Ini Penyebab TKW Asal Indonesia Terlibat Pernikahan Sejenis
A
A
A
BANDUNG - Fenomena hubungan sesama jenis antara sesama tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia di Hongkong sedang marak.
Selain itu, ada fenomena lain yaitu TKW yang kembali menikah di luar negeri baik dengan TKI maupun warga setempat. Padahal mereka masih bersatus istri warga Indonesia.
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rafani Achyar, mengungkap penyebab utama yang membuat mereka melakukan hal itu. "Mereka terbentuk karena faktor lingkungan," kata Rafani.
Untuk TKW Hongkong misalnya, hubungan sesama jenis yang dilakukan secara terbuka oleh warga setempat maupun warga pendatang turut membuat TKW 'ketularan'.
"Ini di Hongkong (banyak hubungan) sesama perempuan. Faktornya karena lingkungan," ungkapnya.
Faktor lingkungan juga jadi penyebab para TKW menikah lagi di luar negeri meski sudah bersuami. Tapi pernikahan TKW yang sudah bersuami biasanya terjadi di kawasan Timur Tengah.
Di kawasan Timur Tengah jarang seorang TKW menikah sesama jenis. Itu karena di kawasan tersebut punya hukum yang ketat dan tidak membolehkan pernikahan sejenis.
"Di Timur Tengah pandangan terhadap gendernya sangat ketat, sehingga biasanya terjadi perselingkuhan dengan majikannya," jelas Rafani.
Atas alasan itu, MUI menurutnya sudah memberi perhatian lebih pada TKW. Sudah sejak lama MUI mengeluarkan fatwa haram bagi TKW bekerja di luar negeri, kecuali didampingi muhrimnya.
Tujuannya agar keamanan TKW terjamin. "Muhrimnya itu bisa suami atau saudara sedarah," ucapnya. (Baca: Parah, Banyak TKW Indonesia di Hongkong Nikah Sejenis).
Seorang TKW yang bekerja di luar negeri, biasanya akan tinggal dalam waktu lama. Mereka juga akan 'kesepian' sebagai seorang istri jika tidak didampingi suami.
Hal itu akan mendorong seorang TKW melakukan perselingkuhan, bahkan melakukan pernikahan. Yang lebih parah, TKW melakukan hubungan sesama jenis seperti yang marak terjadi di Hongkong karena terpengaruh faktor lingkungan.
"Hukum (fatwa) MUI tegas hukumnya, haram (jadi TKW ke luar negeri) tanpa didampingi muhrim. Kecuali ada muhrimnya. Mereka harus ada yang bisa menjamin keamanannya," tandas Rafani.
Selain itu, ada fenomena lain yaitu TKW yang kembali menikah di luar negeri baik dengan TKI maupun warga setempat. Padahal mereka masih bersatus istri warga Indonesia.
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rafani Achyar, mengungkap penyebab utama yang membuat mereka melakukan hal itu. "Mereka terbentuk karena faktor lingkungan," kata Rafani.
Untuk TKW Hongkong misalnya, hubungan sesama jenis yang dilakukan secara terbuka oleh warga setempat maupun warga pendatang turut membuat TKW 'ketularan'.
"Ini di Hongkong (banyak hubungan) sesama perempuan. Faktornya karena lingkungan," ungkapnya.
Faktor lingkungan juga jadi penyebab para TKW menikah lagi di luar negeri meski sudah bersuami. Tapi pernikahan TKW yang sudah bersuami biasanya terjadi di kawasan Timur Tengah.
Di kawasan Timur Tengah jarang seorang TKW menikah sesama jenis. Itu karena di kawasan tersebut punya hukum yang ketat dan tidak membolehkan pernikahan sejenis.
"Di Timur Tengah pandangan terhadap gendernya sangat ketat, sehingga biasanya terjadi perselingkuhan dengan majikannya," jelas Rafani.
Atas alasan itu, MUI menurutnya sudah memberi perhatian lebih pada TKW. Sudah sejak lama MUI mengeluarkan fatwa haram bagi TKW bekerja di luar negeri, kecuali didampingi muhrimnya.
Tujuannya agar keamanan TKW terjamin. "Muhrimnya itu bisa suami atau saudara sedarah," ucapnya. (Baca: Parah, Banyak TKW Indonesia di Hongkong Nikah Sejenis).
Seorang TKW yang bekerja di luar negeri, biasanya akan tinggal dalam waktu lama. Mereka juga akan 'kesepian' sebagai seorang istri jika tidak didampingi suami.
Hal itu akan mendorong seorang TKW melakukan perselingkuhan, bahkan melakukan pernikahan. Yang lebih parah, TKW melakukan hubungan sesama jenis seperti yang marak terjadi di Hongkong karena terpengaruh faktor lingkungan.
"Hukum (fatwa) MUI tegas hukumnya, haram (jadi TKW ke luar negeri) tanpa didampingi muhrim. Kecuali ada muhrimnya. Mereka harus ada yang bisa menjamin keamanannya," tandas Rafani.
(nag)