Usung Konsep Baru Hukuman Koruptor

Kamis, 10 September 2015 - 12:13 WIB
Usung Konsep Baru Hukuman Koruptor
Usung Konsep Baru Hukuman Koruptor
A A A
SURABAYA - Majelis hakim di Indonesia selama ini dalam menjatuhkan vonis berdasar konsep mens rea , yakni pemberian hukuman dengan konsep kajian perbuatan dan akibat tindakan.

Padahal pendekatan kesengajaan untuk mencapai keadilan perlu dilakukan. Konsep ini disampaikan mahasiswa program Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) Arminsyah, kemarin. Arminsyah merupakan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jam Intel) Kejaksaan Agung. Jika diterapkan, ini bisa menjadi lentera penegakan hukum di Tanah Air.

Terlebih praktik korupsi selama ini selalu meningkat dari sisi modus maupun dari segi kerugian keuangan negara. Singkatnya, semakin meningkat kualitas dan kuantitas. Menilik kasus korupsi yang ada selama ini selalu berawal dari kesengajaan. Ini dibuktikan keberadaan pelaku yang melakukan penyamaran, pembodohan publik atau korban dan menyembunyikan korupsinya secara rapi.

Seiring perkembangan ternyata banyak juga kasus tindak pidana korupsi dilakukan tanpa kesengajaan. ”Pelaku melakukan tindak pidana korupsi karena sistem birokrasi dan ketidaktahuannya,” kata Arminsyah. Pengalamannya dalam menangani kasus tindak korupsi di Indonesia, Arminsyah berani menyimpulkan perlu tambahan kajian teori untuk penegakan hukum di Indonesia.

Artinya, tidak hanya mengkaji tingkatan kesalahan yang dilakukan serta akibat kerugian karena korupsi itu. Pemikiran ini terangkum dalam disertasi berjudul Redefinisi Hukum Konsep Kesengajaan Dalam Tindak Pidana Korupsi.

Arminsyah mempertanggungjawabkan hasil temuannya itu kepada delapan penguji, seluruh instansi kejaksaan di seluruh Indonesia, akademisi fakultas hukum se-Indonesia, dan lainnya di ruang sidang Fakultas Hukum Unair. Arminsyah yang juga mantan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur (Jatim) menilai, perlu kajian kesengajaan memutuskan hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

”Bagi saya sangat penting penetapan hukuman dengan kajian teori kesengajaan. Mengapa? Sebab konsep mens rea (penetapan perbuatan dan akibat) tidak cukup. Faktanya masih banyak orang tidak bersama atau tidak melakukan kesalahan substansial dijatuhi hukuman,” ujarnya.

Kasus Burhanuddin Abdullah yang menandatangani amandemen UU Bank Indonesia menjadi contoh. Pengalokasian itu tidak didasarkan atas peran ataupun inisiatifnya. Burhanuddin melakukan karena kapasitasnya sebagai pimpinan Bank Indonesia.

Contoh lain kasus yang ada adalah Akbar Tanjung. Dalam kasus penyaluran dana non-budgeter Bulog sebesar Rp40 miliar, Akbar yang menjabat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) disalahkan karena dianggap merugikan negara. Pasalnya, pihak bawahannya tidak melanjutkan pembagian sembako ke masyarakat miskin.

Hal itu sempat membuat Akbar jadi tersangka. Lantaran tidak tahu terhadap sistem pembagian sembako atas perintah Presiden BJ Habibie, maka Akbar tidak bersalah karena tidak ada unsur kesengajaan.

Soeprayitno
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7771 seconds (0.1#10.140)
pixels