolahnya cukup jauh. Saya jujur tidak sanggup kalau setiap hari harus antar jemput, boro-boro buat ongkos, untuk sehari-hari makan saja pas-pasan. Apalagi Tio kalau jajan inginnya jajanan yang ada di toko,” ujar Wawan yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan tidak menentu.
Sementara itu, Tio mengaku tidak sulit menulis menggunakan mulut karena memiliki kesungguhan untuk terus belajar. Tio merasa senang ketika masuk SLB Firdaus. Walaupun saat masuk sedikit minder karena kondisi fisiknya, namun lama-lama mental Tio terlatih dan bisa berbaur dengan teman-temannya.
Pelajaran yang paling disukai Tio adalah Matematika. Menurut Tio pelajaran matematika banyak soalnya, sehingga bisa mengasah otak untuk lebih berfikir.
“Kalau cita-cita banyak, tapi kondisi saya kan seperti ini jadi sekarang jalani saja, belajar rajin. Saya senang sekali sekolah di sana, teman-teman pada baik-baik. Setelah sekolah di sana saya banyak tahu, bisa ngaji, bisa berhitung, dan lain-lain,” katanya.
Di sekolah, Tio tergolong pintar. IQ-nya sama seperti dengan orang normal dan tidak termasuk dalam keterbelakangan mental. Setiap tugas yang diberikan gurunya, Tio selalu mendapat nilai 90 sampai 100.
Ketika ditanya keinginannya kedepan, Tio hanya bisa tersenyum dan mensyukuri apa yang dialaminya saat ini. Tidak muluk-muluk, yang terpenting baginya saat ini adalah belajar.
Sementara itu, Kepala SLB Firdaus Mela Shakinawati mengatakan, selama 8 bulan Tio bersekolah, perkembangannya sangat pesat. Tio bisa menangkap seluruh materi yang diberikan guru, karena IQ-nya normal.
Bahkan bila sekolah di Sekolah Dasar Negeri sebetulnya Tio mampu. Hanya saja harus dipersiapkan mentalnya terlebih dahulu.
“Sekarang kepercayaan dirinya semakin meningkat, seputar pengetahuannya juga bertambah, menerima pelajaran dengan baik, hanya kekurangan fisik aja, yang lainnya normal,” ucapnya.
(sms)